Ais sudah selesai mandi dan ganti baju. Dia langsung sibuk menyetel televisi. Lagi dan lagi gawaiku berdering.*Mas Bram*
Apa lagi yang diinginkan Mas Bram dariku. "Assalamu'alaikum.Ada apa, Mas?"
"Wa'alaikum salam. Nin, aku rindu pada Ais. Boleh aku berbicara dengan Ais?" ujar Mas Bram.
Aku menghela nafas dalam-dalam. "Hmm ... aku tanya Ais dulu yah, Mas."
"Kok pakai tanya segala? Aku kan ayahnya!" bentak Mas Bram.
"Iya, aku tahu. Sebentar," balasku. Aku menghampiri Ais yang sedang fokus menonton televisi.
"Sayang. Ini papa mau ngomong sama Ais. Papa rindu," ucapku. Seraya mengelus kepala Ais.
"Ais enggak mau, Bu. Ais takut," balas Ais. Sambil memelukku.
Aku bisa faham kenapa Ais bersikap demikian. Dia melihat semua yang Mas Bram lakukan padaku. Dan rasanya Ais masih trauma akan kejadian malam kelam itu.
"Maaf, Mas. Ais nggak mau ngomong sama kamu," terangku dengan sopan.
"Kenapa? Apa salahku, Nindi? Aku hanya rindu pada anakku," kata Mas Bram.
"Apa kamu lupa Mas. Apa yang sudah dilihat Ais?" jawabku.
"Halah. Itu pasti karena Sinta!" bentak Mas Bram.
"Astaghfirullah, Mas. Jaga ucapanmu. Jangan sembarangan menuduh Sinta. Dia itu wanita baik-baik dan dialah yang melindungi kami disaat kamu tinggalkan kami." Aku membalas dengan nada yang sedikit kuat.
"Maaf ... maaf, Nin. Aku nggak bermaksud begitu. Sekali lagi aku mohon maaf. Aku hanya rindu pada Ais," balas Mas Bram.
"Iya, sudah dulu Mas aku sibuk. Assalamu'alaikum." Aku menutup telepon.
"Aarggh berani sekali dia menyalahkan Sinta. Aku tidak terima itu. Jika hanya aku yang dia caci pasti akan kuterima. Tapi jika Sinta aku tidak rela." Aku berbicara sendiri. Rasanya kesal sekali mendengar kata-kata Mas Bram. Aku melempar gawaiku ke sofa.
"Nindi. Ada apa? Kenapa pagi-pagi sudah merepet?" tanya Reza.
"Eeh, maaf, Za. Aku enggak lihat kamu, maaf," ucapku.
"Iya, tapi kamu kenapa?" tanya Reza. Sambil duduk di sofa dekat Ais.
"Nggak apa kok," balasku. Aku tak ingin Reza tahu masalah tadi.
"Ya, sudah. Sebentar lagi aku pamit pulang yah. Aku ada jadwal pertemuan hari ini," ucap Reza. Tangannya sambil mengganggu Ais.
"Om Rezaa ... Ais geli." Rengek Ais yang mencoba menepis tangan Reza di perutnya.
Mereka tertawa bahagia. Melihat itu perasaanku yang tadinya kesal hilang dan berganti kebahagiaan. Keluarga harmonis. Yah, begitulah rasanya ketika Reza ada di antara aku dan Ais.
Kami sarapan bersama. Lalu aku menyiapkan bekal Ais. Karena Reza berniat ingin mengantar Ais ke sekolahnya. Aku mencium kening Ais. Setelah Ais mencium tanganku. Untuk Reza rasanya aku juga ingin mengecupnya. Namun, kuurungkan karena kami tidak ada ikatan apa pun.Tapi Reza mengelus kepalaku. Sambil melemparkan senyum terindahnya. Rasanya aku ditumpuk oleh cinta yang amat luar biasa dalamnya. Aku sampai merinding karena hal itu. Begitu mereka pergi aku menutup pintu rumah dan tersenyum bahagia. Aku merapikan rumah dengan perasaan yang luar biasa. Tidak pernah kurasakan hal seperti itu bahkan ketika masih menjadi istri Mas Bram. Oowh, bahagianya diriku. Serasa dunia ini turut bahagia karena cinta yang tumbuh dihati ini.
Si Mbak yang bekerja denganku telah datang. Kami menyiapkan semua keperluan untuk juala. Mengadon kue, memanggang, dan menghiasi kue-kue yang akan kami jual. Seperti biasa aku mengajari Mbak agar pandai. Aku berharap si Mbak akan bisa membuat kue sendiri. Kelak jika dia sudah tak bekerja denganku lagi, dia akan bisa membuka usaha sendiri.
Bagiku berbagi resep dengan orang lain itu suatu hal yang membuat hati bahagia. Karena aku percaya Allah sudah menetapkan rezeki seluruh makhluk-Nya. Semut yang kecil saja bisa mendapat rezeki apa lagi kita sebagai manusia. Begitu yang selalu almarhum orangtuaku katakan.
Seandainya mereka masih ada. Mereka akan bahagia melihat cucunya. Tapi mereka juga akan sedih karena rumah tangga anaknya hancur. Padahal sedari dulu mereka selalu berkata, jika aku menikah nanti. Jangan pernah durhaka kepada suami. Tetapi kenyataannya sekarang, suamiku lah yang menyakiti kami.
Sudah pukul 09.45 WIB. Kue kami sudah siap enam loyang. Brownis dua loyang, black forest empat loyang. Memang black forest menjadi salah satu yang paling best seller di tempat kami. Aku sudah menyiapkan segala bahan untuk dekorasinya. Aku meminta Mbak untuk memperhatikan agar dia faham. Setelah selesai aku mengambil gambar dan menguploadnya ke facebook. Alhamdulillah selang lima menit banyak pembeli yang memesan. Yang sudah siap akan di antar oleh Gojek atau Grab.
Banyak sekali yang merespon positif daganganku. Mereka yang sudah membeli dan mencicipi akan memesan untuk lagi. Bahkan mereka tak lupa memberikan testimoni yang membuat hati bahagia.
Aku sedang mengemas pesanan yang akan diantar. Sambil bercengkrama dengan Mbak. Ada seorang pelanggan yang menghampiri. Aku meminta Mbak yang melayani.Tapi setelah pergi ke depan si Mbak datang lagi. "Kak, Nin. Dia bilang mau bertemu dengan kakak."
"Siapa Mbak?" tanyaku. Yang masih sibuk mengemas.
"Aku tak tahu, kak," jawab Mbak.
"Ya, sudah. Mbak tolong tulis alamat di sini yah." Pintaku, seraya menjelaskannya.
"Baik, kak." Mbak langsung menggantikan posisiku.
Aku berjalan ke depan sambil membenahi pakaianku. Dan aku melihat Mas Bram sudah duduk santai di kursi yang tersedia. "Mas Bram! Ada apa?"
"Nin. Aku ingin ketemu Ais dan juga kamu. Aku rindu kalian," ujar Mas Bram. Yang mendekatiku.
Langsung saja aku mundur beberapa langkah. "Sadar, Mas. Kita sudah bercerai."
"Aku tahu. Aku hanya rindu." Elak Mas Bram.
"Ais enggak di rumah, dia masih sekolah," balasku.
"Aku tunggu yah," kata Mas Bram.
"Jangan, Mas ..." ucapku.
"Kenapa?" tanya Mas Bram.
"Aku dan Ais akan pergi," balasku.
"Aku antar yah." Pinta Mas Bram.
"Nggak usah. Kami bisa pergi berdua," terangku.
"Kamu mau pergi dengan lelaki itu kan," kata Mas Bram. Mas Bram mendekati aku. Langsung saja aku menghindar. Namun Mas Bram mencoba mendekat terus.
"Mas. Hentikan!" teriakku.
"Maaf, Nindi. Aku khilaf," ucap Mas Bram. Sambil mundur dan membungkuk.
"Mas pulang saja, yah. Nanti aku akan coba bujuk Ais, agar Ais mau bertemu kamu," jelasku.
Mas Bram mendekat dan memegang tanganku. "Aku mohon, usahakan yah."
Aku tak sadar ternyata Ais sudah berada di depan pagar dan ternyata Reza juga ikut serta. Aku melotot melihat Reza. Dan langsung melepas tangan Mas Bram.
Aku bersiap untuk hal terpenting. Sinta akan membawaku bertemu dengan sepupunya, istri Reza.
![](https://img.wattpad.com/cover/194887719-288-k231718.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Tanggaku Rusak, karena Teman Sendiri
General FictionSeorang perempuan yang bernama Nindi harus menerima kenyataan pahit bahwa suaminya berselingkuh dengan teman masa kecilnya dari kampung. Dibalik kepahitan itu ada secercah cahaya yang diberikan oleh Reza seorang Dokter tampan. Yang ternyata memang...