Jujur saja, kalian pasti punya teman yang pas SD akrab, setelah dewasa kayak orang nggak kenal.
***
Meskipun sebenarnya Nantha tidak mau ada yang tahu tentang keluarganya, ia pastikan hanya si ngeyel Luthfa ini yang tahu. Ia menceritakan semuanya karena desakan laki-laki itu.
Jadi, alasan mengapa Nantha datang terlambat ke sekolah dan ingin pulang saat istirahat beberapa hari lalu karena mamanya sedang dirawat di rumah sakit.
"Jadi, benar, 'kan, yang gue lihat di RS pagi itu lo?" tanya Luthfa memastikan.
Nantha mengangguk. Ia memang tidur di rumah sakit. Gadis berumur enam belas tahun jalan itu memang di rumah sakit dari malam dan pulang pagi. Makanya terlambat masuk sekolah. Siangnya pun, ia berniat bolos demi menjaga kembali mamanya yang terkena serangan hipertensi. Akan tetapi, tidak jadi karena ia penasaran dengan luka lebam di wajah Luthfa pagi itu. Selain itu juga karena ia tidak pernah bolos sebelumnya.
"Oh, iya, wajah lo yang luka itu kenapa? Sekarang, sih, udah agak mendingan dilihat. Nggak kayak kemarin yang persis kek bukan lo, jelek banget."
Luthfa menyandarkan tangannya di punggung kursi semen. Gaya yang biasanya ia lakukan ketika duduk di kursi dengan punggung pendek. "Tunggu, kata lo gue kemarin persis kayak bukan gue? Berarti secara nggak langsung lo bilang gue aslinya ganteng?"
"Bukan berarti karena gue bilang, 'persis kek bukan lo', lo ganteng. Nggak jelek bukan berarti ganteng, 'kan? Bisa aja lo jelek banget."
"Ada gitu, ya, adek kelas yang ngatain kakak kelasnya?" Tangan Luthfa berganti ditumpukan di atas paha, setelah kalimat itu berakhir kembali ke gaya semula.
Posisi mereka saat ini sedang berada di kursi pinggir jalan dekat taman. Yang biasanya Nantha gunakan untuk menyendiri, bercerita pada seseorang lewat chat. Namun, hari ini tempat itu lebih terisi dengan percakapan tidak bermanfaat dari Luthfa dan Nantha.
"Adalah. Kan, kenyataan, kenapa enggak?"
Nantha membuka kotak makan yang diberikan oleh Luthfa dan melihat isinya yang terlihat enak. Nasi goreng berwarna kuning kecokelatan dengan asap yang masih mengepul. Aromanya Nantha hidu dalam-dalam.
Ah, perutnya sudah tidak tahan. Gadis itu tersenyum berbinar, merasa senang karena laki-laki itu menuruti permintaannya. Tentu saja setelah kotak makannya ia kembalikan kepada Luthfa hari itu.
"Wah, keknya enak, nih," ucap Klara yang tiba-tiba datang merebut makanan itu dari tangan Nantha.
Bola mata Nantha berputar dengan cepat dan menusuk tepat pada mata Klara. Lagi-lagi gadis dengan potongan rambut Dora ini. "Ihh ... lo itu siapa, sih, sebenarnya? Ganggu hidup orang aja bisanya!" seru Nantha tidak tahan lagi. Tangannya gatal untuk segera menjambak rambut gadis di depannya ini, tetapi ia tahan.
Bahkan, tanpa permisi ia duduk di antara Nantha dan Luthfa. Gadis berambut Dora itu meletakkan makanan di pangkuannya, kemudian tersenyum manis. Ia menghadap ke kanan, ke arah Nantha. "Gue Klara, teman lo, masa lupa, sih?"
"Gue nggak pernah punya teman namanya Klara atau pun berwajah seperti ini. Sori banget." Menatap Klara dari atas ke bawah seakan meremehkan fisik gadis itu.
Yang ditatap malah tersenyum manis tanpa ada rasa kesal karena perkataannya. Ia menyendok makanan yang dipegangnya dan berniat mencicipinya dengan wajah senang. Sedangkan Nantha sudah dongkol, akhirnya memutuskan untuk pergi dari sana. Daripada harus melihat tingkah konyol Klara yang seolah teman akrab mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [END]
Genç KurguDipanggil 'cewek manja' oleh mereka yang keluarganya lengkap dan dipenuhi kasih sayang. Sebenarnya, ia hanya merasa lelah dengan kehidupannya, ingin dilihat dan diperhatikan oleh banyak orang. Namun, sikapnya yang salah justru membuat orang-orang se...