"Kalau begitu kita keluar untuk makan siang."
Mulut Naira terngangah secara harfiah mendengar perkataan Ditya itu. Naira tau maksud Ditya yang langsung berjalan kearah lift. Pria itu ingin Naira ikut dengan makan siang di luar agar mereka dapat berbicara tentang masalah di luar urusan pekerjaan. Karenanya Naira buru-buru mengambil tas tangan warna hijau tua nya.
Sepanjang perjalanan Ditya sama sekali tidak berkata apapun. Begitu pula Naira. Sehingga hanya deru halus mesin yang mengisi Maserati Levante hitam yang kini dikemudikan sendiri oleh Ditya. Ini bukan kali pertama Naira berada di dalam mobil mewah Ditya. Tentu saja pria itu tidak pernah membiarkan orang lain mengemudikan mobilnya. Ditya dan mobil seperti anak kecil dengan mainannya. Pria itu begitu posesif terhadap mobilnya. Meskipun koleksi SUV dari berbagai merek mobil import ada di garasi rumahnya.
Kerutan di dahi Naira muncul saat pria itu berbelok ke restoran fast food favouritnya. Tentu saja, pria itu melepaskan jas dan dasinya sebelum turun dari mobil. Tapi bagaimanapun, siapa yang menyangka seorang Ditya akan mengajaknya makan siang dengan burger favourit Naira. Tidak perlu ditanyakan lagi betapa mencoloknya Maserati Levante itu di parkiran restoran burger.
"Jadi apa yang mau kamu tanyakan?" Tanya Ditya sambil meletakkan nampan berisi dua set menu burger lengkap dengan kentang dan es krim favourite Naira.
"Kenapa kita kesini?"
"Karena aku lapar dan ingin makan burger." Kata Ditya sambil membuka satu burger dari pembungkusnya dan menyerahkan pada Naira. "Aku tau itu bukan pertanyaan yang ing kamu tanyakan. Jadi apa yang kamu minta Dhito tanyakan padaku?"
Tentu saja Naira menerima burger itu dengan alis terangkat. Pria di depannya ini mengangkat dan menjatuhkan perasaan Naira disaat bersamaan. Pria itu memberikan alasan yang begitu logis agar Naira tidak berharap Ditya tau Naira menyukai burger di restoran ini. Tapi disaat bersamaan pria itu bersikap gentle dengan membawa nampan pesanan mereka. Bahkan membuka kan pembungkus burger untuk Naira.
Naira pun menghembuskan nafas atas sikap bos nya yang selalu sulit ditebak itu. Sulit untuk tetap marah pada Ditya. Selain itu, percuma saja menghindari pertanyaan dari pria itu. Karena Ditya bahkan lebih keras kepala dari pitbull yang tidak pernah melepaskan apapun yang sudah digigitnya.
"Apakah kamu tau tentang rencana kakek hanggara?" Tanya Naira sebelum melahap burgernya.
Naira sempat melihat burger Ditya terhenti sesaat sebelum pria itu mengangguk dan mulai memakan burgernya. "Pagi itu kakek menelfonku."
"Kamu tau alasannya?" Tanya Naira yang akhirnya meletakkan burgernya agar lebih focus pada pembicaran mereka. "Kenapa kakek Hanggara begitu ingin kami menikah?"
Ditya tidak langsung menjawab. Dia memandang mata Naira lewat kacama mata bulat yang bertengger di hidung mungil Naira.
"Aku tidak tau pasti." Ditya memulai. "Tapi satu hal yang pasti. Bahwa tidak biasanya kakek ke Surabaya dulu begitu pulang dari Belanda. Mereka sudah ada disana seminggu sebelum kembali kesini."
Surabaya? Apakah ini ada hubungannya dengan kakek dan nenek kandung Naira. Naira tau bahwa kakek Hanggara bersahabat dengan kakek dan neneknya. Karena itulah Naira menerima bantuan biaya Pendidikan dari kakek Hanggara.
"Kemungkinan memang ada hubungannya dengan kakek dan nenekmu." Kata Ditya seakan tau apa yang sedang dipikirkan Naira. "Kakek bahkan memanggil beberapa pengacara dan notaris ke kantor Surabaya. Jadi bisa dibilang ancaman kakek kali ini tidak main-main. Dia bisa benar-benar mengeluarkan Dhito dari daftar ahli waris."
Sehingga dirinya dan Dhito tidak akan mudah keluar dari keputasan kakek Hanggara begitu saja. Naira harus memikirkan cara lain selain meminta Dhito kabur dari rumah pada hari pernikahan. Karena Naira tau, Kakek Hanggar pasti tidak akan segan mengeluarkan Dhito saat itu juga.
"Tapi kenapa?" Tanya Naira lagi. Meskipun Ditya sudah memberikan kemungkinan jawaban. Tapi tetap saja pertanyaan itu tidak benar-benar terjawab. "Apa karena mereka pernah punya janji? Seperti dalam drama-drama itu?"
Ditya memandang Naira dengan tatapan tidak percaya dan mengeleng sebelum berkata, "Kamu benar-benar berpikir kakek akan mengambil keputusan hanya berdasarkan hal sepele itu?"
"Aku tau." Naira menghela nafas. "Tapi aku tidak bisa memikirkan hal lain. Kenapa harus aku?"
Dengan perlahan Ditya meletakkan cup es krim nya tanpa mengalihkan pandangan dari Naira. "Tidak bisakah kamu berpikir bahwa menurut kakek, kamu memang wanita yang tepat untuk mendampingi Dhito?"
"Tapi Dhito mencintai wanita lain." Sembur Naira dengan nada meninggi karena frustasi.
Sebelum dia membelalakan mata karena sadar apa yang barusan diucapkannya, saat melihat satu alis Ditya terangkat. Naira pun langsung menutup mulut berharap apa yang barusan diucapkan dapat ditarik kembali. Meski tau itu hal yang mustahil. Terlebih yang mendengar ucapannya barusan adalah Ditya. Pria dengan intelegensia tinggi itu akan dengan mudah memahami semua situasi yang sedang terjadi.
"Jadi itu masalah kalian?" Ditya akhirnya terdengan tertarik dengan masalah Naira. "Kalian takut kakek tau bahwa selama ini kedekatan kalian adalah kebohongan yang kalian ciptakan untuk menutupi wanita yang dicintai Dhito."
Naira memutuskan untuk diam. Sama sekali tidak ingin membenarkan kesimpulan tepat yang diambil Ditya.
"Siapa wanita itu?"
Hanya gelengan kepala yang Naira berikan. Meskipun dalam hatinya tau bahwa cepat atau lambat Ditya akan mampu membuatnya mengaku.
"Kamu berpikir bahwa aku tidak bisa mengetahuinya sendiri jika kamu tidak menjawab sekarang?"
Tentu saja pria itu akan dengan mudah mengetahuinya. Diamnya Naira tidak akan berpengaruh padanya. Ini bukan masalah kapan Naira akan memberitahunya atau tidak. Pilihannya ada pada apakah Ditya akan mendengar jawabannya dari Naira atau orang lain. Dan Naira tau apa yang sebaiknya dilakukan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Kamu serius? Dinda?"
Ditya benar-benar sulit mempercayai apa yang baru saja Naira katakan. Meskipun dari sudut matanya Ditya dapat melihat Naira mengangguk-angguk dengan serius. Tapi siapa yang bisa mempercayai kalau adiknya jatuh cinta pada sahabat mendiang istirnya?
"Kak Dinda lah yang berhasil membujuk Dhito untuk kembali mengejar gelas master nya." Imbuh Naira yang akhirnya menceritakan semuanya saat mereka berada dalam mobil.
Dinda memang pernah menjadi guru privat Dhito. Tapi itu sudah lama sekali, saat Dhito SMA untuk persiapan kuliah. Atas bantuan Dinda jugalah Ditya akhirnya mengenal Hana, mendiang istirnya. Tapi Ditya sama sekali tidak pernah menyadari kalau adiknya memiliki perasaan pada Dinda.
Terlebih setelah suaminya meninggal sebulan setelah pernikahan mereka, Dinda tidak pernah terlihat bersama pria lain. Tapi siapa sangka ternyata Dhito berhasil meluluhkan hati wanita yang sepuluh tahun lebih tua darinya itu. Padahal sudah tidak terhitung berapa banyak pria yang sudah ditolak Dinda sejak ditinggal suaminya di usia 25 tahun.
"Kakek tidak akan menerima alasan itu." Ditya akhirnya berkomentar dengan jujur. "Meskipun kakek bukan tipe yang terlalu memikirkan status sosial seseorang. Tapi perbedaan usia mereka yang hampir sepuluh tahun, hanya akan menambah alasan kakek untuk menjodohkan kalian."
"Aku tau itu." Kata Naira dengan sedih
Ditya memelankan laju Maserati nya karena lampu lalulintas, tepat saat membentur-benturkan kepalanya ke kursi dengan frustasi. Ditya tau bahwa seorang Naira yang selalu mendahulukan kepentigan dan kebahagian orang lain, tidak akan mau membuat orang lain bersedih. Terutama karena dirinya.
Karena itulah Ditya memutuskan untuk membantu wanita itu menemukan alasan kenapa Pak tua itu menjodohkan Naira dan Dhito. Dengan headset Bluetooth yang terpasang di telinganya, Ditya menekan kontak pengacara keperacayaan Ditya dan kakeknya yang kini tinggal di Surabaya. Ditya yakin pria yang sudah dianggap pamanya itu akan memberikan sedikit petunjuk atas apa yang sedang kakeknya rencanakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA
RomanceNaira Sabiya. Seperti namanya yang berarti cahaya pagi hari, Naira adalah wanita yang selalu bersemangat dari pertama kali matahari terbit. Meskipun bekerja sebagai sekertaris multi talenta untuk Bos nya yang terkenal galak dan dijuluki "Beast" oleh...