Day 1

866 266 115
                                    

-God loves me?-

Tidak akan ada gunanya lagi. Berakhir semua sudah dalam tujuh hari kedepan.

Cih.

Toh, bukan para dokter sok tahu itu yang menentukan durasi hidupku.

Jikalau begitu ....
Siapa yang bisa kupercayai dalam perihal begini?

Jika mungkin Tuhan sayang padaku,
Ah tidak, bahkan tak ada satupun manusia yang mau mendekati pendosa ulung ini.

Jika benar ada-Nya, ia tak akan membiarkanku tersiksa perlahan seperti ini bukan?

Terbaring bak makhluk paling lemah di ranjang khusus orang sakit, menyaksikan kroditnya aktivitas ruangan beraroma obat-obatan, dan ya ... tidak ada yang lebih baik atau buruk dari hal semacam itu.

Kupejamkan mata, sekarang sedang tenang dan sepi. Bahkan hanya suara alat pendeteksi denyut-ah entah apalah itu disebelahku, bunyinya beraturan bagai dentingan jarum jam, namun sedikit miris karena mengingat alat itulah yang pertama kali akan menyuarakan kematianku. Begitu kata dokter berperawakan layaknya kakek tua sepuh; ia yang tetakhir datang setelah makan siang tadi.

Aku benar-benar tak punya teman untuk berbicara disini. Padahal ada sekitar 4 sampai 5 orang di dalam ruangan. Mungkin mereka semua sibuk memikirkan kesembuhan masing-masing. Oh, atau mungkin ada yang kondisinya lebih putus asa dibandingkan aku sekarang.

Sakitku sudah tak terasa lagi. Atau mungkin syaraf-syarafku yang sudah ringsek ini tak mampu lagi mengirim impuls ke otak, sehingga tak terasa apa-apa. Menyedihkan? Iya, dan aku-pun sudah lelah mengasihani diri sendiri.

Kubuka perlahan mataku. Menyoroti semua sudut ruangan menjenuhkan ini. Memindai tiap sisi, masih menelisik sekiranya ada yang menarik untuk diperhatikan. Sama saja, tidak ada apa-apa selain sesekali terdengar suara rintihan pasien lain dari sekat yang berbeda.

Semalam aku bermimpi -, tentang suatu ketika aku masih di sel. Tenang dan jauh dari kecemasan, walaupun sebenarnya tersiksa juga. Tapi setidaknya, aku jauh, sangat aman, dari nasib yang sekarang ini.

Lalu ada sesuatu yang berpendar sangat terang tepat di depan wajahku. Entah cahaya itu yang berbicara atau ada suatu sosok di dalamnya.
"Kami menyayangimu, kembalilah, masih ada secercah harapan yang Kami sisakan untukmu."
Begitu katanya. Lalu aku tersadar, dan segera merapalkan doa apapun yang masih kuingat.

Malam itu bagai air bah yang menerjangku di kala kekeringan. Mengejeutkan, membawa sedikit bahagia, juga ketakutan luar biasa.

Aku sadar. Bahwa Dia masih menyayangiku. Aku tak boleh menyia-nyiakan sisa waktu ini hanya dengan melontarkan segudang keluhan tak berujung. Mungkin ini cara-Nya menyayangiku. Begitu spesial dan mungkin tak ada yang menyamai.

Aku-pun harus lebih menyayangi-Nya.

-Die In 7 Days-
"This chap remaind us something important. This life is just about 0,000001% of neccessary. The rest of it is your afterlife. Then prepare it as much as possible. Believe your Mom; she knows better. Believe what you believe; your God knows you."

Regards, Reyn
Hope corona end just now
Stres bgt fucek sekolah online
Tp aku gabisa melepas keliburan ini😔

Die in Seven Days [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang