-What an underworld-
"Inilah tempat yang kau tunggu-tunggu."
Aku berputar, memindai sekeliling yang sangat ... mengenaskan. Benar-benar berbanding 180° dengan tempat yang kusinggahi sebelumnya.
Tempat bertanah hitam, berlangit semburat merah menyala. Hawa udaranya panas dan sangat pengap. Darah tumpah dimana-mana. Jeritan penuh siksa yang bersahut-sahutan-lalu aku memindai diri sendiri yang ternyata ....
Telanjang?
Tiada sehelai pun kain yang melekat pada kulit tubuhku. Dan bodohnya aku baru sadar itu.
"Hei, aku tidak pernah mengharapkan datang ke tempat macam ini. Dimana aku sekarang? Hei ... kau masih disana kan?"
Aku menunggu lama dan perasaan ku tak enak. 'Dia' tidak lagi membalas ataupun bersuara. Tak tahu harus berbuat apa sendirian di antah berantah begini, setelah meracau tidak jelas dan mengeluh saja, kuberanikan raga yang dalam kondisi entah sadar atau tidak ini untuk berkeliling. Ya ... setidaknya aku harus mengabaikan manusia-manusia mengerikan yang menjerit kala mereka ditarik kedalam kolam berisikan lahar panas; atau semacammya, aku tak tahu pasti. Intinya aku harus mencari sesuatu, yang paling tidak bisa melapisi badanku ini.
Kutelusuri tiap tapak tanah hitam tandus. Ah iya ... tiada satupun tumbuhan, apalagi pohon disini. Merasa jenuh sendiri sedari tadi hanya berputar-putar tak tahu arah, aku menderap ke undakan tanah terdekat untuk duduk.
Menonton tiap siksa mengerikan yang tersaji persis di depan mata, lalu kurenungkan kata-kata yang Ia ucapkan tadi.
"Inilah tempat yang kau tunggu-tunggu."
Tidak mungkin. Tidak akan pernah. Jelas-jelas ini neraka. Memangnya ada, barang seorang pun yang dengan sukarela mau menceburkan dirinya ke tempat hina dina ini?
Aku tak habis pikir. Oh iya, aku saja lupa cara berpikir. Ini pasti pertanda buruk. Ia marah denganku. Pasti kematianku telah dipercepat. Dan artinya....
Aku berakhir disini?
Ini tempat akhirku berlabuh?
Segudang kecamuk dalam kepalaku melesat hilang secepat kilat bersamaan dengan mataku yang terbelalak saat tiba-tiba, ada banyak tangan-tangan mengerikan yang menarik kakiku; menyeretku kalap kedalam kolam api.
***
Napasku tersenggal tak karuan hingga terasa sesak. Cepat-cepat aku meraba sekujur tubuh. Syukurlah, masih utuh. Lalu baru bisa kuhembuskan napas lega setelah sadar bahwa aku tergeletak membujur di atas ranjang ruang rawat-rumah sakit yang suaananya sudah akrab betul denganku.
Artinya aku masih hidup.
Kugerakkan tulang leherku ke kiri untuk melihat kalender di atas nakas. Sudah hari ke-3 saja. Dan makin kesini aku makin tersiksa dengan segala rangkaian tak masuk akal dalam mimpi.
Mimpiku jika diingat-ingat lagi sebenarnya cahaya; hidayah yang menunjukkan jalan. Tapi kenapa baru sekarang Ia menunjukkannya? Di saat kesempatanku untuk berbenah diri sudah di ujung waktu.
Entahlah,
bahkan aku tak pernah menginkan dunia ini.Bagaimana dulu aku lahir, aku tidak ingat.
Bahkan tidak mengharapkan, jika tahu seperti inilah isinya.
Makhluk jenis apa diriku ini yang bisanya hanya menggerutu tanpa merasa bersyukur. Kelak saat menghadap, aku akan sangat malu pada-Nya.
-Die In 7 Days-
"Hell is incredible. Hell reminds us to always improve ourselves. Hell is crying there, realizing that he is not strong enough to be a sign of God to make people aware, to hold people from entering it and living there."Regards, Reyn
Makasih bgt yg udh mau sempetin baca dan vote gw sayang bgt sm kalian
/menangid terharu😭❣
KAMU SEDANG MEMBACA
Die in Seven Days [END]✔
ActionOrang-orang ber-jas putih itu bilang, bahwa sisa waktuku di dunia tak lebih dari 7 hari. Tapi, tunggu. Hanya se-klise itu? Apa aku akan benar-benar pergi, ke tempat yang manusia sebut dengan alam baka itu, dalam kurun waktu 7 hari? ||||||||||||||||...