Judul diganti menjadi "Please, Look At Me" (Sebelumnya-Di Balik Topeng)
(Follow sebelum baca)
Keajaiban. Ya, saat ini aku menunggu kata itu datang dalam kehidupanku. Merubah segala apapun yang membuatku benci untuk terus-menerus bersembunyi.
Apak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku mau coba target vote 50 sama comment 30. Kalau bener sampe, nanti aku update cepat.
______________________________________ Kabar baik atau buruk?
08 Februari 2020
Aku sangat berterima kasih pada mereka, sudah mengizinkan aku melihat bagaimana dunia menjahatiku dan perlahan-lahan membunuhku. Tidak masalah jika dunia yang membunuhku, tetapi yang menjadi permasalahannya ada pada yang menempatinya. Ya, itu mereka. Menganggapku tiada, namun ragaku ada di hadapannya.
_
Tertanda, Manusia Palsu_
Baru saja aku menutup buku yang ada di hadapanku. Mengeluh bersamanya atas apa yang aku rasakan. Terkunci dalam suatu ruangan membuatku terbiasa. Sepi dan gelap, menjadi pewarna dalam hidupku.
Aku tertawa miris saat melihat tubuhku memakai gaun putih sederhana, aku termenung memikirkan kejadian tadi. Untuk apa aku memakai gaun ini, jika hanya untuk terkurung dalam sangkar kelam. Suara alarm perutku berbunyi. Ah, sampai lupa bahwa aku tidak mengisi perutku sejak siang, padahal hari sudah malam.
Suara deru mesin mobil masuk dalam gendang telingaku. Ternyata mereka mulai berdatangan. Aku buru-buru melangkah mendekati jendela. Gerimis membuat jendela mengembun, aku pun menyekanya walaupun masih tampak buram.
Di sana, banyak orang berdatangan memenuhi taman samping rumahku. Gerimis tidak membuat mereka menepi sejenak dalam kebahagiaan yang sedang dirasakan oleh sepasang suami-istri. Mereka adalah orang tuaku.
Pasti kalian bertanya-tanya kenapa aku masih berada di kamar, kenapa tidak bergabung bersama mereka. Jawabannya adalah aku yang tidak terundang. Bukan hanya tidak terundang, melainkan bahwa kehadiranku akan membuat pesta mereka berantakan.
"Nanti, kamu pakai baju ini, ya," pinta Anna memberikanku sebuah gaun berwarna putih polos.
"Aku juga pakai baju yang sama kayak kamu. Biar kita dianggap kembar sama orang lain," lanjutnya. "Eh, padahal kita memang kembar dari lahir ya." Anna terkikik geli saat mengingat ucapannya.
Aku mengangguk. Tidak ada senyum di bibirku. Aku bukannya tidak bahagia atas pesta yang diadakan kedua orang tuaku dalam rangka ijab qabul keduanya. Namun, aku resah memikirkan perilaku ayah saat mengetahui aku ikut dalam pestanya.
"Jangan khawatir, biar aku yang bilang sama ayah nanti." Suara Anna menyadarkanku dalam lamunan kegelisahan hatiku.
"Makasih, Anna."
"Sama-sama. Kita ini saudara." Anna memelukku dengan erat. Hatiku menghangat hingga seulas senyum tersungging di bibirku.
Melihat diriku di cermin membuatku tersipu malu. Ya, ini adalah hari kedua aku ikut acara bersama mereka. Menjadi bagian dari salah satu diantara mereka. Rasa bahagia sudah tidak tertahankan.