12. Sisi Lain Penasaran

63 9 8
                                    

Kamu seperti langit yang kulihat di puncak. Terlihat dekat, tetapi susah kugapai.

***

"Iya, hari ini gue emang dapat hidayah dari Nobi," jawab Danu dengan senyum lima jarinya.

Nobi adalah si biang bolos, yang tanpa diajak pun pasti akan bolos setiap hari. Seolah sekolah adalah hal sampingan baginya, yang tidak wajib untuk ia ikuti. Lalu, bagaimana bisa mereka melewati gerbang depan yang dijaga ketat? Kan, pagar belakang juga dilapisi kawat-kawat tajam.

Mereka sudah tahu pasti akan lewat mana karena sudah menjadi kebiasaan Nobi. Semua anak laki-laki bolos, tersisa tujuh anak perempuan yang tentu saja kecuali Nantha. Savina memilih untuk tidak ikut, ia akan mendapat potongan uang jajan atau bahkan tidak mendapat jatah.

Nantha berjalan melewati gerbang depan dengan santai tanpa rasa takut. Karena semua sudah di-setting. Ketika ditanya hendak ke mana, ia menjawab ingin mem-foto copy kertas entah apa yang ditunjukkan gadis itu pada satpam. Ia beralasan bahwa di ruang tata usaha, alat untuk foto copy sedang tidak bisa digunakan.

Semua anak laki-laki menyelinap dari kelas 10 yang letaknya di lantai dua dan berhubungan langsung dengan luar sekolah. Tanpa ada pembatas atau pagar yang menyusahkan. Sehingga mereka bisa lolos dari sana.

"Mau bolos, 'kan? Balik, nggak boleh keluar! Bentar lagi jam masuk!" seru seseorang dari luar gerbang. Nantha terkejut dengan refleksnya yang buruk. Untung saja jantungnya selalu setia di tempat.

Matanya melotot tajam sebelum kemudian menyadari sosok di hadapannya adalah Luthfa. "Ngapain? G-gue mau foto copy bentar di situ. Lo sendiri juga keluar gitu, kok." Nantha berdeham karena merasa tidak nyaman jika harus berbohong.

"Bentar lagi masuk. Kalau gue, kan, udah balik. Kalau mau foto copy harusnya dari tadi." Suara laki-laki itu tidak seperti biasanya. Terdengar sedikit menahan ucapannya, tidak seperti biasa yang bicara dengan lancar.

"Ya udah, makanya gue cepet-cepet biar nggak telat masuk." Nantha memang belum mengangkat wajah. Ia hanya melirik sebentar laki-laki itu, takut ketahuan berbohong.

"Ngeles mulu, dah," komennya dengan suara berbeda. Sepertinya bukan Luthfa saja, dengan seorang lainnya lagi.

Mau tidak mau Nantha harus mengangkat wajah dan berpura-pura memelas dengan puppy eyes-nya. Agar dua orang yang ternyata adalah Luthfa dan Zero ini mau memberinya sedikit keringanan.

"Ayo, balik!" titah Zero dengan nada ketus. Nantha melirik sebentar, tidak suka dengan Luthfa dan semua teman-temannya.

"Plisss y—hah? Itu muka kenapa?" Gadis itu menurunkan tangannya yang menyatu di depan dada. Ganti mengamati wajah Luthfa yang ternyata tidak semulus kemarin.

Laki-laki itu meraba wajah sebentar, lalu memalingkan wajah. Bingung harus bagaimana, malah diejek Zero.

"Biasa, si tukang kelahi."

"L-lo kelahi?" tanya Nantha dengan suara ragu. Tidak percaya, ternyata tidak hanya menyebalkan, laki-laki itu benar-benar badboy.

Mana mungkin ... Luthfa si anak kelas XII yang terkenal playboy itu berkelahi? Mungkin saja, sih, tetapi tidak mungkin juga. Mengingat laki-laki itu hanya bisa membaperi anak-anak gadis tanpa niat merebut atau bahkan memacarinya. Ya, hanya sebagai koleksi nomor WhatsApp saja.

Ineffable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang