14

590 21 0
                                    

Sayla mendongak melihat nama ruang kelas di gedung lokal F. Tertulis F-2. Sayla mengetuk pintu kemudian masuk.
“Ini kelas XI TGB 4?” tanyanya pada murid perempuan yang ada di meja dekat pintu.
“Iya, Bu. Kenapa ya?” tanyanya balik.
Suasana kelas begitu hening karena kebanyakan siswanya malah tidur. Sayla menggeleng pelan kemudian menatap murid perempuan di depannya.
“Jam pelajaran Bahasa Daerah kan ya? Ini ada tugas, Bu Retno nggak bisa masuk hari ini. Bisa minta tolong teman-temannya dikondisikan?”
Murid perempuan itu mengangguk kemudian membangunkan teman di sebelahnya terlebih dahulu. Ia membisikkan sesuatu dan murid laki-laki di depannya segera membuka mata. Matanya memerah, efek tidur yang pulas sepertinya. Ia menatap Sayla yang tersenyum padanya.
“Teman-temannya yang lain dibangunkan juga dong!” seru Sayla.
Murid laki-laki berambut cepak itu mengangguk antusias. “WOI, BANGUN LU PADA!! IBU GURU CANTIK ADA DI SINI NIIIIH!!”
Sontak, beberapa kepala yang tertunduk di meja terangkat. Mereka mengucek mata kemudian menatap Sayla. Dan beberapa dari mereka langsung terlihat segar.
“Selamat pagi!” sapa Sayla ketika sudah tidak ada lagi yang tertidur.
“PAGI, BU!!” jawab mereka nyaring dengan beberapa senyum lebar.
“Masih pagi kok udah pada tidur sih? Masih jam sembilan loh ini.” Sayla ingat, mereka baru bangun. Jadi ia harus mengumpulkan kesegaran otak muridnya terlebih dahulu sebelum memberi tugas.
“Habis begadang, Bu!”
“Tadi pagi subuh-subuh nganterin emak ke pasar, Bu!”
“Habis nonton konser, Bu!”
Dan banyak lagi jawaban yang lain.
“Oke, cukup ya jawabannya!” Sayla mengangkat kedua tangannya memberikan isyarat agar mereka diam. Mereka menurut. Kelas yang dua per tiganya didominasi laki-laki ini cukup bisa dikondisikan. “Sekarang, cuci muka gantian satu-satu. Saya nggak mau melihat muka bantal di kelas ini.”
Beberapa orang segera berdiri, menuju pintu dan membasuh wajah mereka di wastafel depan kelas. Di sini, setiap depan kelas memiliki wastafel kecil dengan desain yang unik-unik. Sehingga ketika butuh mencuci tangan atau membasuh muka bisa langsung di wastafel tanpa perlu berlari ke kamar mandi.
Setelah menunggu beberapa menit, mereka terlihat lebih segar.
“Yang cewek nggak mau cuci muka juga?” tanya Sayla.
Siswa perempuannya menggeleng.
“Takut bedaknya luntur tuh, Bu!” celetuk seorang siswa berbaju gombrong di belakang.
Sayla hanya tersenyum. “Ya sudah! Yang penting jangan tidur lagi ya!” Sayla menuju meja guru. Ia meletakkan kertasnya kemudian menatap seisi kelas. “Hari ini, Bu Retno berhalangan hadir. Beliau hanya menitipkan tugas kepada guru piket. Dan saya kebetulan dapat bagian untuk mengisi kelas kalian. Saya tuliskan ya tugasnya.”
Sayla mengambil spidolnya dan segera menuliskan tugasnya. Di belakangnya, para muridnya terutama yang laki-laki berkasak-kusuk membicarakan Sayla. Mereka juga mengagumi tubuh Sayla yang hanya tinggi semampai, berisi namun tidak terlihat gemuk tidak juga terlalu kurus dan rambut hitamnya yang dicepol dengan rapi. Juga perangainya yang manis sekaligus ramah. Dapat dipastikan rasa kantuk tidak akan datang apabila Sayla yang menjadi gurunya.
Sayla membalikkan badan dan menatap murid-murid di kelas ini dengan tatapan heran. Mereka menatap Sayla dengan tatapan kagum.
“Oke, itu tugasnya. Silakan dikerjakan ya!” seru Sayla membuyarkan lamunan murid-muridnya itu. Mereka sontak membuka buku pelajarannya dan segera mengerjakan.
Sembari memperhatikan mereka yang sedang mengerjakan, Sayla memperhatikan seisi kelas. Kegugupannya masih ada, tetapi tidak sebanyak saat pertama kali menginjakkan kaki di sini. Ia mulai sedikit terbiasa dengan tanggapan murid-muridnya saat berhadapan dengannya. Meskipun terkadang mereka suka nyeletuk tidak jelas, apabila masih dalam batas sopan Sayla akan memakluminya. Ia tahu, usia remaja adalah usia yang penuh dengan kenakalan. Mereka selalu suka mencoba semua hal tanpa memikirkan dampaknya nanti. Sayla menghela napas saat mengabsen siswanya dan mereka saling melempar celetukan. Mungkin memang ini tantangannya menjadi seorang pendidik, pikirnya.
***

-Waktu yang Salah-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang