Katanya, cinta tak harus memiliki, tapi kenapa aku terus ingin miliki kamu?
***
Savina mondar-mandir di depan kelas menunggu kehadiran Nantha. Bel masuk belum berbunyi, hari masih terlalu pagi. Sebenarnya, Savina berpikir, mungkin teman sebangkunya itu berangkat siang seperti kemarin lagi atau malah tidak bersekolah?
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit. Akan tetapi, memang dasarnya anak IPS, kalau belum tepat pada bunyinya bel, belum akan masuk. Kelas masih sepi, masih beberapa siswi saja. Anak laki-laki bahkan belum ada yang menginjakkan kaki di kelas pagi ini.
Karena lelah mondar-mandir, Savina duduk di kursi guru dengan bersandar. Enak, di kursi guru terdapat spesialnya, seperti martabak. Kursinya empuk, nyaman, tidak seperti kursi siswa yang bisa membuat bokong kram berjam-jam hanya duduk.
Omong-omong, tidak biasanya Savina menunggu kedatangan Nantha. Hari ini ada yang penting sehingga harus segera didiskusikan. Ia bukanlah teman curhat Nantha karena memang bukan teman dari kecil. Namun, tetap saja, sebagai seatmate yang baik hati, gadis itu harus perhatian.
"Anjir, gue kira guru!"
Nantha berdiri di depan pintu dan mengucapkan kalimat itu. Matanya melotot ke Savina, sudah hampir jatuh karena panik. Ia datang bersama rombongan para anak laki-laki dan perempuan yang baru datang juga. Tentu saja mereka kaget karena melihat di kursi guru sudah ada yang duduk.
Keriuhan terjadi. Padahal tadi kelas sepi, hanya ada suara beberapa orang, yaitu para siswi tukang gosip.
"Gue juga ngira gitu." Pada mendumal karena kesal.
"Matanya slewer atau gimana, sudah jelas jam masuk masih li—"
Tet-tet-tet!
" ... ma menit lagi," gumam Savina melanjutkan kalimatnya yang terpotong karena suara bel yang memekakkan telinga itu.
"Berisik banget, sih!"
"Santai, dong, Pak! Ngegas pula!"
"Denger, kok, nggak usah keras-keras, tuli ini telinga lama-lama!"
Banyak yang menggerutu, suara bel terlalu keras membuat mereka terkejut. Terlebih bagi Savina yang sedang bicara dan terpotong.
Berduyun-duyun, para siswa yang datang tepat waktu itu memasuki kelas. Guru memang belum datang, tetapi mereka segera masuk karena ingin menghargai wali kelas. Iya, pagi ini jam pelajarannya wali kelas mereka.
Nobi juga datang, kalau jamnya wali kelas, mah, ia jinak.
"Jadi, kemarin lo nggak pulang ke rumah, tapi malah pacaran di UKS sama Kak Luthfa?"
Terkejut, dong. Nantha, kan, tidak menceritakan hal itu pada siapa pun. Malah kemarin UKS sedang kosong, hanya ada mereka berdua. Selain itu, ia baru saja mendudukan pantat di kursi, langsung disuguhi pertanyaan itu.
Sebenarnya, jika kemarin di UKS ada yang mengintip, Nantha tidak akan tahu. Karena posisinya dengan Luthfa membelakangi pintu dan jendela.
"Sorry, ya, gue anti bucin-bucin club! Gue nggak suka sama Luthfa apalagi pacaran. Cuih! Gantengan juga Nobi." Perkataan itu direkam jelas oleh memori Savina. Ia juga ingat betul Nantha pernah mengucapkannya sebelum ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [END]
Dla nastolatkówDipanggil 'cewek manja' oleh mereka yang keluarganya lengkap dan dipenuhi kasih sayang. Sebenarnya, ia hanya merasa lelah dengan kehidupannya, ingin dilihat dan diperhatikan oleh banyak orang. Namun, sikapnya yang salah justru membuat orang-orang se...