12.

5.5K 230 92
                                    

Haii gaiss aku up lagi😉

Jgn pada kabur dong readersnya aku🙏😭

Readers:"udh thor up ajee dlu😑"

Author:"iyee2"

******

Seorang dokter keluar dari ruang IGD. Avaro yang masih saja terduduk dibangku tunggu rumah sakit itu spontan berdiri.

"Bagaimana kondisi Avara, dokter?" Tanya Avaro cemas.

"Ada dua peluru yang bersarang pada perutnya. Untungnya peluru itu adalah peluru yang berdaya bunuh rendah. Jadi, kami hanya memerlukan tindakan operasi pada perut nona Avara. Namun, sebelumnya anggota keluarga harus menandatangani surat persetujuan. Apa kau keluarga pasien?" Kata sang dokter.

"Iya, aku...aku suaminya" ucap Avaro. Dokter itu mengangguk dan tersenyum, lalu meninggalkan Avaro.

***

Sudah berjam - jam Avaro di dalam ruang operasi. Namun, hingga saat ini tidak ada tanda - tanda dokter ataupun suster keluar dari ruangan itu. Avaro mengusap wajahnya gusar. Ia jengah dalam kondisi seperti ini.

"Tuan Avaro, ini pakaian yang tuan perintahkan pada saya untuk membawa kemari" kata Melina dengan tiba - tiba. Memang Avaro tadi sempat meneleponnya.

"Hm" balas Avaro dengan gumaman.

Setelah beberapa saat menunggu. Seorang dokter keluar dari ruang operasi. Seketika Avaro berdiri dari duduknya dan menghampiri sang dokter.

" Bagaimana keadaan Avara, dok?" Tanya Avaro dengan tatapan berharap.

"Nona Avara baik - baik saja. Kami berhasil mengangkat dua buah peluru dari perutnya. Hanya saja Nona Avara masih dalam proses pemulihan. Kami harap untuk tidak menjenguknya terlebih dahulu, kami akan menyiapkan ruangan untuknya, permisi" jelas sang dokter.

"Apa?! Aku tidak boleh menjenguk gadisku?" Kata Avaro pada dirinya sendiri lalu memegang knop pintu ruangan itu. Ia sangat ingin mengetahui kondisi gadisnya secara langsung. Namun, Melina menarik lengannya.

"Tuan, tolong jangan bertindak gegabah. Nona Avara sedang dalam proses pemulihan" ujar Melina. Avaro akhirnya kembali mendudukkan tubuhnya pada bangku panjang rumah sakit itu.

***

Disinilah Avara sekarang, di sebuah ruangan inap VIP tentunya. Ia masih setia memejamkan matanya walaupun dokter sudah berkata jika kondisinya telah pulih. Avaro berjalan mendekati tempat dimana gadisnya terbaring.

"Avara, bukalah matamu" lirih Avaro sambil menggenggam lembut tangan Avara yang bebas dari selang infus.

"Kenapa kau senekat itu, hm? Seharusnya kau diam saja dirumah" ucap Avaro yang kini mencium punggung tangan Avara dengan sesekali. Melina yang duduk di sofa ruang rawat inap itu hanya menatap Avaro, ia tidak pernah melihat tuannya seperti ini. Avaro yang Melina kenal adalah Avaro yang dingin, datar, dan tidak pernah terlihat lemah. Namun, disisi lain Melina bahagia, Avaro bisa menemukan kembali seseorang yang selalu ia tunggu.

"Buka matamu, Avara! Aku mohon, apa kau tidak merindukanku?" Tanya Avaro.

"Maaf tuan, saya pamit dahulu" pamit Melina pada Avaro, karena pasti pekerjaan di mansion telah menunggunya. Avaro hanya menggangguk tanpa menatap Melina.

***

Avara mengerjapkan matanya dengan perlahan. Ia menyapukan pandangannya pada langit - langit ruang inap itu. Sesaat ia merasakan perih dan nyeri pada perutnya. Setelah itu, ia menyapukan pandangannya lagi ke seluruh isi ruangan itu, ia hanya sendiri disini? Pikirnya. Namun, beberapa saat setelah itu seseorang keluar dari kamar mandi ruangan tersebut. Mata Avara segera menatap siapa gerangan.

"Avaro?" Gumamnya. Avaro menutup pintu kamar mandi dan kembali ke arah Avara. Namun, langkahnya terhenti saat melihat gadisnya menatap dirinya.

"A-avara? Kau sudah bangun?" Tanya Avaro tak percaya. Avara hanya diam menatap Avaro. Entah ia rindu atau ia hanya ingin menatap wajah tampan Avaro lebih lama.

"Avara!" Panggil Avaro dan mendekat ke arah Avara. Avara yang dipanggil pun gelagapan sampai ia lupa dengan rasa sakit pada perutnya.

"Aww!" Pekik Avara saat merasakan sakit sekaligus nyeri pada perutnya akibat tersentuh oleh tangannya. Avaro segera menggenggam tangan Avara.

"Avara, apa ada yang sakit? Atau perutmu yang sakit? Atau badanmu? Apa, katakanlah!" Ucap Avaro cemas.

"Perutku" cicit Avara sambil menahan rasa sakitnya.

"Akanku panggilkan dokter" kata Avaro dan akan beranjak.

"Jangan, Avaro" cegah Avara. Avaro beralih menatap Avara.

"Tapi perutmu sakit Avara, kau perlu dokter. Apalagi dengan kondisi perutmu setelah di operasi" kata Avaro cemas.

"Operasi?" Tanya Avara.

"Iya, kau nekat menembak Clareta, tanpa kau sadari kalau dua peluru menyerang dan menembus kulit perutmu" kata Avaro sambil menunjuk perut gadisnya dan duduk di tepi tempat tidur rumah sakit itu, tempat dimana Avara terbaring.

"Clareta Zia? Bagaimana ia sekarang?" Tanya Avara sedikit cemas. Avaro memutar bola mata jengah. Bisa - bisanya Avara cemas dengan  wanita itu yang ia sendiri telah menembaknya, pikir Avaro.

"Ia mati" ucap Avaro singkat dan santai. Avara terbelalak

"Karena a-ak..."

"Bukan" potong Avaro cepat.

"Lalu?" Tanya Avara dengan alis yang ia naikkan sebelah.

"Karena kita. Sudahlah Avara kondisimu masih belum stabil, lebih baik kau istirahat" titah Avaro karena ia sudah mulai jengah meladeni Avara.

"Tunggu! Apa kau tidak sadar, aku baru saja bangun dan kau malah menyuruhku untuk tidur lagi? Dan lihatlah, ini masih pagi" celoteh Avara, yang membuat Avaro mendelik kesal, lalu menatap Avara tajam. Seketika Avara ciut, ia tidak ingin ditatap seperti itu.

"Kau tidur atau aku akan..."

"Membunuhmu! Itukan yang akan kau katakan?" Ucap Avara mencoba dengan keberanian yang setengahnya. Avaro menatapnya semakin tajam.

"Menciummu!" Ucap Avaro tepat disamping telinga Avara dengan tajam. Spontan tubuh Avara menegang.

"Ba-baiklah aku tidur" kata Avara dan segera menutup matanya. Terukir jelas senyum manis Avaro saat melihat gadisnya gelagapan seperti itu. Setelah itu, Avaro mengecup hangat kening Avara yang membuat senyum manis gadisnya mengembang. Katakanlah jika Avara tidak waras, karena ia mencintai seorang psikopat.

"Avaro!" Panggil Avara dengan mata yang tertutup. Avaro mengangkat salah satu alisnya.

"Hm?" Jawab Avaro hanya dengan gumaman. Avara membuka matanya kembali dan matanya bertemu dengan manik mata Avaro.

"Aku ingin meminta maaf. Seharusnya aku tidak usah terlalu percaya pada omongan wanita itu. Aku salah" kata Avara. Avaro menghela nafas dan mengukir senyumnya.

"Avara, kau tidak salah apapun" ucap Avaro

"Tapi aku sudah menuduhmu" kata Avara.

"Sudahlah, sayang. Lebih baik kau istirahat, jangan kau pikirkan apapun,oke!" Ucap Avaro. Avara akhirnya hanya menurut saja dan mulai memejamkan matanya.




TBC

Prtama" aku mau ucapin trma ksih buat yg udh mau bca cerita aku smpek bgian ini🙏💙

Selain itu jg, aku mau sdikit blg ke klian klo aku bkln buat cerita baru lgi. Jdi kuharap klian mau pd baca ya😉💛

BTW...Gmna bagian ini? Bagus? mudahan aj ya🙏💛

Maafkan jg jika ada bbrp kslhan dlm bgian ini🙏

Vote dn comment ya😉

Love semuahhh❤😙

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Romantic But PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang