(10) Cinta atau Simpati?

404 55 9
                                    

Maaf typo bertebaran. Jangan lupa vote dan komen ya.

~Decision~

Choi Minho Point of View

Aku merebahkan tubuhku setelah mandi, ini hari pertamaku bekerja di desa ini. Desa yang lebih terpencil dari biasanya aku bekerja. Banyak yang bertanya kenapa aku seorang putra CEO YooMin mau bekerja di daerah terpencil dengan gaji yang tidak seberapa, sering kali bahkan aku tidak digaji. Jawabannya sederhana, karena aku sudah punya banyak uang. Hahaha, aku tahu itu terlalu sombong. Tapi, memang begitulah kenyataannya. Ayahku sangat marah padaku dan adikku karena tidak ada yang berminat untuk melanjutkan usahanya. Aku bukannya tidak mau tapi hanya ingin menikmati hidupku setidaknya sampai ayahku pensiun.

"Drrrt,"

"Halo. Ada apa menghubungiku jam segini?"

Adikku yang bawel ini memang hobi sekali menelponku di saat aku sangat ingin beristirahat. Tapi, aku tidak bisa menolak panggilannya.

"Kenapa memangnya? Sudahlah turuti saja apa kata ayah dan ibu. Bukankah bagus jika kau menikah? Kau itu sudah hampir seumur hidupmu menyendiri,"

Aku menjauhkan ponselku saat suara teriakan kesalnya menusuk gendang telingaku. Memang aku salah? Dia kan memang tidak pernah berkencan sebelumnya.

"Bukankah kau mencintainya? Lakukan saja dari pada kau dijodohkan dengan orang yang tidak kau kenal,"

Sejujurnya anak ini sangat berlebihan. Dia hanya disuruh menikah bukan dijodohkan. Apa susahnya? Toh dia akan dinikahkan dengan kekasihnya.

"Jangan terlalu memikirkan temanmu itu," kataku.

"Iya aku salah maksudku sahabatmu," sungguh wanita itu rumit sekali. Teman dan sahabat apa bedanya? Sama-sama bukan keluarga, kan.

"Jika kau menunggunya kembali kau akan menjadi perawan tua, dan aku yakin Jimin tidak akan mau menikahimu. Masih banyak wanita cantik di luar sana,"

"Tut"

Dia memutuskan sambungan? Wah, adik kurang ajar. Aku masih tidak percaya jika dia adikku, dan sialnya aku sangat menyayanginya. Aku jadi teringat dengan pasienku tadi. Dia seumuran dengan Yoojung tapi nasibnya sungguh kasihan. Aku tidak tahu yang terjadi tapi aku yakin jika dia hamil di luar nikah.

Jika diingat-ingat dia cukup cantik, ah tidak tapi sangat cantik. Bahkan dengan pakaian kusam khas pekerja kasar, dia masih memiliki semacam aura. Ya, yang seperti itu. Sudah lama aku tidak bertemu dengan seseorang yang memilki aura positif seperti itu. Pasti Park Jiyeon sudah hidup bahagia dengan Myungsoo, aku memang lamban sehingga Myungsoo mampu mencuri start. Jika tidak, mungkin Jiyeon sudah menjadi istriku sekarang. Sebaiknya aku tidur karena besok aku akan bangun pagi dan menikmati indahnya libur pertama di desa ini.

~Decision~

Pagi ini aku sudah siap dengan kaus putih dan celana trainingku. Menikmati udara pagi yang segar adalah kegiatan yang menyenangkan bagiku. Desa ini memiliki banyak sekali kebun dari lobak, sawi, bawang dan lainnya.

"Selamat pagi," sapaku pada setiap orang yang lewat. Mereka sudah bergegas untuk bekerja. Warga desa sangat ramah tidak seperti di kota. Ini adalah nilai tambahan yang membuatku sangat suka bekerja sampai pelosok.

"Dokter Choi, anda sedang libur?" tanya tuan Park. Dia adalah salah satu orang terpandang di desa. Dia memegang kendali atas beberapa perkebunan.

"Ini hari libur saya, tuan."

"Ah, mau menikmati pemandangan desa?" tanyanya lagi dengan ramah.

"Begitulah. Udaranya sangat sejuk," jawabku dengan senyuman.

Decision (Doyeon-Lucas)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang