17

5.1K 614 102
                                    

.
.
.

Hari-hari selanjutnya menjadi lebih berwarna bagi Jimin. Keluarganya bersikap lebih wajar, walaupun masih sedikit protektif saat dirinya hendak melakukan apa pun. Walau begitu, Jimin masih tidak diperbolehkan pulang dengan alasan dirinya harus mendapatkan perhatian medis yang lebih setiap harinya.

Hari ini Taehyung menjaga Jimin sendirian. Kedua orang tuanya tengah sibuk entah mengurus apa. Sedangkan Yoongi harus pulang terlambat karena urusan kuliahnya. Kakak adik itu memutuskan untuk bermain game yang turut dibawa ke kamar rawat Jimin karena anak itu cepat sekali bosan. Taehyung yang masih lengkap dengan seragam sekolahnya, terus menemani Jimin bermain dengan penuh semangat, tanpa mengerti jika sang kakak mulai merasa jenuh.

Stick permainan yang dengan sengaja Jimin jatuhkan segera menarik perhatian Taehyung. Pemuda itu segera mengecek kondisi sang kakak takut Jimin akan tiba-tiba pingsan tanpa disadari olehnya.

"Hyung baik-baik saja?" tanyanya saat ia rasa tak ada kejanggalan dari tubuh Jimin.

"Aku bosan," jawab Jimin. 'Bosan' menjadi salah satu kata yang sering terlontar dari bibir yang kini selalu terlihat pucat itu akhir-akhir ini.

"Tapi hyung kan belum diperbolehkan pulang," ujar Taehyung mencoba memberi sang kakak pengertian.

Jimin melemparkan pandangannya ke jendela. Ia ingin keluar, setidaknya dari kamarnya. Taehyung yang menyadari gerak-gerik itu tersenyum tipis. Kakaknya pasti merasa sangat terkurung beberapa minggu ini. Ia bahkan belum menginjakan kakinya di taman rumah sakit.

"Hyung, bagaimana kalau pergi ke taman?"

"Bolehkah?" Jimin segera menolehkan kepalanya ke arah Taehyung dengan mata berbinar. Sejujurnya ia ingin ke sana sejak dua minggu yang lalu, tapi ia tak kuasa meminta.

"Aku akan meminta izin dan membawakanmu kursi roda."

Tapi Jimin kembali memajukan bibirnya. "Aku kan sudah bisa berjalan, Tae."

"Kursi roda atau tidak keluar sama sekali?"

.
.
.

Jimin dan Taehyung akhirnya berada di taman, namun Taehyung tampak lebih diam. Adiknya itu terus memandang langit dengan mata yang kosong, terlihat seperti tengah memikirkan sesuatu.

"Tae?" panggil Jimin sambil menarik ujung seragam Taehyung.

Taehyung yang terkejut segera memalingkan wajahnya pada Jimin. "Eh, ada apa, hyung?"

"Tidak," jawabnya dengan senyuman. "Kau memikirkan sesuatu?"

Taehyung mengangguk singkat dengan kepala yang tertunduk. Jujur saja, ia selalu khawatir mengingat keadaan Jimin saat ini. Nyawa kakaknya itu terancam, tapi bahkan tubuhnya saja tidak memberi sinyal apa pun pada pemiliknya. Taehyung hanya takut jika kakaknya itu pergi diam-diam.

"Tae?"

"Aku hanya memikirkan nenek," jawab Taehyung singkat. Tidak sepenuhnya bohong, karena dirinya memang sedang memikirkan cara bagaimana kedua orang tuanya bisa berdamai dengan sang nenek.

"Aku juga," tanggap Jimin lemas. Dirinya memang kerap memikirkan hal tersebut. Orang tuanya belum memenuhi janji yang telah mereka buat pada Jimin. Setidaknya biarkan ia bicara pada sang nenek yang tidak pernah ditemuinya itu.

Tiba-tiba saja sebuah ide yang bodohnya tidak pernah terlintas di benaknya hadir bersamaan dengan angin yang baru saja berembus.

"Tae! Bagaimana kalau—" ide yang baru saja ingin Jimin lontarkan terpotong oleh seruan Taehyung.

FéeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang