Day 6

486 202 98
                                    

-Advice From Mum-

BRAKK!

Tubuhku tiba-tiba saja dihempas kasar ke lantai beralaskan semen dingin.

Tunggu ... penjara?

Betul saja, di hadapanku kini ada pagar besi hitam yang tentunya tergembok sempurna.

Lalu, William? Kenapa wajahnya bercucuran darah begitu?

Willy adalah teman seperbincanganku saat dikurung si sel waktu itu.

Aku merangkak mendekat ke arahnya, namun seketika raut wajahnya berubah penuh amarah.

"Willy ... apa yang terjadi denganmu?"

Direnggut kasar olehnya kerah bajuku, lalu ekspresinya berganti sangat sedih dan tersiksa, ia berkata, "Pergilah kau cepat Pobbie! Jangan hanya diam tak berkutik sepertiku di sini!" ia nampak cemas, napasnya memburu. Ditengoknya ke kanan dan kiri, seperti takut kalau saja ada yang menangkap kami di sini. "mereka akan terus mengejarmu! Kau akan mati perlahan karena tersiksa. Lari!"

Didorongnya aku hingga terjerembap untuk kedua kalinya. Ia terus meneriakkan kata 'Pergi!'. Akupun bergegas membuka gembok sel besi dengan cara apapun; tangan kosong tentunya. Entah ada mukjizat apa, voila!

Baru kucoba tarik pengaitnya, langsung terbuka begitu saja dengan sangat mudah. Langsung aku berlari tak tentu arah ke luar dari sel, lalu ada sekitar 5-6 segerombolan petugas penjara mengejarku dari arah belakang. Mengerikan karena kudengar suara tembakan menjamahi seluruh lorong penjara. Peluh terus mengalir di dahi, dan tungkai inipun terus berlari entah kemana muaranya.

Dan ....
Grep!

Sebelah tangan kanan seseorang menggapai pundak kananku. Tak perlu ditanya seberapa cepat jantung dalam dada ini bertalu. Sekujur tubuhku tremor mendadak. Atmosfer di sekeliling juga seketika berubah. Gravitasi seperti tidak mau diajak berkompromi; memaku kuat kakiku di tempat.

Singkatnya, aku seperti baru saja ditangkap setan.

Kueratkan kepalan tangan, mengambil ancang-ancang menyerang siapapun yang menangkap pundakku ini.

Deg.

"Pobbie ini mama."

Aku otomatis tertarik ke belakang dan jatuh. Sekelilingku berputar seraya isi kepala yang terus berkecamuk. Aku menangis. Betul-betul tangis air mata.

"Jangan! Ngapain mama di sini, hah?!"

Mama mendekat dan aku makin termundur, hingga kurasakan dinding membentur punggung.

"Tenang nak, semua akan baik-baik saja," ujarnya seakan tak ada beban. Dibelainya lembut kepalaku, sembari ia ikut terduduk. Aku masih membisu, sesenggukan, dan gemetar.

"Jika nantinya kamu diberi kesempatan lagi, entah dalam bentuk apa kamu lahir kembali, janji ya kamu akan lebih baik. Kamu kuat, kamu bisa lewati ini."

Dikecupnya keningku, lalu cahaya menariknya dari arah belakang.

Hilang begitu saja.

***

Mimpi.
Lagi dan lagi.

Tuhan memang benar- benar tahu cara yang seharusnya menyiksaku.

Aku tak suka bagaimana mama tiba-tiba datang seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Aku benci caranya, bukan orang yang baru saja memporak-porandakan mimpiku barusan.

Lalu mengapa mama memberi nasihat begitu?

Seakan- akan setelah mati yang dijanjikan ini aku bisa hidup kembali.

Entahlah, hari ke-6 yang berat.
1 hari lagi dan aku tidak sabar membuktikan omongan sok tahu para dokter.

Tidak ada yang segan mendatangi ajal dengan sukarela, akupun tak siap.

-Die In 7 Days-
"Dreams take you to another world. Who knows that you will get some keys by seeing dream? Maybe someone wants to show you a way? Or you will wake up with undescribeable feeling?
Don't hate it. Never."

Regards, Reyn
H-1 pobi mau mati nih wsksksk
Ayo boleh yang mau numpahin krisar
Atau misuh, apa aja terbuka kok :"""'))


Die in Seven Days [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang