Ini adalah beberapa hari setelah Avara membentak Avaro. Ia merasakan kehilangan seorang sahabat tapi rasa kehilangan Dafa tidak sebesar rasa rindu pada seorang Avaro. Avara menatap kosong jendela kamar. Ia masih berada di mansion Avaro, hanya tubunya saja. Sedangkan pikiran dan hatinya pergi melayang bersama dengan rasa rindu untuk Avaronya.Tamparan Avaro saat itu tak berasa apa - apa kini, dibandingkan ia yang harus menahan kembali rasa rindu itu. Rindu akan kehadiran Avaronya yang pergi entah kemana setelah kejadian di depan Televisi beberapa hari lalu.
"AAAAA!!!!" Teriak Avara, terlihat jelas bahwa gadis itu benar - benar frustasi. Avara mengacak rambutnya dengan sesekali meremasnya kuat. Terlihat kembali kristal bening jatuh mengaliri pipinya. Ia meluruhkan tubuhnya pada lantai dengan kedua kaki dilipat dan dengan kedua tangan yang memeluk kakinya. Kacau. Itulah satu kata yang tepat untuk kondisi Avara saat ini.
***
Disisi lain, Avaro mendudukan tubuhnya diatas tempat tidur pada apartemen-nya. Sungguh ia rindu gadisnya, tapi ia lagi dan lagi harus menahan rasa rindu itu. Ia harus melakukan ini,karena ia tahu jika ia tetap berada satu atap dengan gadisnya, maka ia akan membuat Avara terluka kembali. Meski ia tahu Avara pasti akan sangat merasa bersalah karena Avaro pergi oleh ia yang egois.
***
Melina masuk ke kamar tempat Avara. Ia mendekati gadis itu dan ikut bersimpuh di hadapan Avara. Jujur, Melina takut kalau pada akhirnya ini semua akan berakibat fatal bagi Avara. Dengan kondisi Avara yang sangat terlihat frustasi,membuat wanita paruh baya itu sangat perihatin dan takut.
"Nona,mari makan dulu" tawar Melina. Namun, Avara hanya diam.
"Nona, kau harus makan. Apa kau tidak ingin melihat tuan Avaro bahagia saat ia kembali nanti?" Kata Melina kembali.
"Ia tidak pernah perduli padaku. Ia sudah melupakanku. Ia sudah membuat aku terlihat seperti orang yang mengidap penyakit gangguan kejiwaan seperti ini. Kau tahu karena apa? Karena ia membenci aku. Ia tidak suka dengan diriku, dan lihatlah ia pergi tanpa sepengetahuanku" lirih Avara.
"Tidak nona, semua itu tidak benar. Tuan Avaro sangat mencintai nona. Ia hanya membutuhkan beberapa saat untuk menenangkan diri. Tolonglah jangan seperti ini, aku mohon kau harus makan" mohon Melina. Avara menatap Melina, terlihat diwajah Avara mata yang sembab dilengkapi dengan hidung yang memerah.
"Baiklah" kata Avara singkat dan pelan. Terukir sebuah senyuman disudut bibir Melina.
Avara menatap makanannya. Hatinya sangat berharap bisa menerima pelukan hangat dari Avaro sebagai obat rindunya. Namun, ada saja saatnya ia kembali tidak percaya jika dalang dari pembunuhan Dafa memang bukan Avaronya. Ia perlu bukti. Tapi ia sendiri tak tahu harus mendapatkan bukti itu darimana.
Kring kringg kringg...
Suara telepon rumah menggelegar. Seketika Avara menatap telepon rumah itu. Ini pasti dari sekolahnya, karena pasti sekolahnya mencari keterangan tentang Avaro dan dirinya yang sudah beberapa hari ini tidak hadir sekolah.
"Biarkan aku saja" pinta Avara saat Melina akan mengangkat gagang telepon itu.
"Baiklah nona" ucap Melina. Avara segera mengangkat gagang telepon rumah itu dan menempelkan pada telinganya. Ia menunggu orang yang diseberang sana memulai pembicaraan terlebih dahulu.
"Akhirnya kau mengangkat teleponnya Avaro. Tidak sia - sia aku menghubungi dirimu dari telepon kantormu, lalu teleponmu dan sekarang yang ada jawabannya adalah telepon rumahmu" ucap sang penelepon, wanita? Pikir Avara. Ia masih tidak membuka suara.
"Bagaimana rasanya dibenci oleh gadismu,hm? Menyenangkan, bukan? Haha... aku yang dalangnya dan kau yang sengsara? Sungguh menarik. Dengan cara ini aku dengan mudah untuk melenyapkan dirimu. Dan kau perlu tahu, sahabat gadismu yang bernama Dafa Arsena Bylar mati ditanganku. Bila kau ingin gadismu mempercayaimu kembali, bacalah pesanku. Temui aku di Villa Tua Azoka, tanpa siapapun! Salam manisku Clareta Zia" kata sang penelepon panjang lebar dan menutup sambungan telepon secara sepihak.
Tubuh Avara menegang seketika, ternyata ia salah. Ia salah pada Avaro. Avara mendudukkan tubuhnya di sofa tepat disamping meja dimana telepon rumah tersebut berada. Perlahan air matanya jatuh, ia salah, pikirnya.
TBC
Up lgi😊
Gmna bagian yang ini? Suka gak? Mudahan aja suka ya😉
Makasiiii bgt buat tmn" yg udh mau mampir baca di cerita ini dan sampai baca di bagian ini🙏😙❤
Vote and comment ya😉😊
Love semuahh😙❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic But Psychopath
Teen Fictionseorang gadis dengan paras cantik yang masih menduduki bangku SMA di salah satu sekolah luar negeri harus berhadapan dengan seorang lelaki psikopat yang ternyata adalah lelaki pemikat hatinya dimasa lalu. apakah gadis itu akan menjauh atau bahkan...