Dua Puluh Tujuh

2K 124 0
                                    

Ditya merasa lega saat Naira tidak lagi memakai topeng ketenangannya. Mungkin ada baiknya kebohongannya tentang meeting dengan Orion tadi ketahuan. Paling tidak hal itu sempat membuat Naira tidak berhenti tersenyum. Terlebih saat Ditya sedikit merasa panik.

"Mau kah kamu membantuku menghabiskan ini sambil membicarakan apa pun yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Naira setelah es krim cokelat volcano pesanannya diantar di meja mereka.

"Kamu tau aku tidak begitu suka makanan manis." Kening Ditya berkerut memandang semangkuk penuh es krim cokelat itu. Entah mengapa dirinya yakin Naira sengaja memesan es krim itu untuk menyiksanya. Lihat saja dua sendok es krim yang sekarang dipegang gadis itu.

"Baiklah aku akan menikmati es krim ini sendiri." Naira mulai menyendok es krim cokelat yang masih berada di tengah meja. "Dengan begitu kita bisa berlama-lama berada di luar kantor sampai aku selesai menghabiskan ini."

Gadis itu memang cerdas. Karena itu jugalah Ditya memilih dan menerimanya sebagai personal asisten. Naira selalu tau dengan siapa dia berhadapan. Dia juga tau harus berbuat apa untuk mendapatkan yang dinginkannya. Termasuk saat ini. Gadis itu tau kalau merajuk tidak akan membawa dampak apapun pada Ditya. Ditya tidak akan peduli. Tapi alih-alih merajuk, Naira membuat statement datar yang secara tidak langsung mengancamnya.

"Baiklah. Berikan sendok itu padaku." Kata Ditya sambil menahan senyum, yang berbuah senyum di wajah Naira.

Ditya membiarkan dirinya menikmati es krim yang ternyata tidak terlalu manis seperti yang diduganya. Sambil mengamati wajah Naira yang terlihat Bahagia karena kelezatan es krim yang mereka makan.

Betapa mudahnya membuat gadis itu Bahagia. Hanya dengan es krim cokelat, Naira sudah memandang Ditya dengan senyum lebar dan kegembiraan yang tergambar jelas di wajahnya. Meskipun semalam Ditya tau dirinya sudah menyakiti gadis itu. 

Sungguh jauh berbeda dengan Hana. Ditya merasa jarang sekali dirinya bisa membuat mendiang istrinya itu Bahagia. Bahkan hingga akhir hidupnya, Ditya membuat wanita itu berjuang sendiri dalam kesendirian dan kesedihan. Karenanya Ditya tidak bisa membiarkan dirinya merasakan kebahagian setelah apa yang diperbuatnya.

"Aku minta maaf tentang kejadian semalam." Kata Ditya sambil meletakkan sendok es krimnya.

---------------------------------------------------------------

Mata Naira melebar dan mulutnya terbuka, tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Beruntung es krim di dalam mulutnya sudah ditelannya. Sehingga rasa shock yang ditampilkannya tidak membuatnya malu. Tapi terlepas dari reaksinya. Naira benar-benar tidak menyangka seorang Ditya akan minta maaf padanya. Beast Horison Grup itu meminta maaf padanya adalah hal yang sangat mustahil terjadi. Tapi disinilah Naira menyaksikan kejadian langkah itu.

"Aku tau aku telah menyudutkanmu secara tidak adil." Ditya melanjutkan sambil menatap langsung wajah Naira.

Beban dihati Naira terangkat seketika. Dengan satu ucapan maaf yang tidak terduga dari pria di depannya ini, luka di hati Naira dengan ajaib terobati saat itu juga. Ketulusan Ditya telah kembali menyentuh hatinya lebih dari yang pria itu tau.

"Aku tidak akan mencari alasan untuk membenarkan perbuatanku semalam. Tapi aku akan berusaha untuk tidak mengulanginya."

Naira hampir tidak bisa menahan senyumnya. Kalau saja Naira tidak mengetahui alasan perbuatan Ditya semalam. Naira pasti mengangap perkataan Ditya hanya permintaan maaf klise. Tapi tidak, Pria itu benar-benar tulus. Sehingga sangat sulit bagi Naira untuk tetap berpura-pura merajuk dan marah.

"Apa kamu masih marah?" Tanya Ditya sambil mencoba mengamati ekspresi Naira.

Dengan sesuap es krim, Naira mencoba menutupi senyumnya. Meski sudah memaafkan pria di depannya ini. Entah mengapa Naira ingin berlama-lama menikmati sisi Ditya yang lain ini. Sisi Beast Horison Grup yang bahkan tidak pernah Naira lihat selama ini. Sisi manis Ditya yang dengan usahanya meminta maaf.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang