Now. Here. Us.

861 97 9
                                    

Jisoo pergi ke rumah sakit yang meminta desain bangunan dari perusahaan mereka. Sebenarnya bukan Jisoo yang melakukan pekerjaan itu. Tetapi karena klien ini tidak mengatakan ya pada selusin desain membuat Jisoo pergi dan mencoba memperbaikinya. Dia membuat sebuah desain dan harus memastikan klien ini mengatakan ya untuk desain itu.

Seperti biasa, klien ini juga kagum ketika melihat Jisoo. Tuan Jang adalah CEO rumah sakit ini.

"Mereka tidak pernah mengatakan bahwa kamu lah yang membuat desainnya. Aku minta maaf karena harus membuatmu datang ke sini," kata Tuan Jang.

Jisoo tersenyum tetapi di dalam hati dia menggerutu. "Tidak apa-apa, Tuan Jang. Itu sudah menjadi pekerjaan saya."

Mereka mencapai kesepakatan dalam waktu kurang dari satu jam. Sebagian besar Tuan Jang berbicara tentang ini dan itu. Hanya sepuluh menit membahas tentang desain bangunan.

"Terima kasih untuk desainnya. Kami akan melakukan renovasi minggu depan. Jika kamu tidak keberatan kamu bisa datang untuk melihat konstruksinya sesuai atau tidak."

Sebenarnya itu tidak perlu tetapi Jisoo hanya mengatakan ya sebagai sikap yang baik. Ponselnya bergetar, sebuah notifikasi baru saja masuk. Dia melihat ponselnya dan tidak menyadari ada tangga di lobi. Dia terpeleset dan jatuh. Dia merasa baik-baik saja tetapi perawat di dekatnya menyarankannya untuk pergi ke UGD.

Jisoo duduk di ranjang UGD. Dia adalah orang yang paling sehat di sana, tetapi perawat tidak mau membiarkannya pergi sebelum dokter memeriksa kondisinya. Dia lelah bergumam 'Aku baik-baik saja' tetapi mereka tidak percaya. Jadi dia hanya menurut dan menunggu dokter datang.

"Dimana dia?" seseorang bertanya.

Jisoo mendengar perawat yang membawanya ke UGD berbicara dengan seseorang. Mungkin itu dokternya. Oke, ikuti saja prosedurnya dan selesaikan ini segera. Dia akan mengatakan bahwa dia baik-baik saja kepada dokter tersebut sampai dia melihat siapa dokternya. Wajah yang sangat dikenalnya muncul di hadapannya.

Jisoo kehilangan kata-katanya ketika dokter itu menatap lurus ke matanya.

"Ini pasiennya, Dokter Park," kata perawat itu.

"Tidak mungkin," katanya.

Dalam hitungan detik Jisoo merasa semua darah keluar dari tubuhnya.

"Tinggalkan kami," katanya kepada perawat lalu perawat itu pun pergi.

"Jinyoung..."

Jisoo perlahan berdiri dan siap untuk membom Jinyoung dengan permintaan maaf.

"Aku... aku minta maaf," dia tergagap.

Tapi dia tidak pernah melanjutkan kata-katanya karena Jinyoung memeluknya dengan sangat erat.

"Berhentilah! Kita bisa bicara nanti. Biarkan aku memelukmu dulu," kata Jinyoung.

Air mata Jisoo jatuh. Ia balas memeluk Jinyoung. Jinyoung bisa mendengar isak tangisnya.

"Aku tidak percaya ini. Aku hampir menyerah untuk menemukanmu. Benar-benar takdir, ya?"

"Maaf," katanya sambil terisak.

"Jangan minta maaf. Aku berhasil mengartikan puisi terakhirmu. Aku tau kenapa kamu pergi. Tidak mengapa, Jisoo. Tidak apa."

Jadi Jinyoung menemukan bukunya di pintu depan rumahnya.

"Aku merasa bersalah karena aku tidak cukup baik menjadi tempatmu bercerita. Dan juga membuatmu salah paham tentang aku dan Nayeon. Kalau saja aku mengakui lebih awal, kita tidak akan menghabiskan sepuluh tahun ini dengan kekecewaan. Aku dulu mencintaimu, Jisoo. Dan masih mencintaimu sampai sekarang. Ini adalah pengakuanku yang kedua. Aku tidak ingin menyesal lagi."

Jisoo tidak bisa berhenti menangis. Dia memeluk Jinyoung lebih erat.

"Aku mencintaimu juga."

"Tunggu!" Jinyoung melepaskan pelukannya. "Kamu belum menikah, kan?"

Jisoo tertawa.

Jinyoung juga tertawa. Dia memeluk Jisoo lagi.

"Tolong ceritakan semuanya. Biarkan aku tau apa yang terjadi padamu dan biarkan aku membantumu. Jika kamu masih tidak yakin padaku, maka mari kita menikah. Kamu mau?"

Jisoo mengangguk di dadanya, "Tentu saja aku mau."

Begitulah akhirnya.

Sekarang. Di sini. Kita.

FIN

Ada chapter spesial berisi Epilogue dan puisi yang ditinggalkan Jisoo untuk Jinyoung. Sila dibaca :)

Now. Here. Us. | JinJiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang