4 - Alasan

6.6K 1K 71
                                    

"Em.... Gue mau kita pacaran."

"Haaaa??"

Y/n melongo. Tentu saja. Siapa yang tidak terkejut jika ada di posisinya saat ini? Apakah Jeno sedang bergurau?

"Gue serius. Kita harus pacaran. Dan lo gak boleh nolak." Kata Jeno selanjutnya.

Y/n mendelik malas, lalu memutar badan dan beranjak masuk, meninggalkan Jeno.

"Jangan ngarang deh Jen. Apaansi."

Jeno ikut masuk. Mengekor Y/n yang sekarang sudah duduk di sofa. Ia duduk di samping Y/n. Menatapnya penuh harap dan..... sedikit kecemasan maybe?

"Ini bukan permintaan, ini perintah." Ujar Jeno yang membuat Y/n kembali merotasikan matanya.

"Abis kejeduk apaan lo sampe berani ngomong gini sama gue?"

"Haduuu!! Intinya, lo harus nurut sama gue. Kita pacaran sekarang."

"Kenapa gue harus nurut? Emangnya lo siapa gue? Bapak gue bukan. Abang gue bukan. Sepupu gue bukan. Pacar juga bukan."

"Kan sekarang udah jadi pacar."

"Kapan?"

"Tadi, 5 detik yang lalu."

"Bego. Beneran sakit jiwa ni anak." Y/n geleng-geleng kepala, kemudian beranjak pergi.

Ia akan mandi dan bersiap untuk kerja di night club itu. Membiarkan Jeno begitu saja tanpa mau mempedulikannya sedikitpun.

Ketika selesai dengan semuanya, Y/n keluar kamar. Turun ke bawah untuk keluar dari apartemennya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Jeno yang masih duduk di sofa itu.

"Jeno?" Bingung Y/n.

Jeno menoleh. Mengulas senyum manisnya saat lihat Y/n, "Hai, pacar?"

"Pacar pacar. Gue bukan pacar lo."

"Lah? Tadi kan kita udah resmi pacaran. Masa lupa?"

Dengar itu, Y/n mengambil napas banyak-banyak, lalu di hembuskan.

"Terserah lo deh. Gak penting ladenin orang sinting kayak lo." Kata Y/n yang lanjut jalan menuju dapur.

Jeno mengejar, "Kok ngomongnya gitu? Kita kan emang udah resmi pacaran tadi."

Kepala Y/n rasanya hampir mau pecah. Hari ini memang benar-benar dabest bikin Y/n frustasi.

"Gini ya, lo denger baik-baik. Yang namanya pacaran, harus di setujui sama dua pihak. Dan....." Y/n balik badan menghadap Jeno, "Gak ada orang pacaran yang baru kenal satu hari doang." Setelahnya, Y/n kembali balik badan untuk ambil minum di kulkas.

"Tapi..--"

"Daaann satu lagi," Sela Y/n yang lagi-lagi membalikkan badan, "Pacaran itu harus di awali sama yang namanya PDKT. Gak bisa langsung dor gitu aja."

"Yaudah PDKT nya pas udah pacaran. Itu bukan hal yang harus di permasalahin 'kan? Yang penting, lo terima gue jadi pacar lo."

"Gue gak habis pikir ya sama lo. Kenapa lo tiba-tiba nembak gue? Padahal baru kenal satu hari ini. Bahkan, mungkin belum 24 jam. Rasanya janggal. Lo ada niat tersembunyi ya? Hayo ngaku." Y/n memicingkan matanya sambil menunjuk Jeno dengan jari telunjuknya.

"Loh? Emang harus punya alasan kalau mau pacaran?"

"Yaiyalah. Terlebih sama sikap lo yang mencurigakan. Orang kayak lo itu patut di curigai."

Jeno mendecak, "Emangnya tampang gue ada tampang kriminal?"

"Kali aja. Tampang kan bisa menipu."

"Udah ah, gue mau kerja. Lo kudu ikut keluar dari apartemen gue." Sambung Y/n.

"Gue anter?"

"Enggak! Gue bisa sendiri." Tolak Y/n seraya pergi. Dia jadi tidak napsu untuk minum gara-gara Jeno.





-----





Y/n melayani orang yang ingin minum dengan baik.

Jeno? Jeno ada disini. Duduk di kursi bar dan menghadap Y/n. Tadi Y/n kesini pergi sendiri jalan kaki. Membuat Jeno mau tak mau ikut jalan kaki juga.

"Hei cantik~ Mau anggur merahnya dong." Seorang pria dengan penuh tato dan tindik menghampiri bar. Duduk di 1 kursi lebih jauh dari Jeno.

Ia menyodorkan beberapa lembar uang. Y/n mengambil uang itu. Namun pria itu malah sedikit mengambil kesempatan dengan menggenggam tangan Y/n.

Melihat itu, Jeno membulatkan matanya dan menggeram.

Y/n langsung melepaskan tangannya dari genggaman si pria. Sedangkan si pria terus menatap Y/n nakal saat Y/n menuangkan minuman yang di pintanya tadi ke dalam gelas.

"Makasih cantik~" Ucap pria itu.

Ia tidak tau saja, Jeno sudah mengubah tatapannya menjadi tajam. Sangat tajam hingga siapapun yang menjadi incaran matanya akan merasa terancam.

Waktu terus berlalu. Y/n kedapatan banyak orang yang memesan minum padanya. Tentu saja, di club ini yang datang bukan 10-20 orang 'kan?

Jeno pun tak kunjung beranjak dari kursi. Tidak mau pergi berdansa bersama yang lain. Ia hanya duduk di kursi bar. Main hp, sesekali memperhatikan Y/n.





-----





Jam 12 malam ...

Y/n keluar dari night club itu setelah selesai bersiap untuk pulang. Sebelumnya juga ia menyapa orang-orang yang menjadi rekannya.

Y/n keluar, Jeno pun ikut keluar. Tapi ponsel Jeno tiba-tiba berdering. Ada panggilan masuk dari Bibi Kim.

"Bibi Kim?" Bingung Jeno.

Jeno menoleh, dan Y/n sudah jauh.

"Eh Y/n!! Tungguin!!"

Y/n tak mendengar. Jeno jadi bimbang antara me-reject panggilan itu atau mengikuti Y/n pergi. Akhirnya, ia menerima panggilan itu dan berjalan menyusul Y/n.

"Halo Bi. Kenapa telepon Jeno?"

"Maaf ganggu. Ini ada Nascha di rumah."

"Hah?" Jeno berhenti melangkah. Memfokuskan pendengarannya takut-takut salah tangkap.

"Iya. Dia di titipin di rumah sama orang tuanya. Tapi jam segini dia belum tidur."

"Loh kenapa gak di suruh tidur?"

"Nascha nya gak mau tidur, den. Katanya mau nunggu aden pulang aja. Aden bisa pulang sekarang? Kasian non Nascha kalau gak tidur-tidur."

"Aduh bi, bibi gak bisa ngatasinnya? Jeno gak bisa pulang sekarang."

"Kalau bibi bisa, bibi gakan nelepon aden."

Jeno menahan diri untuk tidak memekik kesal.

"Yaudah yaudah. Bentar lagi Jeno pulang." Kata Jeno akhirnya.

"Maaf ya den. Bibi gak maksud ganggu aden."

"Iya bi, gakpapa. Makasih ya bi."

"Iya den."

Setelah panggilan itu terputus, barulah Jeno mengeluarkan pekikan kesalnya.

"Tanteeeeee!!! Kenapa sih bawa Nascha ke rumah??!! Haduuuuuu!!!! Kenapa gak di hari yang laaaiiin???!!!!"

"Loh? Tunggu," Jeno celingukan. "Y/n mana? Kok ngilang? Nah 'kan mampus!!"












TBC

Men In Night Club : Jeno X You [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang