30

513 14 0
                                    

"Sudah selesai semua?" tanya Sayla saat melihat jam di tangan kanannya menunjukkan waktu pelajaran akan segera berakhir.

"Sudah, Bu!"

"Ya udah, yuuk segera dikumpulkan!" perintah Sayla.

Tetapi Alreza yang berdiri mengambil pekerjaan teman-temannya dan mengumpulkannya menjadi satu. Sayla memintanya dari tangan Alreza tetapi ditepis.

"Nggak usah, Bu. Saya bawain aja."

Sayla hanya mengangguk. "Oke. Terima kasih ya. Selamat pagi!"

Sayla segera keluar kelas dan diikuti Alreza.

"Kamu ke kantor sendiri ya. Taruh buku ini di mejanya guru piket aja." Sayla hendak melangkah masuk ke kelas di sebelah kelas XI TKJ 5.

"Lah, Bu Sayla mau ngapain?" tanya Alreza bingung.

"Saya mau piket lagi di kelas ini. Males kalau harus naik turun cuma buat naruh buku itu aja. Kamu mau kan bantuin saya?"

"Apa sih yang enggak buat Ibu!" Alreza tersenyum. Sayla hanya memutar bola matanya kemudian masuk ke dalam kelas XII TSM 5.

"Waah, selamat pagi Bu Sayla!" pekik seseorang dari bangku paling belakang membuat seisi kelas segera menatap Sayla.

"Selamat pagi! Ini jamnya Bahasa Daerah kan ya?" tanya Sayla. Beberapa siswa yang tadinya berkerumun segera duduk di bangkunya masing-masing.

"Iya, Bu!" jawab seisi kelas.

"Ini ada tugas untuk membuat cerita cerkak. Di buku paket sudah ada contohnya. Temanya bebas. Segera dikerjakan dan dikumpulkan hari ini juga ya." perintah Sayla kemudian melakukan presensi seperti biasa.

Sayla berkeliling kelas. Mengingatkan siswa yang belum juga mengerjakan tugasnya. Saat ia melihat ke jendela di depan kelas, ia melihat Alreza tersenyum padanya. Sayla balik tersenyum. Bukan apa-apa. Sebagai tanda terima kasihnya karena Alreza sudah mau membawakan buku tugas ke meja guru piket.

"Bu, kok nggak ngajar di kelas ini sih, Bu?" tanya siswa di sebelahnya yang sedang sibuk memainkan game-nya padahal Sayla sudah menyuruhnya mengerjakan tugasnya.

"Ya kan guru pamong saya nggak ngajar di kelas ini. Jadi saya nggak kebagian ngajar di kelas kalian."

"Emang guru pamongnya Bu Sayla siapa?" tanya siswa yang lain.

"Pak Rendra."

"Wah, kok cocok banget Bu, sama Pak Rendra! Bapaknya ganteng, Ibu juga cantik!" sahut siswa yang sedang berkeliling mencari contekan.

"Bisa aja kamu." Jawab Sayla seraya tertawa.

"Bu Sayla tinggal dimana?" tanya siswa yang tadi bermain game.

"Di Perumahan Tenun. 25 menit kalau dari sini."

"Wah, jauh juga, Bu." Jawabnya. "Bawa motor?"

"Enggak. Biasanya naik Go-Jek. Atau kalau enggak nebeng temen."

"Nggak capek, Bu? Saya aja yang cuma 15 menit dari rumah kadang udah gempor. Bahkan males." Celetuk siswa lain.

"Ya capek sih. Tapi ya nggak apa-apa. Toh di sekolah juga capeknya ilang kalo dipake ngajar. Apalagi ngajar di kelas yang ceria. Nyenengin!"

"Hoo ya iyaa dong, Bu! Kelas ini apalagi. Ceria banget!" sahut siswa yang sedang mencontek dengan bersemangat.

Lagi. Sayla merasa adanya penerimaan di sini. Suasana kelas ini benar-benar menyenangkan. Meskipun terkadang sulit diatur. Tetapi mereka sangat ramah padanya. Usahanya untuk menguasai kelas tidak terlalu sia-sia.

***

"Sa, lo nggak pulang?" tanya Dana saat melihat Sayla masih berkutat dengan laptopnya.

"Belum, Dan. Masih ada yang harus gue kerjain nih!" Sayla menunjukkan tabel penilaian. "Kalo mau pulang, pulang aja duluan. Nanti gue bareng yang lain aja."

"Yang lain?" Dana mengerutkan keningnya. "Ini udah sepi kali, Sa. Tinggal elo sama gue doang!"

Sayla menengok kanan-kirinya. Sepertinya karena terlalu fokus mengoreksi tugas murid-muridnya, ia sampai tidak menyadari keadaan ruang guru magang yang sudah sepi. "Oh iya, udah sepi." Sayla meringis. "Ya udah, nanti gue ngojol aja. Udah lama juga nggak ngojol saking seringnya elo tebengin!"

"Beneran nggak apa-apa? Atau gue tungguin aja?"

"Elah, nggak usah. Nggak apa-apa kok gue ngojol aja. Gue nggak mau bergantung terus sama elo!" Sayla menjulurkan lidahnya.

Dana tertawa. "Ya udah, gue duluan ya! Cepetan pulang, jangan jadi penunggu basecamp lo!" Dana mengacak rambut Sayla yang sudah digerai setelah tugas piketnya selesai.

"Iyaaaa!" Sayla merapikan rambutnya dan segera kembali berkutat dengan pekerjaannya.

"Sayla belum pulang?" suara Rendra mengagetkan Sayla.

"Eh, Pak Rendra! Belum, Pak. Ini masih menyelesaikan rekap nilai. Keburu lupa." Sayla tersenyum. "Ada apa ya, Pak?"

"Ini, materi dan tugas yang perlu Sayla berikan kepada kelas-kelas yang saya tinggal nanti. Sudah saya siapkan beserta kunci jawabannya, jadi nanti Sayla bisa langsung koreksi dan rekap nilainya juga."

Sayla bengong. Ia tidak menyangka Pak Rendra menyiapkannya sampai sedetail itu. Benar-benar tidak ingin merepotkan orang lain.

"Ada yang kurang?" tanya Rendra.

"Oh, enggak kok, Pak. Sudah cukup. Terima kasih, Pak! Sampai dibuatkan kunci jawabannya juga. Hehehe." Sayla tertawa membuat Rendra ikut tertawa.

"Iya. Saya nggak mau kamu merasa terbebani. Kamu udah pegang tiga kelas, kalau ditambah kelas saya yang lain bisa sampai belasan. Saya nggak mau kamu pusing selama dua minggu ini. Ingat, tetap fokus sama kelas kamu ya. Anggap saja kelas-kelas saya ini sebagai selingan kamu dan media kamu mempelajari karakter siswa."

Sayla tersenyum dan mengangguk. Ia benar-benar tidak salah mendapatkan guru pamong Pak Rendra. Ia begitu mengerti keadaan Sayla dan juga membantu Sayla untuk terus berlatih dalam menguasai kelas. Ia tidak henti-hentinya memberikan dukungan pada Sayla agar tidak takut lagi menghadapi kelas dengan mayoritas laki-laki.

"Semangat ya! Kalau ada apa-apa langsung hubungi saya saja. Nggak usah sungkan-sungkan lho!"

Sayla mengangguk. "Baik, Pak."

"Ini kamu nggak pulang? Yang lain kayaknya udah pulang dari tadi."

"Iya, Pak. Masih memasukkan nilai. Sekalian."

"Mau pulang bareng saya? Saya juga masih ada kerjaan sih. Tapi daripada kamu nanti pulang sendiri."

Jantung Sayla berdegup lebih cepat. Ia tidak mengira akan mendapat tawaran dari guru pamongnya tersebut.

"Eh, nggak usah, Pak. Nanti merepotkan Bapak. Saya biasa ngojek kok, Pak." Tolak Sayla dengan sopan.

"Udah nggak apa-apa. Sekali ini aja. Uangmu mending dihemat buat keperluan yang lain daripada bayar ojek online." Jelas Rendra. "Nanti kalau memang selesai dan mau pulang, kamu tunggu di depan ruang guru ya. Saya benar-benar tidak menerima penolakan."

Rendra langsung keluar dari ruang guru magang. Sayla hanya terdiam.

-Waktu yang Salah-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang