Rumah Tanggaku Rusak, karena Teman Sendiri

7.3K 335 5
                                    

Jantungku tak karuan, berdebar kencang. Apa lagi yang akan terjadi padaku dan Ais. Aku sudah tidak sanggup jika harus mendapat perlakuan buruk dari keluarga Mas Bram.
Tangan dan kakiku dingin. Aku mondar mandir tak karuan. Takut jika kami akan dihina lagi.
Sekitar tiga puluh menit berlalu, gawaiku kembali berdering.

*Papa*

"Nin, kamu dimana? Papa sudah ada di lobi," ujar Mertuaku.

"Kamar Anggrek No 2, Pa," ucapku.

Tak menunggu lama, Ayah mertuaku pun sampai. Mengetuk pintu, dan aku langsung menghampiri, mencium punggung tangannya.

"Ais sakit apa?" tanya Mertuaku.

"Ais demam tinggi, Pa," jawabku.

"Betul kamu sudah bercerai dengan Bram?" ucap Mertuaku. Seraya menutup pintu.

Aku mundur beberapa langkah. "Iya, Pa. Kenapa?"

Ayah mertuaku mendekat dan terus mendekat, sampai aku terduduk. Aku meringkuk ketakutan, saat tangan Ayah mertuaku mulai memegang pundakku.

"Pa, tolong jangan begini," lirihku.

"Hmm ... kau wangi sekali, Nindi." Endus Mertuaku.

"Pa, ingat saya ini ibu dari cucu Papa!" tegasku.

"Santailah sebentar. Aku menyukaimu saat pertama kali kau menjadi istri anak tiriku, Bram," ucapnya seraya mengelus rambutku.

Aku mencoba mendorong tubuhnya yang tegap. Namun tentu saja aku kalah. Malah kini tubuhku berada di dalam pelukannya.
Saat melihatku ingin berteriak, dia langsung sigap menutup mulutku dengan kuat.

Aku menjerit dalam hati. "Ya Allah. Tolong selamatkan hamba."

Tak lama pintu terbuka. Aku melihat Reza disana. Ayah mertuaku langsung melepaskan pelukannya. Aku berlari menuju Reza.

"Tolong aku, Za. Tolong aku!" pekikku.

Reza dengan sigap, menjerit memanggil satpam. Ayah mertuaku terlihat kebingunan dan mencoba kabur.
Tentu saja Reza tak akan membiarkannya. Terjadi pergelutan yang lumayan dahsyat antara mereka. Akhirnya satpam menangkap mertuaku. Reza langsung membawanya ke kantor polisi.
Reza mengajakku serta, sedangkan Ais dijaga oleh perawat.

Reza membuat laporan atas percobaan pemerkosaan. Ayah mertuaku terus saja berkelah. Dengan deraian air mata, aku menjelaskan semua kejadian.
Reza menjadi saksi ketika ayah mertuaku memelukku.

Ayah mertuaku ditahan dalam sel. Aku dan Reza duduk di halaman kantor polisi. Ternyata ada yang merekam dan mengupload ke sosial media. Tak menunggu lama Ibu mertuaku, Mas Bram, dan adiknya datang semua.
Begitu datang Ibu mertuaku langsung menghampiriku.

Plaak...

"Dasar kau perempuan biadab ...!" ujarnya penuh amarah.

"Ma sudah ... sudah, lepaskan dia," ungkap Mas Bram.

Reza langsung menggenggam tangan Ibu mertuaku. "Heh! Jaga ucapanmu. Lelaki itu ingin memperkosa Nindi. Aku melihat sendiri!" bentak Reza.

"Sabar ... sabar, Bang," ucap Mas Bram. Dan menarik Ibu mertuaku.

"Ini pasti salah paham," ungkap Bela. Adik iparku.

"Tidak. Ini tidak salah paham. Aku melihat lelaki itu penuh nafsu memeluk Nindi!" tegas Reza.

Polisi akhirnya keluar, melihat kegaduhan yang terjadi. Dan mengancam Ibu mertuaku akan ditahan karena mencoba melukai korban.
Terlihat jelas amarah dan kebencian pada mata keluarga Mas Bram untukku.
Reza bersikeras agar kasus ini berjalan dan tidak ada kata damai.  Mataku berkaca-kaca melihat sikap Reza melindungiku.

Aku dan Reza pergi meninggalkan kantor polisi setelah mengurus semuanya. Di dalam mobil, Reza terus saja diam seribu bahasa.

"Za ..." ucapku.

"Iya, ada apa?" jawabnya.

"Kamu bukannya tadi sudah pergi?" tanyaku.

"Iya, betul. Tapi gawaiku tertinggal di ruanganku," ungkapnya.

"Lalu?" tanyaku lagi.

"Lalu? Lalu apa, Nindi!" bentaknya.

"Maaf," ucapku.

"Maaf untuk apa?" tegas Reza. Seraya memukul kaca mobil.

Aku terdiam dan menunduk. Ada perasaan takut yang menyelimutiku.

"Aku melihat lelaki itu masuk. Lalu aku berdiri menunggunya di depan pintu," jelas Reza.

Air mataku pecah tak lagi dapat kubendung. "Ma-af,"

"Kalau aku tidak datang. Entahlah, aku tak tahu apa yang terjadi padamu dan Ais," ujar Reza.

Aku diam seribu bahasa. Reza masih terlihat kesal. Dan akhirnya kami sampai di Rumah Sakit. Aku langsung menuju kamar Ais. Kulihat Ais sedang diperiksa oleh Dokter.

"Dok, bagaimana kondisi anak saya?" tanyaku. Dengan wajah cemas.

"Alhamdulillah. Demamnya sudah turun, dan obatnya juga bekerja dengan baik. Luka dilengannya juga sudah membaik," jelas Dokter. Dan berlalu meninggalkan ruangan.

Kulihat Ais sudah kembali ceria, walau selang infus masih tertancap di tangannya.
Aku menciumi malaikat kecilku itu. Kutahan semua sakit di dada ini demi Ais.
Tak lama gawaiku kembali berdering.

*Suamiku*

Rumah Tanggaku Rusak, karena Teman SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang