Dua Puluh Delapan

1.9K 126 0
                                    

"Tidak. Itu tidak cukup." Kata Ditya melalui ponselnya. "Aku butuh data-data akurat untuk mengkonfrontasi pak tua itu."

Kening Naira berkerut mendengar pembicaraan itu. Naira yang sudah menyiapkan si kembar dan segala keperluan mereka untuk pergi ke ranch Ditya, berniat memanggil pria itu di halaman belakang. Tapi justru mendengar Ditya meminta orang lain mengumpulkan data untuknya. Ini sedikit aneh. Karena pria itu selalu memintanya untuk menggali berbagai hal untuk dirinya.

"Ada yang bisa kubantu?" Tanya Naira saat Ditya menyelesaikan pembicaraannya.

Ditya terlihat sedikit terkejut melihat Naira. Tapi dengan cepat pria itu menutupinya dengan ketenangannya. Pria itu menggeleng dan tersenyum.

"Ini bukan tentang perusahaan." Kata Ditya. "Semua sudah siap?"

Naira mengangguk. "Kita semua menunggumu."

Ada yang tidak biasa. Ada sesuatu yang disembunyikan Ditya. Naira bisa merasakannya. Tapi senyum Ditya dan rasa excited karena akan berlibur dengan si kembar, membuat Naira membiarkan keanehan itu.

-------------------------------------------------------------------------------

"Nanti aku kenalkan sama Thunder." Celoteh Kama. "Dia cepet banget larinya. Aku senang kalau ayah mengajakku naik Thunder."

Senyum Ditya kembali terkembang. Entah apa yang dipikirkan waktu itu. Dia seharusnya bersyukur kedua anaknya bisa kembali bahagia dengan kehadiran Naira. Bahkan beberapa hari ini Ditya tidak sabar untuk pulang ke rumah hanya untuk mendengar celoteh dan tawa si kembar bersama Naira.

Naira seperti menghidupkan rumah mereka. Tidak hanya memasak makanan enak yang juga disukai si kembar. Naira bisa bermain bersama Kama dan Kalila seakan dia anak kecil seumuran mereka. Bahkan dua hari yang lalu, Ditya mendapati Naira memanjat pohon mangga belakang rumah hanya untuk menurunkan anak kucing si kembar yang tidak bisa turun. Gadis itu hanya nyengir saat mendapati Ditya memandanginya dengan kening berkerut.

"Kalila senang akhirnya kita bisa berkuda bareng." Sambung Kalila yang duduk di kursi belakang bersama Naira. "Ayah sama Kama. Aku sama Umma."

"Aku yang sama Umma." Protes Kama.

"Hei... hei..." Naira menengahi pertengkaran yang terancam terjadi di mobil. "Aku bahkan tidak pernah naik kuda. Jadi kalian berkudalah dengan ayah kalian."

"Tapi kamu bilang ingin belajar berkuda 'kan?" Tanya Ditya.

"Tentu." Jawab Naira tanpa jeda.

Semenjak pernikahan mereka, Ditya semakin menyadari sisi tomboy Naira. Dari luar gadis itu selalu tampak anggun dengan kerudung, rok atau terusannya. Tapi siapa yang menyangka dia menyukai hal-hal sportif seperti snorkelling dan berkuda. Terlebih siapa yang menyangka dia bisa memanjat pohon dan menyukai pertandingan bola. Naira bahkan lebih menyenangkan dijadikan sebagai teman daripada Feni. Ditya tidak pernah bisa ngobrol tentang bola dengan Feni. Tapi Naira menyahuti obrolannya dengan sangat baik.

"Kalau begitu aku terpaksa harus berkuda denganmu dulu." Ditya tersenyum pada Kama dan menepuk-nepuk lembut kepalanya. "Kalian harus bersabar sebelum kita bisa balapan."

--------------------------------------------------------------------------------------

Tidak perlu dijelaskan lagi bagaimana keren dan indahnya ranch dan villa milik Ditya. Villa dan peternakan ini milik pribadi dan tidak dibuka untuk umum. Hanya disewakan kepada mereka yang mampu membayar mahal. Biasanya kolega atau kenalan Ditya sendiri.

Dari kecil Ditya menyukai olahraga berkuda. Karenanya ranch dan villa ini adalah hal pertama yang dibangun Ditya saat dia sudah mulai mengumpulkan uang saat dia bekerja paruh waktu di Horison Grup semasa kuliahnya. Sehingga pria itu tidak sembarang meminjamkan tempat ini untuk orang lain. Selain itu Ditya juga sudah membangun ranch untuk tempat wisata dibawah bendera Horison Grup di lokasi yang tidak jauh dari sini. Dan semua kudanya berasal dari sini.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang