Rumah Tanggaku Rusak, karena Teman Sendiri

7.1K 309 5
                                    


"Sinta. Iihh nggak lucu," jawabku.

"Ssttt ..." ucap Sinta.

Beberapa detik Reza tampak berpikir. "Iya, aku mencintaimu, Nindi Rahayu."

Sejenak suasana menjadi kaku, Diam tak bergeming. Mataku membulat menatap Reza. Sinta dan suaminya senyum-senyum. Debaran ombak kini menghampiri diriku, menghanyutkan tubuhku dengan perlahan seiring irama angin yang sepoi-sepoi. Aku menarik nafas. Membuat diriku tetap sadar. Jangan sampai aku pingsan saking bahagianya.

"Ciie ... ciie ... Rezaa," ucap Sinta.

Aku menunduk malu. Rasanya pipiku benar-benar meleleh. Meleleh seperti marshmallow yang dibakar.

"Ayo ... ayo, Sayang. Kita biarkan mereka berdua." Sinta mengajak suaminya pergi.

Kini tinggal aku dan Reza berdua. Duduk untuk kedua kalinya di dekat api unggun. Angin berhembus lembut. Seakan ikut bahagia untuk diriku. Tapi masih ada yang mengganjal di hati ini. Tentang keluarga Reza.
Reza bangkit dan mengajakku berkeliling. Melihat bunga yang indah di malam hari.
Ada jarak ketika aku dan Reza berjalan. Perasaan kaku membuat kami saling membisu.
Rintik hujan mulai turun membasahi bunga. Sayup-sayup terdengar suaranya menyentuh bunga-bunga.
Aku mencoba melindungi kepala dengan kedua tanganku. Namun Reza membuka jaketnya dan menutupkan ke kepalaku.

Lalu tiba-tiba Reza berlutut di hadapanku. "Nindi Rahayu. Maukah kau menjadi isteriku?"

Daaarr ...
Jantungku meledak. Rasanya seperti tersambar petir. Mendengar perkataan Reza.

"Apa?" tanyaku, kaget.

"Nindi Rahayu. Apakah kau mau menjadi istriku? Mendampingiku dalam suka dan duka? Tidak akan meninggalkanku lagi seperti saat itu?" ucap Reza. Seraya mengulurkan kotak berwarna merah yang berisi cincin.

"Aku ... aku belum bisa menjawabnya," balasku.

Reza memberikan senyuman indahnya. "Tidak apa-apa. Aku akan menunggu jawabanmu."

Reza bangkit dan memberikan kotak itu padaku. Namun aku menolaknya secara halus. Karena aku masih harus berpikir seribu kali. "Maaf. Tapi aku belum bisa menerima cincin ini."

"Tidak mengapa, Nin. Aku akan setia menunggumu," ujar Reza.

Kami kembali ke tenda. Aku masuk ke tenda anak-anak. Dan Reza masuk ke tendanya sendiri. Aku merapatkan gigiku. Kemudian menggigit bibir bawahku. Meremas kedua tanganku. Aah rasanya ingin kuterima saja lamaran itu. Namun aku harus tahu dulu tentang keluarga Reza. Aku tak ingin menyakiti hati wanita lain, demi kebahagianku sendiri. Aku mencoba untuk tidur. Namun mataku tak dapat terpejam. Aku duduk dan kembali baring. Begitu terus sampai aku letih dan akhirnya tertidur.

*****

"Bangun-bangun ... Nin ... Nindi," panggil Sinta.

"Hmm ...." Aku mencoba membuka mataku perlahan.

"Ayo bangun," ucapnya. "Dasar bangkong." Sinta menarik tanganku.

"Sin. Aku ngantuk banget," ucapku.

"Ya ampun, ini udah jam sepuluh, Nindi" kata Sinta.

"Haaah!" pekikku.

Aku langsung mencari gawai milikku, dan melihat jam. "Ya Allah, Sinta. Ini masih jam setengah enam."

"Ha ... ha ... ha ... sengaja. Kamu nggak sholat?" tanya Sinta.

"Aku libur," balasku. Seraya mengikat rambutku.

"Yok, mandi!" ajak Sinta.

Aku dan Sinta pergi membersihkan diri. Lalu kami berencana untuk joging. Tapi malah Sinta sendiri memilih untuk menjaga anak-anak.
Akhirnya hanya aku dan Reza yang jogging. Ada rasa canggung antara kami. Aku memilih diam karena tak tahu harus berkata apa.

Rumah Tanggaku Rusak, karena Teman SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang