11.

3.5K 161 7
                                    


Author : "Oh haii tmn2... jgn pd kabur dong!😭 ttp baca cerita ini dong😭 maapken sy krna gk prnh nge-up cerita🙏😭"

Readers: "Paan sih thor?😑"

Author : "Huaaa.....ttp baca cerita ini dong tmn2😭. Kmrin gk prnh nge-up crta itu krna emng aku itu lgi rada sibuk gtu, tgas dri sklh bnyk bgt..."

Readers : " yeh malah curhat... mnding buruan up deh thor_-"

Author : " ahsyiap "

***********

  Drtt drtt drtt...

Ponsel Avaro bergetar, yang menandakan ada sebuah notif. Avaro yang sudah muak dengan Clareta yang terus saja menjadi kuman dalam hidupnya akhirnya membuka notif tersebut.

Kau datang ke Villa Tua Azoka kalau kau ingin gadismu mempercayaimu kembali. Bahwa kau benar - benar tidak ada sangkut pautnya dengan kasus pembunuhan Dafa dan satu lagi, jangan bawa siapapun!

Avaro mendengus geram setelah membaca notif wanita iblis itu. Ia harus secepatnya menemui wanita tua itu. Terpampang seringaian pada wajah tampan Avaro.

"Mari kita bermain, Nyonya Clareta Zia" desis Avaro dengan senyum devilnya.

Avaro memasukkan sebuah pisau lipat pada saku dibalik jaketnya. Tidak lupa, ia menyelipkan sebuah pistol berdaya bunuh tinggi pada saku celana bagian belakang. Setelah itu, ia melenggang menuju mangsa yang ia tunggu - tunggu.

Di sisi lain, Avara sibuk mengobrak - abrik kamar Avaro. Ia mencari pistol atau pisau lipat Avaro. Tidak mungkin ia membiarkan Avaronya menghadapi wanita keji itu sendirian, walaupun mereka sama - sama iblis.

"Dapat! Akhirnya aku menemukanmu" kata Avara menghela napas lega. Ia segera menyelipkan pistol yang ia temukan pada bagian belakang celana jeans hitamnya. Ia mengambil salah satu jaket Avaro dan segera memakainya. Tak lupa, ia menguncir satu rambutnya. Biarlah Avaro mengamuk padanya, karena memang ia menentang perkataan Avaro untuk tidak menguncir satu rambutnya. Lebih tepatnya untuk menggerai rambutnya.

Avara berlari menuju keluar mansion, ia tak perduli  jika para pelayan yang ada di mansion itu berkali - kali mencoba untuk menahannya. Ia mencari taxi ataupun kendaraan apapun itu, asalkan ia bisa dengan cepat menyusul Avaronya.

****

Avaro keluar dari mobilnya dan segera masuk ke dalam sebuah Villa tua yang ada dihadapannya. Wajah dinginnya  terukir jelas. Ia menyapukan pandangannya untuk mencari mangsanya.

"Akhirnya, kau datang juga psikopat" sapa sinis Clareta dari arah tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua Villa itu.

"Mengapa tidak? Jika itu untuk melenyapkanmu!" Ucap Avaro dingin.

"Apa kau halu?" Ejek Clareta. Avaro tersenyum miring.

"Dasar bodoh!" Ucap Avaro tinggi. Spontan itu membuat wanita tua tersebut marah.

"Kau yang bodoh, mengapa kau menjemput kematianmu kemari? Tidak ada yang akan menyelamatkan dirimu. Kau ingin gadismu, untuk percaya padamu kembali? Hahaha.... aku akan membuatnya semakin membenci dirimu. Aku akan mengatakan kalau kau adalah seorang psikopat gila, dan gadismu tidak akan mencintaimu lagi" kata wanita tua itu. Avaro diam, ia terlihat santai. Apa yang perlu ia risaukan dari omongan wanita tua itu? Tentang dirinya yang seorang psikopat? Bukankah Avara sudah mengetahui tentang itu? Perlahan Avaro mengambil pisau lipatnya dan menggenggamnya erat.

"Gadismu akan meninggalkanmu Avaro" ucap wanita itu lagi lalu tertawa mengejek.

"Bullsiht!!" Seru seseorang dari belakang Avaro. Itu membuat Avaro menoleh ke arah belakang dan seketika itu pula tawa wanita tua itu lenyap. Avara menatap Clareta lapar. Ia menatap tajam wanita itu.

"Aku akan tetap mencintai Avaro walaupun ia seorang psikopat. Aku yakin setelah ini ia akan menjadi Avaro yang normal. Dan ini semua karena ulahmu!" Ucap Avara bringas, lalu tersenyum miring. Katakanlah jika ia yang seperti iblis disini.

Avaro masih menatap gadisnya dengan tatapan tak menyangka. Saat itu pula, Clareta mengeluarkan senjatanya. Avara tersenyum miring, ia lihat apa yang wanita tua itu keluarkan dan dengan sigap, Avara pun bersiap - siap untuk memberikan  peluru yang ada pada pistol yang ia bawa.

"Darimana kau mengetahui tempat ini, hah?" Tanya Clareta sinis pada Avara.

"Darimu. Kau menelepon rumah Avaro,bukan? Dan sayangnya aku yang menjawab teleponmu. Oh tidak, lebih tepatnya mendengarkan seluruh pengakuanmu" jawab Avara santai dan terkesan mengentengkan sembari berjalan maju dengan langkah pelan.

Saat itu pula, Clareta mengarahkan pistolnya ke arah Avaro yang hingga saat ini masih menatap gadisnya. Clareta pun menembakkan pistolnya ke arah Avaro. Seketika Avara berlari ke arah Avaro dan mendorong tubuh Avaro. Tak lupa, Avara pun menembakkan senjatanya saat ia mendorong tubuh Avaro.

Dor
Dor
Dor...

Sebuah peluru dari Avara menembus tepat pada jantung Clareta. Sedangkan dua peluru dari Clareta menembus kulit perut Avara.

Clareta tergeletak seketika di lantai dengan keadaan tidak bernyawa. Sedangkan Avara luruh pada lanatai Villa tua itu sambil memegangi perutnya yang terus mengeluarkan darah.

Avaro bangkit dari duduknya akibat dorongan Avara. Ia mendekat ke arah Avara, ia tidak perduli dengan darah yang mengalir dari pelipisnya akibat terbentur sebuah benda keras. Avaro segera menggendong Avara ala bridal style untuk menuju mobilnya dan segera ke rumah sakit.

"Avara bertahanlah!" Kata Avaro saat dalam perjalanan. Ia tidak menghiraukan umpatan dari seluruh pengendara di jalan, karena Avaro yang mengendarai mobil dengan sangat ugal - ugalan demi cepat sampai di rumah sakit.

"Jangan tutup matamu!" Kata Avaro sambil menggenggam tangan kanan Avara dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanan Avaro sibuk dengan setir mobil.

"Lihat aku Avara! Jangan tutup matamu!" Suruh Avaro yang kian panik. Avara berusaha sekuat tenaga untuk menahan matanya agar tidak tertutup dan menahan seluruh rasa nyeri yang menjalar ditubuhnya.

Setelah sampai dirumah sakit, Avaro segera menggendong Avara untuk masuk ke dalam  rumah sakit. Ia berteriak memanggil suster dan Avara pun segera masuk ruang IGD.

  Avaro memerosotkan tubuhnya yang bersandar pada tembok IGD pada lantai rumah sakit. Seharusnya ia yang ada di posisi Avara bukan seperti ini. Pikir Avaro. Ia belum siap jika ia harus hidup tanpa Avara, gadisnya. Setetes air mata Avaro jatuh mewakili perasaannya yang hancur. Ya, ia menangis. Menangisi gadisnya, gadis yang ia cintai.



TBC

Hai aku up lgi😉

Gmna yg bagian ini? Mudahan aj suka ya🙏❤

Maaf klo ada kslhan atau klimat yg krg nyambung🙏

Tngglkan vote dn comment tmn" ya!😊😉

Love semuahh❤😙

Romantic But PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang