Chapter 5 : Who's the real Lee Felix?

35 8 0
                                    

"Kau gila." "Benar benar gila." Jawabku

Felix menenteng skateboard milikku dan kami berjalan pulang. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Felix sehingga ia rela meninggalkan mobilnya dirumahku, menaiki bus dan berjalan kaki bersamaku. Aku rasa ia suntuk.

"Kau akan letih berjalan." Ucapku pada Felix.

"Ah tidak. Ini tidak seberapa. Lagian ada kau. Aku lebih bersemangat."

"Bah gombalan macam apa itu." Ledekku.

"Anyway, penghasilanmu bekerja seperti ini, dapat membantu biaya kuliahmu?"

"Benar. Aku dapat membeli dan membayar sesuatu yang berkaitan dengan kuliahku, dengan hasilku sendiri. Ibu juga tak perlu memberiku uang jajan. Kecuali aku memang benar benar tidak ada pegangan." Jelasku

"Apa kau tidak letih bekerja seperti ini setiap hari?"

"Mmm tentu saja letih. Tapi sepertinya, tidak juga."

"Maksudmu?" Tanya Felix.

"Dance is just a part of my life now. Kau tidak dapat letih mengenai sesuatu yang begitu kau cintai. Aku senang pekerjaan sambilan ku sekarang ialah sesuatu yang benar benar ku senangi." "Letih yang kurasakan ialah mencoba sekeras mungkin agar orang orang memusatkan perhatiannya padaku. Aku letih untuk terus menerus memaksakan diriku untuk menghasilkan uang. Tapi itu semua semakin lama membuatku semakin terbiasa." Lengkapku.

Felix terus menerus melirikku sambil mengiringi langkahku.

"Dance tampaknya benar benar duniamu. Kau sejak kecil telah menari?"

"Ya, kau benar. Sejak kecil aku sudah sangat menikmati musik dan menari setiap mendengar lagu."

"Lalu mengapa kau tidak mengambil kuliah dengan jurusan tari? Universitas kita memiliki jurusan Art, kau tahu hal itu bukan?"

"Tentu. Felix, aku dapat berkuliah disana dikarenakan aku merupakan mahasiswi penerima beasiswa. Bukan karena aku berprestasi tetapi karena aku tidak mampu. Aku sangat ingin mengambil jurusan tari. Tetapi apa boleh buat?"

"Kenapa?"

"Satu satunya beasiswa yang tersedia ialah Environmental Earth Science. Jurusan dimana aku berada sekarang. Kau pikir aku peduli dengan science? Tidak sama sekali. Tetapi aku tidak punya pilihan. Ayah dan ibu benar benar ingin melihat ku wisuda. Mereka tidak ingin anaknya berakhir seperti mereka dan hidup bersusah payah." "Dan disinilah aku. Berkuliah dijurusan yang sama sekali tidak ku minati. Aku selalu berusaha sekeras mungkin untuk mengikuti pelajaran. Aku tidak ingin mengecewakan ayah dan ibu. Mereka sudah cukup terpuruk. Aku tidak ingin menjadi beban bagi mereka. Jika melakukan sesuatu yang bahkan aku tidak sukai sama sekali, tapi menguntungkan bagi orang lain, sekarang akan ku lakukan."

Aku tersenyum menceritakan hal ini pada Felix. Aku melirik kearah Felix dan ia membalas lirikkan ku. Berbeda dari sebelumnya, sekarang Felix tidaklah menunjukkan senyum nya sedikitpun. Ia menatapku dengan sangat serius.

"Bagaimana dengan lingkungan kampusmu? Teman temanmu?" Tanya Felix.

"Temanku hanya Wendy. Aku mengenal Wendy pertama kalinya saat aku memulai kuliahku. Hanya Wendy yang mengertiku dengan sangat. Aku sangat beruntung memilikinya. Sedangkan anak anak yang lain? Haha aku selalu jadi guyonan mereka. Mereka selalu meledekku tiap kali ada kesempatan. Mereka juga sering dengan sengaja pergi ke tempat dimana aku menari dan membuang sampah tepat dihadapan aku menari. Kelakuan mereka memang tak dapat ditoleransi."

"Mereka melakukan itu padamu?"

Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan Felix.

"Takkan kubiarkan lagi sedikitpun mereka melakukan hal itu padamu." Ucap Felix.

yours truly-  Lee Felix •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang