-Visisting Heaven-
Terhitung hari ke dua.
Ya, hari ini, detik-detik terakhirku berjumpa sang ajal yang berarti tinggal tersisa 5 hari lagi.Skenario hidupku bukan seperti di film-film terkenal itu-yang nantinya apabila aku tiada, akan ada orang yang menemukan seonggok buku usang berdebu berisikan catatan harian menyedihkan ini. Lalu dibukanya buku itu dan ia membaca sambil menangis tersedu-sedu hingga ada anak sungai mengalir turun dari mata merahnya. Aku tak akan pernah meminta Tuhan untuk mendatangkan seseorang seperti itu, membayangkannya saja membuatku geli sendiri-tidak, aku muak-mual juga, ingin muntah.
Tidak bercanda, ada sesuatu yang mengoyak isi perutku. Aku benar ingin muntah.
Tapi tidak,
mengapa aku justru terlelap?***
Gelap. Hitam. Tak tampak apa-apa.
Lalu kulihat bukaan sangat terang persis di depan mata."Masuklah, Kami telah menunggumu sejak sangat lama."
Menyeramkan. Karena tidak ada wujud yang berbicara, ah mungkin bukaan itu yang bersuara. Tidak perlu heran lagi, karena sejak sisa hidupku dihitung-hitung oleh kumpulan dokter sialan, memang rasanya tidak ada satupun hal yang berjalan 'wajar'.
Aku tidak menuding tungkai ini untuk melangkah ke sana, mungkin inisiatifnya sendiri yang penasaran untuk mencapai ke tempat yang sangat terang itu. Akupun begitu. Bisa-bisa aku mati lebih cepat jika terus terbekuk dalam ruang gelap. Sendirian.
"Cepatlah sedikit kamu berjalan, waktumu tidak banyak."
"Sebenarnya siapa yang berbicara?" tanyaku pada akhirnya karena tak tahan dengan dahi sendiri yang sudah ntah berapa banyak lipatan terbentuk di sana-karena keheranan.
"Ikuti saja suara ini dan kau Kujamin pasti selamat."
Tak ingin membuat kepala ini bertambah pusing, kuturuti keinginan suara itu hingga cukup jauh aku berjalan.
Aku terpana pada entah apa tempat yang sedang kuinjak ini. Beberapa orang lewat dan melontarkan senyuman. Mereka berjalan anggun layaknya tak punya dosa. Pakaiannya putih bersih dan bercahaya.
Ada banyak permadani disekitarku. Pakaian yang melekat di tubuhku bukan lagi kaos menyebalkan pasien rumah sakit. Aku bak Raja besar dengan pakaian berhias emas.
Di depan mataku ada air terjun yang tiap tetesnya nampak air bersinar-sinar. Dikelilingi pepohonan rindang bagaikan payung untukku. Aroma kesegaran sedari tadi menyeruak di hidung, membuatku seperti diselimuti ketenangan yang tiada habisnya. Kulihat juga susunan rapih keranjang buah-buah segar yang belum disentuh siapapun.
Tunggu.
Apa-apaan ini?
Ini surga kan?
Jadi aku benar, mati lebih cepat?"Bukan begitu, nikmati saja selagi kau mau. Jika sudah merasa kenyang akan semua sajian ini, akan Kuajak kau ke satu tempat lagi."
Aku tersentak kaget hingga melompat ke belakang dan menginjak susunan buah lain. "Ah maaf, siapapun engkau disana, kau mengagetkanku. Tapi akan kunikmati semua ini."
Helaan nafas lega terus berderu. Aku lega karena belum benar-benar mati. Namun semua ini juga sayang jika hanya sebentar saja, jadi kutanya lagi si pemilik suara. "Hei, tapi bolehkah aku tinggal di sini selamanya?"
"Tidak. Belum waktunya, dan belum juga dijatuhkan takdir penentuan untukmu."
Dan....
Aku jatuh-terduduk lemas penuh kesedihan.-Die In 7 Days-
"Many people love heaven because they said "It's a pleasant place." But I do not. It is indeed the best place. But unfortunately millions of people become complacent because remember they will end there. We're all still waiting. You. Me. All of us, will know how the proof will end."Regards, Reyn
Keren ga hagahahah
/pedean bgtOiya
Gw gapunya temen :(
Wanna be friends w/ me? 😔👉👈
KAMU SEDANG MEMBACA
Die in Seven Days [END]✔
ActionOrang-orang ber-jas putih itu bilang, bahwa sisa waktuku di dunia tak lebih dari 7 hari. Tapi, tunggu. Hanya se-klise itu? Apa aku akan benar-benar pergi, ke tempat yang manusia sebut dengan alam baka itu, dalam kurun waktu 7 hari? ||||||||||||||||...