4

1K 30 4
                                    

Sayla segera keluar dari kamarnya dengan setelah blus putih dan rok span hitam, ketentuan seragam mengajar dari sekolahnya di hari pertama. Memang, hari ini ia dan mahasiswa lain hanya diantar saja dan tidak langsung mengajar. Akan tetapi banyak yang ingin Sayla lakukan sehingga ia berpenampilan lebih rapi dari yang seharusnya.

Nana yang melihat Sayla sudah bersiap sedikit kaget. "Udah siap aja jam segini. Biasanya masih mau mandi."

"Ya kali gue kayak gitu terus. Gue sekarang kan jadi ibu guru!" Sayla mengibaskan tangannya dengan senyum yang dibuat-buat. Nana hanya tertawa kemudian melanjutkan pekerjaannya. Di antara mereka bertiga, hanya Nana yang tidak mengambil jurusan keguruan. Ia mengambil jurusan desain komunikasi visual untuk menyalurkan kecintaannya pada dunia desain.

"Laras udah berangkat?" tanya Sayla sembari mengenakan pantofel kremnya. Pantofelnya memiliki hak lima sentimeter. Ia sempat berkeinginan untuk membeli yang lebih tinggi. Namun mengingat dirinya akan wara-wiri di sekolah, ia mengurungkan niatnya. Jadi Sayla hanya mengambil pantofel berhak lima sentimeter, tiga sentimeter dan flat shoes untuk digunakan bergantian.

Nana memutar bola matanya. "Sejak kapan dah si Laras jam segini udah berangkat? Dia masih konser noh di kamar mandi."

Sayla terbahak. Kemudian ia berdiri, merapikan blusnya dan mencangklong string bag kesayangannya.

"Elo ke sekolah mau pakai string bag? Yang feminin dikit dong, ibu guru!"

"Na, gue hari ini belum ngajar. Masih liat-liat sekolah dulu. Besok gue baru ganti tas. Itupun juga palingan pake totebag. Gue ogah pake handbag. Keliatan mau nyaingin guru-guru di sono!"

"Alasan!"

Sayla cuma meringis kemudian keluar dari kontrakannya. Ia segera memesan ojek online untuk mengantarkannya menuju ke sekolah. Selama di perjalanan, Sayla menata hati dan pikirannya. Semoga segala sesuatu yang buruk hanya ada dalam pikirannya saja. semoga.

***

Sayla turun di depan gerbang sekolah yang bertuliskan spanduk besar SMK KEBANGSAAN. Sayla menghembuskan napas berkali-kali sebelum akhirnya ia memasuki gerbang. Suasana sudah sepi karena pelajaran pertama dimulai. Sayla tiba di sekolah 15 menit setelah bel tanda masuk berbunyi. Ia lantas mendekati gazebo terdekat dan duduk di sana. Mencari-cari sosok mahasiswa yang juga akan magang di sana. Akan tetapi, karena berangkat terlalu pagi Sayla menjadi mahasiswa magang yang pertama datang. Baru beberapa puluh menit setelahnya datang seorang mahasiswa laki-laki dengan setelan yang tidak berbeda dari Sayla: mengenakan kemeja putih, celana kain berwarna gelap dan pantofel. Setelah memarkir motornya laki-laki itu mendekati Sayla.

"Mahasiswa magang juga?" tanyanya tanpa basa-basi.

Sayla mengangguk. "Iya. Kamu juga?" Sayla menggeser dirinya untuk mempersilakan teman magangnya ini duduk.

Laki-laki ini duduk kemudian menyodorkan tangannya. "Aku Dana. Dari jurusan seni. Kamu?"

"Sayla. Jurusan sastra Indonesia. Salam kenal ya." Sayla menerima uluran tangan Dana dan tersenyum.

"Say? Atau La? Atau harus lengkap?" tanya Dana membuat kening Sayla berkerut.

"Kalau lengkap kepanjangan. Mending panggil Sa aja. Tapi aku khawatir siih kalo nanti anak-anak bakalan manggil 'Bu Say'", Sayla menunduk gemas mengingat fakta itu.

Dana tertawa. "Jangan noleh kalau dipanggil Say. Baru menolehlah kalau mereka panggil namamu lengkap."

Sayla mengangguk dan tersenyum. Kemudian keduanya terlibat percakapan seru sampai tiba saatnya untuk berkumpul dengan mahasiswa magang yang lain. Sayla berkenalan dengan banyak mahasiswa dari jurusan lain. Kekesalannya karena salah memilih sekolah sedikit terlupakan.

"Selamat datang kepada mahasiswa dan mahasiswi magang yang di sini nanti akan menjadi Bapak dan Ibu Guru. Sepertinya Bapak dan Ibu Guru ini sudah sangat siap untuk mengajar anak-anak. Tidak perlu bertele-tele, saya persilakan untuk langsung menemui guru pamong saja mengenai pengaturan jadwal mengajar. Sebelum itu, saya mohon satu orang untuk menjadi koordinator yang akan menghubungkan pihak sekolah dengan Bapak Ibu Guru magang maupun dengan pihak kampus. Nanti pada saat jam istirahat saya tunggu di lobi depan, ya. Sekali lagi selamat datang di SMK Kebangsaan dan semoga kerasan." Sambutan dari wakil kepala sekolah berakhir. Segera mahasiswa magang berkumpul dan memilih koordinatornya.

"Siapa nih yang mau jadi koordinator? Ya setidaknya cakap ngomonglah biar nanti enak melobi guru-guru di sini kalau ada masalah. Hehe." Ujar Ari, mahasiswa jurusan teknik otomotif.

"Enaknya cowok aja deh. Itu kan wakil kepala sekolahnya cewek. Biasanya kalo sesama cewek gampang nggak akurnya." bisik Rani, mahasiswi jurusan teknik informatika.

"Yang paling penting sih, bisa ngasih kelonggaran buat ngantin. Itu yang paling disukai dan bisa menaklukkan hati semua orang." Celetukan Dana membuat semua mata menolah padanya. Dana mengernyitkan kening. "Kenapa?"

"Gue baru inget. Sedari tadi elo kan yang paling aktif tanya-tanya sama wakepsek tadi. Doi juga ngelirik elo terus pas ngasih sambutan. Elo aja deh, bro." Tunjuk Tara, guru olahraga tanpa basa-basi.

"Boleh tuh. Elo supelnya kebangetan. Salurkan pada hal-hal yang bermanfaat." Tambah Rani.

Dana menoleh ke arah Sayla. "Elo dari tadi diem aja. Gimana?"

"Ya ngapain harus minta persetujuan gue? Kalo elo iya, gue juga ngikut daah!" jawab Sayla lebih santai daripada saat perkenalan tadi.

Dana merengut. "Yah, padahal gue mau cari pembelaan. Ternyata elo lebih kejam, Say."

Sayla memukul lengan Dana kesal. Dana cuma cengar-cengir.

"Oke deh! Gue siap jadi koordinator kalian. Tapi, sesantainya gue, gue nggak suka kalo sampai ada yang bolos nggak bilang. Terserah apapun alasan lo, tolong kabarin. Biar kalo ditanya, gue bisa mikirin alasannya apaan!" seru Dana tegas.

"SIAP!!" jawab yang lain kompak membuat Dana geleng-geleng.

-Waktu yang Salah-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang