***
Maria tidak menyangka apa yang digengggam tangannya. Ini adalah sebuah pisau kecil. Maria terus menangis dan tak dapat membendung isak tangisnya. Hatinya begitu terluka, sejauh mana lagi dia akan melangkah. Genggaman tangannya semakin kuat, bahkan kini kakinya tak dapat lagi menopang tubuhnya. Tubuhnya kini terjatuh bersamaan dengan air matanya.
15 menit yang lalu Aluna meninggalkannya. Maria begitu bingung, dan terus saja menangis, bukan hal seperti ini yang dia harapkan. Dia tidak menyangka Aluna begitu mencintainya. Seorang wanita yang angkuh dan bahkan tidak layak mendapatkan cinta dari seorang anak. Maria begitu menyesal dan juga begitu kecewa karna harapannya yang tidak pernah dikabulkan tuhan. Dia begitu mendambakan seorang anak dihidupnya. Ya, tentu saja anak yang dia lahirkan sendiri. Keputusannya untuk membawa aluna adalah kesalahan baginya. Karna ternyata kini, Aluna begitu mencintainya.
Kekecewaan terhadap tuhan menumbuhkan rasa egois dan kebencian yang begitu besar. Aluna memang tidak salah tapi membawa ke kehidupannya adalah suatu kesalahan.
***
"Sedang menulis apa ?" Riani menopang dagunya dengan tangannya yang dari tadi memperhatikan Olive menulis.
"Surat untuk luna"
"Mengapa kita menulis surat olive ?"
"Aku begitu canggung berbicara dengan luna, riani" Olive terus melanjutkan tulisannya.
"Sejujurnya aku pun sama. Tapi kita sudah cukup lama bersahabat olive. Aku merasa aneh."
"Justru itu, aku merasa kita sangat amat berbuat jahat terhadapnya. Kita meninggalkannya riani. Aluna pasti akan kecewa terhadap kita."
"Bagaimana jika aluna tidak mau bersahabat lagi dengan kita, olive ?"
Olive terdiam.
"Ini tentu tidak sama seperti dulu, riani. Persahabatan kita tentu tidak akan sama lagi."
"Tapi setidaknya kita sudah berusaha untuk memperbaikinya. Memang benar tembikar yang sudah pecah dan hancur tidak akan mungkin kita kembalikan seperti semula. KIta berusaha untuk mengelemnya, Tapi setidaknya kita sudah berusaha untuk memperbaiki tembikar itu riani."
Olive sangat yakin dengan ucapannya. Tembikar yang hancur itu tidak akan bisa kembali seperti semula. Hatinya sangat yakin, persahabatnnya dengan aluna akan seperti dulu lagi. Hatinya sangat amat sedih dan terluka. Olive sangat amat menyayangi Aluna.
"Baiklah. oh ya, aku tidak melihat yang lain. Kemana mereka ya ?" Riani mulai membereskan buku dan tasnya. Ini adalah waktu pulang sekolah. Mereka berjanji bertemu seusai jam sekolah berakhir di kelas mereka.
"Ayo kita cari mereka"
Olive dan riani mulai mencari Daniel, kevin dan bara. Pencaharian mereka terhenti ketika ada sekerumunan orang ditengah lapangan. Seperti perkelahian antar murid. Ini lucu sekali menurut mereka. Riani semakin terkejut dan berlari kencang. Olive terlihat bingung dengannya.
"Ada apa riani ?"
"Itu kevin liv, itu kevin yang berkelahi !"
Olive segera menyusul riani, larinya semakin kencang ketika perkelahian antara kevin dan erik semakin menjadi. Kerah baju kevin sudah bernoda darah, begitu pun erik yang hidung terlihat berlumuran darah.
"Hentikan !"
Teriakan riani sama sekali tidak digubris oleh mereka berdua. Daniel terus mencoba menahan kevin, tapi ternyata amarah kevin begitu memuncak.
"HENTIKAN KU BILANG !" riani menarik kerah baju kevin.
"APA YANG KAU LAKUKAN !" kevin menangkis tangan riani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aluna
Romance"aku mohon jangan menangis, karna jika aku meneteskan air mata ini, mereka tidak akan perduli, dan tidak ada yang menyeka air mata ini" batin luna. tatapan Bara terlihat datar, dan kaku. dy meneruskan langkah, hingga melewati luna.