Tiga Puluh Dua

2K 143 0
                                    

"Selamat malam Pak Setyo." Sapa Naira sambil memberikan Hadiahnya untuk pria tua itu.

"Kamu masih saja memberikan pria tua ini hadiah. Berhentilah." Meskipun berkata demikian, Satpam Horison Grup itu menerima hadiah Naira dengan senyuman. "Terima kasih."

Sejak bekerja di Horison Grup, Naira selalu memberikan hadiah pada satpam tua itu. Karena hanya beliau lah satu-satunya staff Horison yang berulang tahun sama dengan Horison Grup. Meski mungkin tidak ada yang menyadarinya. Naira sendiri hanya meneruskan apa yang selalu dilakukan nenek nya sebelum beliau meninggal.

"Kamu terlihat bahagia malam ini gadis kecil." Pak Setya memandangi wajah Naira. "Apakah kamu benar-benar bahagia?"

Dengan reflek Naira mengangguk. Meski Naira tidak melupakan fakta bahwa hari ini adalah hari kematian orang-orang yang dicintainya. Tapi Naira tidak dapat mengabaikan kegembiraan yang dirasakan saat kembali bertemu Ditya. Terlebih apa yang dilakukan pria itu malam ini. Naira tidak bisa memungkiri bahwa malam ini Naira akhirnya melewati pesta ulang tahun Horison Grup dengan perasaan bahagia.

"Aku senang jika kamu bahagia." Pak Setyo pun tersenyum. "Akhirnya kamu bisa mendapatkan apa yang harusnya menjadi milikmu."

"Tentu saja dia bahagia. Dia sudah dikenal sebagai istri Aditya Firaz Narendra."

Sebelum Naira menanyakan maksud perkataan Pak Setyo, Dhito datang memotong pembicaraan mereka.

Naira pun melotot pada sahabatnya yang tidak pernah menampakkan batang hidungnya sejak pernikahannya dengan Ditya. Dhito kembali menghilang seperti biasa setiap kali perhatian kakeknya teralihkan darinya. Baru hari ini Naira melihatnya.

"Saya permisi dulu." Pamit pak Setyo. "Anak bandel ini kelihatannya mau bicara dengan mu gadis kecil."

Pak setyo menepuk-nepuk punggung Dhito sebelum beranjak pergi dan meninggalkan mereka berdua di meja yang telah ditinggalkan para staff yang tadinya duduk disana. Setelah pesta yang bertabur artis itu selesai. Hampir semua staff sudah pulang. Begitu pula si kembar yang sudah pulang jauh sebelum acara berakhir bersama Feni. Hanya tinggal beberapa tamu tersisa. Sebagian besar kolega Horison grup yang sedang berbasa-basi dengan Ditya dan kakeknya.

"Hei! Dari mana saja kamu?" Naira memukul lengan Dhito. "Seenak hati mu menghilang dan nggak ada kabar."

Kali ini Dhito tidak balas menjitak kepala Naira seperti biasa. Alih-alih sahabatnya itu menghembuskan nafas panjang dan mengusap-usap lengan yang baru dipukul Naira. Keanehan ini menambah daftar keanehan sahabatnya itu malam ini. Kehadiran nya di pesta ulang tahun Horison ini adalah keanehan setelah bertahun-tahun Dhito berhasil menghindarinya. Ditambah lagi Dhito duduk dengan tenang di samping kakeknya. Naira yang sangat mengenal sahabatnya itu yakin ada sesuatu yang terjadi pada Dhito.

"Kakek tau hubunganku dengan Dinda."

Kening Naira berkerut. Itu cukup menjawab semua keanehan Dhito malam ini. "Karena itu kamu berusaha kabur?"

Dhito hanya mengangkat bahu. "Saat ini, itu bukan hal yang penting lagi. Ada yang lebih penting dari itu?"

"Kamu yakin?"

Selama bertahun-tahun Naira menjadi saksi bagaimana tergila-gilanya sahabatnya ini pada wanita yang lebih tua itu. Bagaimana usaha yang sudah dilakukan Dhito untuk mendapatkan cinta Dinda. Tapi malam ini Dhito justru menganggap hal itu tidak penting. Pasti ada sesuatu yang terjadi diantara keduanya. Naira penasaran. Tapi dia akan menunggu sampai Dhito menceritakan sendiri apa yang sebenarnya terjadi.

Dhito mengangguk menjawab pertanyaan Naira. "Aku mendengar kak Ditya dan kakek bertengkar sebelum acara dimulai."

Karena itukah tangan Ditya memar dan buku-buku jarinya memerah? Tapi Naira melihat Kakek Hanggara segar bugar tanpa luka sedikit pun. Jadi bagaimana Ditya bisa terluka seperti itu.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang