Epilog

800 126 18
                                    

   Berat cobaan yang telah aku tanggung membuatku merana. Menjalani keseharian dengan skizofrenia dan penderitaan yang membuatku merasa hampa, kian melemahkan rasa percaya diriku.

   Skizofrenia? Ya, sejak saat itu aku mulai mengalaminya. Perkataan-perkataan buruk  orang lain terus membuatku tertekan. Aku sangat ingin berteriak. Mengeluarkan semua emosi yang membelenggu di dada. Namun naas, semuanya tertahan. Aku tidak pernah bisa mengungkapkannya. Tidak hingga aku berani menyentuh barang haram itu.

   Menerima belas kasih melalui cinta, kupikir, aku sangat mengharapkannya. Namun luka? Mengapa luka membuatku mengabur dalam gemerlapnya kesenangan?

   Simbol yang sangat kuidam-idamkan. Hakuna matata, siapa yang tak mengharapkannya? Aku merasa seolah harapan mulai muncul, dan duniaku akan berwarna. Aku yakin!

   Pertemuan pertamaku dengannya memang sangat mengejutkan. Sikapnya yang terlihat dingin, namun sangat manis. Entah apa, tapi ia selalu memperlakukanku dengan baik. Tak peduli aku ini apa dan siapa.

   Hari demi hari, cintaku kian membara. Aku terbakar. Dunia cobalah katakan kepadaku, sejak kapan aku memilih penderitaan ini? Sejak kapan aku kembali menjadi diriku yang ditinggalkan? Katakan, apa yang harus kulakukan? Apa Engkau tidak puas memberiku rasa sakit? Mengapa. Mengapa semua yang mendekatiku harus raib? Mengapa, Tuhan?
  
   Gadis itu, kini telah pergi. Raib sudah keinginanku untuk memilikinya. Aku menyerah, tak bisa melakukan apapun.

   Skizofrenia yang ku derita, telah membuatku terlalu berfantasi. Lebih lagi karena akibat dari mengkonsumsi pil-pil itu. Apa yang terjadi?

   Tolong maafkan diriku yang seperti pecundang ini.

Suara alat operasi tengah memenuhi ruangan bernuansa putih. Terlihat seorang gadis muda berbaring di ranjang pasien. Sedangkan ibunya duduk di sebelah ranjang.

Dokter mengetuk pintu kamar pasien, dimana itu membangunkan ibu  yang tidur disebelah ranjang tadi. "Permisi..." katanya sopan.

Orang tua itu bernama Han Nyna. Bu Nyna tampak sedikit terkejut, namun beliau tetap beranjak bangun. "Iya dokter? Apa kali ini putriku akan sadar?" Tanyanya.

Dokter bernama Hanseung itu menggeleng.   "Maaf, putri Anda sudah koma selama beberapa tahun. Kemungkinan bertahan, hanya tinggal menghitung hari. Saya harap Anda mengerti."

Mata Bu Nyna seketika berkaca-kaca, "Apa yang kau bicarakan? Putriku pasti akan bangun! Ia—" air matanya menetes. "Ia hanya sedang kelelahan. Sebentar lagi, ia pasti akan bangun."

Bu Nyna kemudian mengelus wajah anaknya. Tersenyum pilu. "Ibu yakin, kau akan bangun, nak. Jennie sayang, kau harus bertahan!"

Dua suster kemudian datang ke dalam kamar ini. Lalu dokter Hanseung memerintahkannya untuk memindahkan pasien itu.

   "Dokter kau tidak boleh melakukan ini! Putriku.... putriku akan bertahan. Aku sangat mempercayai putriku." Ucapnya pilu sambil menangis parau.

   "Maaf Nyonya. Tetapi, bahkan putri Anda sudah seperti mayat yang siap dikubur. Jadi, tidak ada cara lain. Aku menghargaimu Nyonya, jadi kuharap kau mau mengerti."

   "T-tidak dokter. Kau tidak boleh melakukan ini. Tolong berhenti! Kalian semua. Apa kalian tak mendengar ucapanku hah?"

Tepat ketika suster akan memindahkan pasien ini, tiba-tiba terdengar deru napas yang kencang. Tiba-tiba saja pasien yang diketahui bernama Jennie ini bangun dari tidurnya.

Jennie terduduk. Keringat dingin mengucur membasahi pelipisnya. "TAEHYUNG!" Teriaknya penuh arti.

TAMAT

——————————

Halo semuanyaaa 👋
Sebelumnya terimakasih karena sudah mau membaca cerita absurd ini 😂
Tunggu sequel nyaa yaa!!
Semoga kalian senang ya hehe.

Salam cinta dari author 😘❤❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hakuna Matata » Kth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang