20

482 15 0
                                    


Sayla akhirnya menyelesaikan tulisannya menjelang pukul 2 pagi. Ia segera mengecek gawainya yang tadi sempat berbunyi.

Udah malem, Bu. Jangan lupa istirahat. Nanti sakit.

Aku lagi ngumpul sama temen temen

Pesan dari Alreza tak ayal membuatnya tertawa. Dasar bocah ingusan! Sok-sokan perhatian. Sayla segera mengetikkan balasannya.

Maaf, baru selesai nulisnya. Hehe.

Kamu tuh yang harusnya buruan tidur. Besok kesiangan baru tau rasa!

Sayla pergi ke dapur untuk mengambil air minum dan kembali mengecek tulisannya sebelum ia kirimkan. Setelah membenarkan beberapa salah ketik, ia langsung mengirimkan tulisannya pada editor majalah tempatnya menjadi penulis freelance. Ia kembali mengecek gawai. Namun ternyata tidak ada balasan dari Alreza. Barangkali ia sudah tidur, begitu pikir Sayla. Ia pun segera menarik selimut dan segera tidur jika tidak ingin esok kesiangan!

***

Alreza merapatkan jaketnya saat memasuki sekolah. Beberapa luka di tangannya yang memar harus ia tutupi sebelum para guru melihatnya dan akan menimbulkan masalah. Tangannya juga terasa kebas karena terlalu banyak memukuli lawannya.

"Heh!" sapaan Sayla mengagetkan Alreza. "Kok ngelamun?"

Alreza berusaha terlihat tenang meskipun awalnya ia panik. "Ngelamunin Ibu yang semalem nggak bales chat saya."

Sayla memutar bola matanya. "Saya udah bales kok. Tapi jam 2 pagi." ujarnya seraya nyengir. "Kamu tuh yang nggak bales!"

Alreza mengernyit. Kemudian ia membuka gawainya. Ternyata benar. Sayla membalas pesannya. Malah ia yang tak membalasnya karena sepulang "bermain" ia langsung terlelap.

"Oh. Hehehe. ternyata saya yang nggak bales. Maaf ya, Bu. Udah tidur semalem."

Sayla mengangguk kemudian menatap aneh ke arah Alreza. "Kamu tumben pake jaket? Perasaan pagi ini juga nggak dingin?"

Pertanyaan yang sedari tadi dikhawatirkan Alreza akhirnya terlontar dari Sayla, seseorang yang ia hindari untuk pertanyaan itu.

"Em, anu, Bu. Agak nggak enak badan." Jawabnya sedikit panik.

"Oh. Ke UKS sana. Minta obat. Sebelum sakit beneran!"

"Kalo deket-deket sama Ibu gini, sakit saya ilang kok, Bu." Serunya seraya tersenyum menggoda.

"Ih!" desis Sayla kemudian berjalan meninggalkan Alreza yang tertawa. Sayla mengingatkan pada dirinya, ia harus tetap menjaga jarak dengan muridnya satu ini jika tidak ingin mendapat masalah. Masalah hati apalagi.

***

Alreza membuka jaketnya saat tiba di kelas. Ia sudah bolos di jam pertama dan kedua, dan baru masuk di jam ketiga. Teman-teman sekelasnya sudah terbiasa melihatnya memar-memar. Bahkan mungkin satu sekolah ini juga sudah biasa. Tetapi ia hanya tidak ingin Sayla melihatnya. Entah kenapa, ia tidak ingin perempuan satu itu masuk ke dalam bagian ini.

"Berantem lagi lo?" tanya Ivana seraya mengerjakan tugasnya.

Alreza hanya mengangkat alis kemudian duduk di sebelahnya. Ivana adalah dewi penolong Alreza di kelas, makanya Alreza selalu duduk di sebelah Ivana apapun kondisinya. Maka, tak jarang Ivana menjadi tempatnya mencurahkan hati.

"Terus, kenapa hari ini pake jaket? Biasanya juga lo biasa aja." Cerocos Ivana tanpa menoleh.

"Dih, berisik banget sih lo! Gue mau tidur!" Alreza segera menelungkupkan wajahnya di atas jaketnya dan terlelap. Ia hampir tidak tidur karena badannya terasa remuk.

Ivana hanya menggeleng kemudian melanjutkan kegiatannya. Karena jam pertama kosong, Ivana menghabiskan waktunya untuk mengerjakan PR. Sekalian PR Alreza yang belum dikerjakan. Ivana langsung mengeluarkan buku pelajaran Alreza dan menyalin semua PRnya.

"Dasar males! Semua PR nggak ada yang dikerjain. Untung jam matematika kosong jadi bisa ngerjain PR. Kalo nggak, bisa digantung nih anak!" omel Ivana pada Alreza yang masih terlelap.

"Alreza masih tidur, Na?" tanya Bayu pada Ivana.

"Iya tuh. Kayaknya nggak tidur semalem. Habis berantem sama siapa sih?"

"Nggak tau. Tiba-tiba nyerang gue gitu aja. Ya udah, gue minta bantuan Eja dong. Dan lo tau lah siapa yang menang. Meskipun tetep babak belur. Gue obatin di rumah nggak mau. Ya alhasil masih banyak yang bonyok tuh!"

Ivana menoleh. Benar yang dikatakan Bayu, beberapa bagian di tangan Alreza memar. "Dasar bocah!"

"Gue mau ngantin nih. Lo nitip nggak?"

"Enggak deh. Gue masih kenyang. Beliin nih curut aja. Kasian dia mati ntar!" ujar Ivana seraya menunjuk Alreza dengan dagunya. Bayu tertawa kemudian segera menyusul Galang dan Wawan yang sudah terlebih dahulu keluar dari kelas.

-Waktu yang Salah-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang