11 - DISPUTE

20.6K 2.1K 31
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak yah!

💜

🌙🌙🌙

        Liana hari ini pulang lebih cepat dari biasanya. Oleh karena itu Liana langsung singgah ke mini market untuk membeli keperluan yang sedang kurang di dapur. Otak Liana kembali berputar memikirkan barang-barang yang ia rasa kurang di dapur.
 
        Setelah Liana sudah ingat semua, ia langsung bersegera memilih dan memasukkan semua barang yang ia butuhkan ke keranjang. Lalu setelah selesai, Liana langsung ke kasir untuk membayarnya.

       Liana keluar dari mini market dengan kedua tangan yang menenteng kantong belanjaan. Memang berat, tapi Liana sudah terbiasa.

       Tidak ada kendaraan umum yang lewat, jadi Liana memutuskan untuk berjalan kaki sedikit demi sedikit sampai nanti ada kendaraan umum yang lewat.

       Setelah cukup jauh Liana berjalan, kendaraan umum belum juga datang. Akhirnya Liana memutuskan untuk berjalan kaki saja. Jarak rumah juga tidak terlalu jauh lagi.

       Tapi, langkah kaki Liana terhenti saat melihat seorang wanita yang berdiri dengan dua anak perempuan yang memakai seragam sekolah berwarna merah putihnya. Awalnya Liana tidak paham betul apa yang membuat mereka berdiri di tepi jalan. Tapi setelah Liana melihat satu dari anak perempuan itu menarik rambut anak perempuan yang satunya, Liana langsung mengerutkan alisnya kaget. Terlebih lagi seorang wanita yang ada di sana tidak berbuat apa-apa.

       Saat keadaan semakin buruk. Liana memutuskan untuk menghampiri mereka. Ternyata setelah semakin dekat, Liana bisa mendengar wanita itu marah-marah dan mengatakan hal kasar kepada anak perempuan yang tadi rambutnya sudah tarik.

       "Dasar, anak kurang ajar. Ngapain kamu ganggu anak saya hah?!." wanita itu mendorong bahu kecil anak perempuan itu dengan keras. Hingga anak perempuan itu langsung tersentak dan hampir terjatuh. Untung saja Liana dengan cepat menahannya.

       "Maaf yah bu, tapi tidak usah kasar seperti ini! Dia masih kecil." kata Liana dengan nada bicara yang sangat sopan. Tapi wanita itu nyatanya tidak tahu makna sopan yang sebenarnya.

       "Gak usah ikut campur, ini urusan saya." wanita itu langsung menarik lengan anak perempuan yang ada di depan Liana dan langsung mencubitinya dengan berulang-ulang.

       Liana tentu tidak akan diam. Dengan cepat Liana menghempaskan kedua tangan wanita itu agar dia berhenti mencubiti anak perempuan itu.

       "Berhenti ikut campur, atau saya akan buat Anda menyesal. Saya tidak peduli jika Anda seorang guru."

       "Sekali lagi maaf, semua masalah bisa di selesaikan dengan baik-baik. Tidak perlu sampai main kekerasan seperti ini."

        "Anda tidak tahu masalahnya. Jadi diam saja, lagipula anak ini memang harus di beri pelajaran agar tidak kurang ajar."

        "Memang apa salahnya, sampai Anda kasar seperti ini?"

         "Anak ini, dia sudah membuat anak saya menjadi malu."

         Liana tidak terlalu mendengarkan ucapan wanita itu, kini Liana menatap anak perempuan yang kini ada di dekatnya. Anak perempuan itu terlihat menahan tangisnya.

         "Mau bercerita tentang semua?" tanya Liana dengan lembut. Kemudian anak perempuan itu mengangguk dan mengatakan kejadiaan yang sejujurnya.

         "Aku hanya mengadu kepada wali kelas ku, bahwa Nabila sering meminta uang dan selalu mengambil alat tulis yang bukan miliknya. Aku sebenarnya kasihan kepada teman sekelas ku yang tidak berani bercerita kepada wali kelas ku, jadi aku yang mengatakannya."

          Liana menarik nafas. Sekarang Liana sudah tahu. Wanita ini terlalu memanjakan anaknya sampai di butakan oleh kasih sayang. Ketika anaknya berbuat salah, wanita itu malah membela anaknya mati-matian.

         "Saat wali kelas ku tau, dia marah dan mengatakan bahwa Nabila harus mengganti uang yang ia ambil. Awalnya Nabila setuju, tapi setelah pulang sekolah ternyata dia mengadu kepada ibunya dan mengatakan bahwa aku sudah mengganggunya. Padahal itu tidak benar."

        "Apa Anda sudah dengar? Siapa yang salah di sini."

        Wanita itu langsung mendorong Liana. Dan memaki Liana dengan kata-kata yang tak sepatutnya dia keluarkan.

         "Kau hanya tidak tahu siapa aku, ku pastikan kau akan di keluarkan dari pekerjaan mu. Secepatnya, dan kau anak sialan, karena kau telah mengganggu anak ku dan membuatnya malu. Tentu saja aku akan meminta pihak sekolah untuk mengeluarkan mu juga."

          "Uang Anda tidak akan berarti apa-apa." kata Liana dengan nada sedikit dingin. Lama-lama ia menjadi kesal dengan wanita yang ada di hadapannya ini. Wajahnya yang sangat angkuh serta tingkahnya yang tidak tahu malu. Benar-benar harus di berikan peringatan.

       "Jaga bicaramu, dasar sok pahlawan."

       "Saya tidak sok pahlawan. Ini semua memang kesalahan Anda yang tidak mau menyalahkan anak Anda, meski nyatanya anak Anda benar-benar salah tapi Anda selalu membenarkannya."

       Wanita itu langsung menampar Liana dengan keras. Hingga ujung bibir Liana terluka dan mengeluarkan darah segar. Liana sebenarnya bisa membalas. Tapi Liana merasa bahwa itu bukan tindakan yang benar. Jadi, Liana hanya diam saja merasakan ujung bibirnya yang terasa perih.

       "Tunggu saja berita buruk yang akan menghampiri kalian berdua."

       "Liana?!"

       Wanita angkuh itu segera pergi sembari menarik anaknya. Langkahnya yang lebar membawanya melesat dengan cepat. Sungguh dia sama sekali tidak merasa bersalah setelah semua kesalahan yang dia lakukan.

       Liana yang mendengar suara panggilan itu langsung menoleh dan melihat seorang pria dengan lesung pipi dalamnya. Pria itu berlari dengan cepat dan menghampiri Liana. Sementara Liana justru mengalihnya perhatiannya menatap anak perempuan yang ada di dekatnya, anak perempuan itu menangis sambil tersedu.

       "Apa ada yang terluka?" tanya Liana dan segera berjongkok untuk memeriksa seluruh tubuh anak perempuan itu. Setelah merasa tidak ada luka sedikit pun, Liana langsung memeluk anak perempuan itu. Setidaknya pelukan ini mungkin bisa membuatnya tenang.

       "Maaf karena telah membuat ibu guru terluka." cicit anak perempuan itu dan membalas pelukan Liana.

       "Tidak, ini bukan masalah."

🌙🌙🌙

       Malam ini Liana hanya terdiam di dalam kamar. Ia tidak berniat turun untuk sekedar mengisi perut atau sekedar menyegarkan tenggorokannya yang terasa sangat kering. Air matanya yang tadi mengalir kini sudah mengering. Malam ini sudah malam ketiga semenjak Liana memutuskan mengurung dirinya di kamar tanpa kemana-mana. Ia hanya keluar jika ingin menyiapkan makanan di dapur dan setelah selesai ia langsung kembali ke kamarnya.

       Sheila yang tadinya berusaha mendekati Liana dan mencoba berbicara dengan Liana akhirnya memilih menjauh karena Liana mengatakan bahwa ia tidak mau di ganggu.

       Entah, Sheila tidak tahu masalah macam apa yang telah membuat Liana seperti ini. Sheila benar-benar tidak mengenali Liana sekarang, penampilannya benar-benar kacau. Belum lagi luka yang ada di bibirnya itu belum kering. Hingga lukanya terlihat masih membekas dengan jelas.

       Tapi, Sheila tidak bisa memaksa Liana untuk berbicara. Sheila tahu batasannya jadi Sheila hanya berharap secepatnya Liana bisa pulih dan keluar dari zona kesedihannya.

🌙🌙🌙

Singularity [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang