7. Masa Lalu

21 3 0
                                    

بسم الله الر حمن الر حيم

Ambil baiknya, buang buruknya
Baik kerjakan, buruk tinggalkan

***

Mentari pagi tersenyum menyambut penduduk bumi. Menampakkan keceriaan pada semesta. Pun sinar cahayanya yang menghangatkan.

Langkah kaki Nizam berjalan pelan menyusuri jalanan aspal kecil. Bersama dua bocah di sampingnya. Azka dan Izal. Tetangganya yang masih SD kelas lima. Di depannya, berdiri seorang remaja kelas delapan SMP. Rifki.

Hari ini, Nizam melakukan joging bersama teman-temannya. Ya, teman. Nizam menganggap tiga laki-laki yang bersamanya itu teman. Tak peduli umur mereka yang tak sama. Asal mereka masih bersikap sewajarnya pada yang lebih tua.

Mereka mulai berlari dari pukul lima pagi. Usai perjanjian semalam di masjid. Memutuskan berjalan pelan karena merasa penat setelah berlari sekitar setengah jam.

"Ayo lari lagi!" seru Nizam memberi antusias.

"Capek, Mas. Udah hampir 1 km ini." Izal menggerutu.

"Biar sehat."

Nizam berlari kembali.

Membuktikan kalau ia masih kuat berlari walau mentari pagi mulai beranjak.

"Udah, Mas. Kita jalan aja. Lagian udah jauh juga ke rumah," sanggah Rifki.

Nizam hanya berdeham. Berlari pelan di hadapan teman-temannya.

"Mas, foto yuk di sana." Azka yang sedari tadi diam, mendahului Nizam menuju tempat yang bagus untuk foto.

Karena saat ini, mereka dikelilingi persawahan masyarakat.

Azka sudah standby di atas batu dekat parit.

"Apakah setiap aktivitas yang dilakukan harus selalu difoto?" tanya Nizam yang berada tak jauh dari Azka.

"Ih, Mas banyak komen." Izal menyahut yang melaluinya. Berjalan menuju tempat Azka.

Rifki hanya tersenyum menyaksikan mereka.

Setelah selesai mengabadikan momen yang menurut dua bocah itu penting, mereka akhirnya berjalan kembali untuk pulang.

"Eh, Mas Zam. Ntar ke warung makan dulu, dong. Laper," ucap Rifki saat berada di jalan. Ditemani pemandangan alam yang menentramkan mata.

"Emang di sawah ada warung?"

"Maksudnya pas udah nyampe desa, Mas!" Si kecil Izal menjawab dengan bibir mengerucut.

"Mas Nizam kayak anak kecil yang gak ngerti apa-apa deh," komentar Azka.

Nizam tersenyum samar. Melirik sekilas kedua bocah yang berjalan di depannya. Mereka seperti bukan bocah, pikir Nizam. Haha, dasar!

●●●

Nizam menghentikan langkahnya saat tiba di depan warung makan.

Tempat ini menyimpan begitu banyak kenangan. Ah, ia jadi teringat seseorang.

Bukan hanya teringat. Tapi ia juga bisa saja bertemu.

Nizam, tak mau hal itu terjadi.

Sudah lama ia berusaha melupakannya.

Mengikhlaskan apa yang sudah terjadi.

Merelakan dia bersama dengan yang lain. Sakit, itu yang ia rasakan saat ingat hal itu.

When I Fallin in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang