7

803 29 0
                                    

Para guru magang kembali ke kantor setelah bel istirahat kedua berbunyi. Mereka resmi menempati sebuah ruangan seluas 5x3 meter yang menjadi basecamp guru magang. Mereka menyebutnya kantor karena ruangan ini hanya akan digunakan oleh mereka untuk keperluan mengajar. Di luar itu, mereka memilih ke kantin atau ke gazebo-gazebo untuk melakukan kegiatan lain. Bukan apa-apa. Tetapi ruangan ini hanya bersekat triplek dengan ruang guru. Ruangan ini dibuat dadakan tiga tahun lalu saat mulai berdatangan guru magang ke sekolah ini. Jelas saja pembicaraan mereka akan terdengar sampai ruang guru yang hanya bersekat triplek itu.

Sayla menyiapkan mapnya yang berisi RPP, daftar absen yang baru dia dapatkan dari Pak Rendra dan beberapa spidol papan tulis berwarna-warni. Sayla sengaja mengumpulkan berbagai warna agar papan tulisnya tidak terlihat memusingkan ketika dilihat murid-muridnya. Dengan warna-warni ia yakin akan mampu mengubah mood muridnya menjadi lebih baik.

"Emangnya hari ini elo langsung ngajar?" tanya Dana yang melihat Sayla sibuk menyiapkan peralatan.

Sayla mengangkat bahu. "Belum tahu sih. Cuma buat jaga-jaga aja. Biar keliatan niat!"

"Dengan elo bawa spidol warna-warni itu udah keliatan kali kalo elo emang niat!" sahut Rani sambil memberikan penekanan pada dua kata terakhirnya. Sayla nyengir.

"Ya udah deh, gue mau ke ruang guru dulu. Habis istirahat gue harus masuk kelas. Duluan ya, Bapak Ibu guru!" seru Sayla dengan semangat.

"Gue nggak nyangka Sayla secepet itu jadi ceria setelah tadi hampir nangis pas denger kalo kelas XI TKJ 5 kelas terburuk." Celetuk Tara yang diiyakan oleh yang lain. "Mood swing banget!!"

"Kayaknya dia bakalan jadi yang gampang bikin kita ketawa diantara yang lain!" tambah Ari.

Tanpa sadar, mereka sudah membuat circle mereka sendiri di antara guru magang yang lain: Dana, Sayla, Ari, Rani dan Tara.

***

Sayla memasuki ruang guru. Ia tersenyum kepada beberapa guru yang berpapasan dengannya. Namun sudah bisa ditebak, tidak semua guru membalas sapaannya. Kebanyakan lebih terlihat jutek. Tetapi Sayla tidak peduli. Selama ia tidak melakukan kesalahan, ia akan tetap bersikap seperti itu.

"Mbak Sayla sudah siap?" tanya Pak Rendra saat melihat Sayla berdiri di depan mejanya.

Sayla mengangguk. "Siap, Pak!"

"Sepertinya anak-anak lebih siap lagi bertemu dengan guru barunya. Siang siang begini biasanya mereka sudah mengantuk dan malas-malasan. Saya yakin ketika mbak Sayla masuk kelas, anak-anak akan langsung cerah seperti baru dapat sarapan pagi!" seru Pak Rendra seraya tertawa geli saat berjalan menuju kelasnya. Sayla hanya tersenyum tipis. Melihat tawa Pak Rendra membuatnya menahan napas. Pantas saja banyak kelas yang ingin diajar oleh beliau, senyumnya bikin melting! Batin Sayla.

Sayla baru saja melangkahkan kaki di kelas XII TKJ 4, namun suasana yang tadi sepi karena kebanyakan dari siswanya tidur langsung gaduh.

"Wah, ibu guru cantik akhirnya masuk kelas kita!" seru seorang siswa yang tidak tertidur dan menyadari kehadiran Sayla. Sontak seluruh teman-temannya yang tertidur bangun dan langsung terperangah mendapatkan pemandangan segar di siang bolong begini.

Kali ini, Pak Rendra memberikan isyarat untuk Sayla menyapa murid-muridnya terlebih dahulu.

"Selamat siang anak-anak!" seru Sayla dengan semangat yang disambut cengiran lebar di wajah muridnya.

"Selamat siang, Ibu guru!"

"....yang cantik!"

"...aku nggak mau jadi anakmu!"

"Heh, cukup!" seru Pak Rendra dengan tegas. "Saya perkenalkan dulu. Ini adalah Bu Sayla Adistya. Ibu Sayla ini akan menjadi guru magang di sini selama tiga bulan. Jadi Bu Sayla akan mengajar kelas ini selama tiga bulan."

"Kurang lama!"

"Tambahin dong!"

"Selamanya juga boleh!"

Pak Rendra hanya menghela napas. "Selama tiga bulan, Bu Sayla akan menggantikan saya mengajar di kelas ini. Selama tiga bulan juga, saya minta kalian bersikap baik pada Bu Sayla. Jangan membuatnya marah. Apalagi sampai membuatnya menangis seperti guru magang sebelum-sebelumnya!"

Kalimat terakhir Pak Rendra membuat Sayla menelan ludah.

"Ya enggak dong!"

"Pasti kita jagain, Pak!"

"Selamanya kalo boleh!" mereka terus-menerus bersahutan.

"Baik, saya pegang janji kalian. Sekali saya mendengar Bu Sayla mengadu tentang kenakalan kalian, saya pastikan itu terakhir kali kelas ini dimasuki oleh Bu Sayla. Mengerti?"

"MENGERTI BAPAK!" jawab satu kelas kompak.

Sayla kagum dengan ketegasan Pak Rendra yang baru sekali ini ia lihat. Tadi pagi Pak Rendra masih santai ketika murid-muridnya berceloteh. Mungkin karena kelas tadi tidak diajar oleh Sayla sehingga Pak Rendra masih bisa santai. Sedangkan di kelas ini, Sayla akan bertemu terus-menerus dengan mereka selama tiga bulan. Tentu saja Pak Rendra tidak akan membiarkan guru magangnya ini sampai kewalahan menghadapi anak-anaknya. Selain karena itu tanggung jawabnya, Pak Rendra merasa tidak tega melihat anak-anaknya menjahili Sayla. Ia akan melakukan sebaik mungkin untuk membuat Sayla bertahan magang di sini. Di sisinya. Eh? Kenapa jadi mikir buat diri sendiri? Batin Rendra bingung.

"Silakan Bu Sayla mulai berkenalan dengan anak-anak. Saya akan menemani Bu Sayla hari ini." ujar Pak Rendra seraya berjalan ke belakang kelas. Ia duduk di belakang kelas seraya mengamati Sayla yang akan berkenalan dengan murid-muridnya.

"Oke, tadi Pak Rendra sudah mengenalkan nama saya. Kalian bisa panggil saya Bu Sayla!" serunya antusias.

"Bu Say!?" seru suara dari belakang.

"Bu Sayla. Kalau kalian hanya memanggil tiga huruf pertama, bisa dipastikan saya tidak akan menoleh. Oke ada yang ditanyakan sebelum gantian kalian yang berkenalan?"

"Rumahnya dimana Bu?"

"Saya di sini mengontrak rumah. Di perumahan tenun. 25 menit dari sini naik gojek."

"Wah, kan sayang uangnya buat bayar ojol."

"Mending saya jemput!"

"Nanti saya yang anterin!" seru siswa di kelas ini bergantian membuat Sayla hanya tersenyum tipis.

"Bu, bagi nomor WA dong, Bu. Biar nanti kalo kita ada kesulitan tugas bisa langsung tanya sama Ibu. Kan kita udah kelas tiga. Pelajarannya makin banyak. Kita makin pusing." Ujar siswa berambut keriting di depannya dengan wajah memelas yang diiyakan oleh teman-temannya.

Sayla tersenyum. "Oke, silakan dicatat ya." Sayla segera menuliskan nomornya. Awalnya Sayla sanksi akan memberikan nomor teleponnya. Akan tetapi, ini kan untuk kepentingan magangnya. Lagipula palingan mereka hanya iseng satu dua kali mengiriminya pesan.

Lalu muncul pertanyaan-pertanyaan lain yang membuat Sayla kelabakan. Tentunya itu hanya akal-akalan para siswa agar Sayla terus berbicara yang sesekali dibarengi dengan senyum manisnya. Pak Rendra di belakang hanya tersenyum seraya menggeleng melihat tingkah anak-anaknya. Memang sudah dua tahun terakhir mahasiswa magangnya adalah laki-laki. Baru kali ini ia mendapatkan mahasiswa magang perempuan sebaik dan sekalem Sayla. Dengan gayanya yang tampil santai namun tetap elegan, Sayla mampu menyihir siapapun yang melihatnya. Mengingat bagaimana Pak Rendra tadi pagi bertemu dengan Sayla untuk pertama kali dan mendapatkan senyuman manisnya membuatnya tertawa kecil. Hentikan! Dia hanya guru magang! Cegah Rendra dalam hati. Diam-diam dia menyimpan nomor telepon Sayla yang terpampang di papan tulis.

-Waktu yang Salah-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang