Angin berembus kencang menerbangkan dedaunan di tanah ditambah lagi dengan suasana yang sepi membuat keadaan sekolah menjadi horor seperti rumah tak bertuan.
Tetapi, semua itu tak berlangsung lama ketika suara menggelegar menyentak sosok perempuan berseragam putih abu-abu dengan letak baju tidak rapi sesuai dengan tempatnya.
Perempuan itu adalah Andrhea, saat ini berlari di koridor kelas sambil menutup kedua telinganya agar terhindar dari serangan jeritan dari Mak Lampir. Siapa lagi kalau bukan ibu Solani selaku guru BK di sekolahnya.
Berlari secepat mungkin adalah tujuan Andrhea untuk menghindar dari jeratan Mak Lampir. Deru napasnya sudah tidak beraturan lagi, jantungnya bertalu-talu seperti tertimpa beban besar. Pandangannya buram tertutup keringat yang mengucur deras di dahinya. Dengan segera Andrhea menyekanya dengan kasar agar pandangannya berfungsi seperti semula.
'Happ'
Baru saja Andrhea melompati kubangan berisi sampah. Untung saja dirinya bisa melompat seperti atlet kejuaraan nasional.
Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh dari arah belakangnya. Lantas saja dirinya berbalik ke belakang dan terlihat Mak Lampir sedang berenang di kubangan tersebut. Bukan, Mak Lampir bukan berenang, melainkan terjatuh di kubangan itu dengan posisi tengkurap. Andrhea tidak bisa menahan ketawanya.
"Aduh, Ibu. Seharusnya Ibu jatuhnya jangan sekarang, karena pahala saya hari ini sudah melebihi kapasitasnya apalagi sampai tumpah-tumpah. Jadi, mohon maaf ya, Bu. Saya nggak bisa tolong Ibu," sesal Andrhea membuat wajah Bu Saloni memerah akibat menahan emosinya.
"Kurang ajar kamu, Andrhea!" teriak Bu Saloni diiringi lemparan sepatunya.
Langsung saja Andrhea berlari terbirit-birit untuk menghindari sepatu yang melayang di udara itu. Untung kepala gue masih ada batinnya.
"Ibu Saloni, yang cantik kaya Mak Lampir. Anda belum beruntung, silakan dicoba kembali!" teriak Andrhea sambil berjalan.
Bu Saloni mengelus dadanya melihat tingkah laku salah satu muridnya. Tidak habis pikir dengan perempuan yang memiliki sifat jahilnya.
Andrhea berjalan dengan semangat ke arah luar gerbang sekolah dan lebih membuatnya senang lagi ketika pos satpam terasa sepi tanpa ada pengawasan dari satpamnya. Tanpa ragu Andrhea mempercepat langkahnya keluar dari kawasan sekolah.
Kenapa Andrhea membolos tanpa mengajak temannya? Jawabannya malah sebaliknya. Ya, karna temannya yang sudah meninggalkan dirinya di tempat keramat itu, lebih parahnya lagi sendiri.
Hampir di sepanjang jalan Andrhea mengumpat ketiga temannya itu. Sudah ditinggal bolos ditambah lagi ban motornya bocor. Seperti pepatah 'sudah jatuh tertimpa tangga pula'.
Kerikil-kerikil di jalan menjadi tempat pelampiasan Andrhea untuk mengembalikan moodnya lalu dilempar tanpa arah kepastian. Seperti hidupnya yang penuh misteri tanpa ada kepastian menuju kebahagiaan. Entah meratapi nasib atau memang suasana hatinya sedang mendung membuat dirinya tidak bisa menahan air matanya.
Tiba-tiba ponselnya bergetar, lalu Andrhea mengambil ponselnya di saku rok abu-abunya.
Andrhea mengusap air matanya kasar. "Apaan sih, kok gue jadi mellow begini."
Ternyata panggilan itu berasal dari temannya yang bernama Dimas. Andrhea menempelkan ponselnya di samping telinga kanannya.
"Halo... LO DIMANA, BEGO?" teriak Dimas gemas ingin menelan temannya itu secara hidup-hidup.
Perempuan berseragam putih abu-abu menggosok telinga kanannya yang terasa berdengung mendengar teriakan setan laknat temannya di seberang sana.
"SETAN. Telinga gue budek gara-gara mulut toa lo," umpat Andrhea membuat Dimas meringis.
"Heh, lo mau pamer ke gue kalau lo punya suara cempreng . Nggak guna bego!" ucapnya kembali.
Pemuda di seberang telepon sana berdecak kesal.
"Andrhea, gue serius mau ngomong penting sama lo dan pasang telinga lo baik-baik!" perempuan itu berdehem.
"Kalau lo mau jalan ke arah Jl. Cemara, mendingan lo putar balik dan cari jalan lain," titah Dimas.
Andrhea menatap sekitarnya terlihat ada tiang petunjuk jalan bertulis Jl. Cemara. Lalu, apa masalah dengan jalan itu? Andrhea masa bodo dengan ucapan Dimas.
Dimas memanggil Andrhea berulang kali membuat temannya itu menggeram.
"Apaan sih, berisik bego! Lagian ada apaan di jalan itu? Gue juga sudah terlanjur lewat situ," jelasnya.
Panik membuat pemuda di telepon tidak sengaja mengumpat keras Andrhea.
"Bodoh! Gue bilang jangan lewat situ. Andrhea, CEPAT LARI...!" teriak Dimas."Lo, kenapa teriak-teriak sih? Telinga gue sakit," ujar Andrhea santai menghiraukan omelan dari temannya.
Kali ini emosi Dimas sudah tidak bisa ditahan lagi mendengar ucapan dari Andrhea.
"SETAN, anaknya monyet. Cepetan lo lari dari situ soalnya ada anak sekolah sebelah lagi tawuran!" perintah Dimas dengan panik membuat tubuh Andrhea menegang di tempat mendengar kata 'tawuran'.
Buru-buru Andrhea berbalik menjauh dari tempat itu, tetapi tiba-tiba tubuhnya jatuh tersungkur di tanah dengan menahan beban berat di punggungnya. Handphone di genggaman Andrhea terlempar jauh darinya, nada sambung telepon dengan Dimas masih terhubung membuat ketiga temannya itu berteriak histeris mendengar teriakan Andrhea di seberang sana.
Andrhea berguling ke samping, sehingga beban di punggungnya terlepas. Refleks ia menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya melihat seorang pemuda berjaket denim meringis akibat luka yang terdapat di area wajahnya.
Takut? Tidak, Andrhea tidak takut melihat pemuda itu, melainkan ketampanan dan ketegasan yang sangat jelas tergambar di wajah pemuda di sampingnya. Mimpi apa gue semalam sampai ketemu sama pangeran tampan, batinnya.
'Dukkk'
Sebuah topi berwarna biru langit mendarat dengan tepat di kepala Andrhea membuat sang empu tersentak kaget. Perempuan berseragam putih abu-abu menatap ke arah pemuda berjaket denim dengan tajam, tetapi menurut pemuda itu tatapan Andrhea tidak mampu membuatnya takut.
Pemuda berjaket denim berdiri sambil mengibaskan jaketnya yang kotor. "Apa lo, lihat-lihat?" sentaknya.
Andrhea mendengus sebal. "Heh, kecebong jangkung! Jadi orang nggak usah terlalu pede deh!"
Andrhea berdiri dan ingin pergi dari tempat itu, tetapi kerah baju belakangnya di tarik oleh seseorang. Dan sebuah bogeman pun tidak terelakan lagi.
Dua kali sudah Andrhea mencium tanah dengan suka rela. Umpatan kasar keluar dari mulutnya.
Dengan bertumpu pada kaki kanannya, Andrhea bangkit sambil menatap tajam sosok yang membuat dirinya terjatuh.
"Heh, kutil kuncrit! Enak banget lo rusak wajah gue. Memang lo kira wajah gue ada garansinya!" teriak Andrhea dengan nafas tidak beraturan.
Tanpa rasa takut dengan jenis kelamin lawannya, Andrhea maju menarik kerah baju lawannya dengan kencang. Sekali bogeman membuat lawannya jatuh seketika.
'Husssh'
Dengan angkuhnya Andrhea meniup kepalan tangannya yang baru saja membuat lawannya tumbang. Berbeda dengan pemuda berjaket denim yang meringis melihat kelakuan perempuan di depannya.
Pemuda berjaket denim itu pun pergi meninggalkan Andrhea tanpa berterima kasih lagi.
Andrhea gemas melihatnya. "Woy... Cowok topi biru! Jangan kabur lo!" teriaknya.
Emosi Andrhea semakin memuncak saat ucapannya dianggap angin berlalu. "Dasar bocah songong, lo!"
Andrhea pergi dari tempat itu dengan perasaan dongkol sambil meremas sebuah topi berwarna biru. Terlihat ketiga temannya berlari menghampiri dirinya.
---o0o---
Jangan lupa vot & comment sebanyak-banyaknya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Look At Me
Teen FictionJudul diganti menjadi "Please, Look At Me" (Sebelumnya-Di Balik Topeng) (Follow sebelum baca) Keajaiban. Ya, saat ini aku menunggu kata itu datang dalam kehidupanku. Merubah segala apapun yang membuatku benci untuk terus-menerus bersembunyi. Apak...