Bagian 5

46 15 3
                                    

Seperti tekadnya tadi, setelah pulang sekolah Selda menuju kantor pusat Praharja group untuk menemui pemilik sekolah. Entah ia akan di terima atau tidak nantinya, yang penting ia akan berusaha.

Kini Selda sudah berada di depan gedung pencakar langit yang bertuliskan 'Praharja Group' dengan simbol burung elang.
Gedung ini paling tinggi daripada gedung-gedung di sekitarnya. Tentunya karena Praharja group merupakan perusahaan yang sangat maju.

Selda menarik nafas sebentar, lalu menghembuskannya pelan dan masuk ke dalam gedung. Ia sebenarnya sangat gugup, takut jika nantinya ia akan di usir. Kegugupan itu semakin bertambah, karena kini ia menjadi pusat perhatian, mungkin karena ia memakai seragam sekolah.

Selda menetralkan rasa gugupnya, ia menghampiri meja resepsionis.
"Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?" ucap resepsionis itu dengan ramah.

"Saya ingin bertemu dengan pak Roy Praharja," jawab Selda.

"Apa sudah membuat janji?" tanya resepsionis itu.

Selda menggeleng. "Belum, tapi saya ingin menyampaikan sesuatu pada beliau," ucap Selda.

"Baiklah, kalau begitu saya akan menelfon sekertaris pak praharja, untuk menanyakan apakah beliau sedang tidak sibuk," ucap resepsionis itu dengan senyum ramahnya.
Selda membalasnya dengan anggukan dan tersenyum tak kalah ramah.

Selda harap-harap cemas melihat resepsionis itu sedang berbicara di telfon. Beberapa saat kemudian resepsionis itu menutup telfonnya.

"Mari saya antar menuju ruangan pak Praharja," ucap resepsionis itu.

Selda mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia senang pak Praharja mau menemuinya, tapi rasa senang itu datang bersamaan dengan rasa gugupnya yang semakin meningkat.

Selda berjalan di belakang resepsionis itu. Resepsionis itu menekan angka 17 saat mereka berada di lift.
Beberapa saat kemudian lift berbunyi tanda sudah sampai.
Selda kembali mengikuti resepsionis itu sampai berada di depan ruangan yang terdapat seorang wanita mudah di depannya. Selda yakin jika wanita itu adalah sekertaris pak Roy Praharja.

"Apa dia yang ingin bertemu pak Praharja?" tanya sekertaris itu memastikan.

"Iya benar," jawab resepsionis.

"Silahkan masuk, pak Praharja sudah menunggu," ucap sekertaris itu dengan ramah.

Selda mengangguk sambil tersenyum, "terima kasih," ucapnya pada resepsionis dan sekertaris itu.

Selda mendekat menuju pintu. Ia menetralkan rasa gugupnya sejenak, lalu mengetuknya pelan.

"Masuk."

Mendengar jawaban dari dalam, Selda langsung masuk ke dalam ruangan itu.
Saat di dalam Selda melihat Roy yang sedang duduk di kursi kehormatannya, ia terlihat begitu tegas dan berwibawa. Meskipun di usianya yang sudah hampir setengah abad, Roy masih terlihat tampan.

"Silahkan duduk" ucap Roy dengan ramah.

Selda mengangguk, lalu duduk di sofa.
Roy menghampiri Selda, dan duduk di single sofa di depan Selda.

"Se-- sebelumnya maaf karena sudah menganggu waktu anda," ucap Selda dengan gugup.

Roy tersenyum, "tidak masalah nak, siapa namamu?" tanya Roy.

Melihat senyum Roy, rasa gugup Selda perlahan hilang.
"Saya Selda," jawab Selda.

"Baiklah nak Selda, apa yang ingin kamu katakan?" tanya Roy dengan ramah. Roy tidak perlu menanyakan dimana Selda sekolah, karena dengan melihat seragam yang Selda pakai ia sudah tahu jika Selda murid SMA Praharja miliknya.

"Maaf sebelumnya, tapi ini soal cucu anda pak," ucap Selda dengan sedikit ragu.

"Apa dia membuat masalah lagi?" tanya Roy.

"Iya," jawab Selda, "mohon maaf sebelumnya, tapi cucu anda sering sekali membully kakak saya, padahal kakak saya tidak mempunyai kesalahan apa-apa," lanjut Selda.

"Apakah Davian membully sampai keterlaluan?" tanya Roy.

Selda menangguk. "Iya, Davian dan teman-temannya pernah menyiram kakak saya dengan air bekas pel, menguncinya di kamar mandi, dan yang paling parah mempermalukan kakak saya di depan semua murid," jelas selda, "tapi itu terjadi saat saya belum bersekolah di SMA Praharja, kakak saya selalu bercerita pada saya, tapi tidak pada papa, kakak saya bilang tidak ingin membuat papa khawatir, tadi saya melihat secara langsung bagaimana Davian membully kakak saya. Saya merasa sangat marah, saya ingin melaporkan Davian dan teman-temannya pada guru-guru tapi saya yakin mereka tidak akan mendapatkan efek jerah dan malah akan mengancam guru-guru, itu menurut info yang saya dengar," lanjut Selda dengan mata yang berkaca-kaca.
Jika sudah menyangkut kakaknya Selda akan sedikit sensitif, karena kakaknya adalah segalanya bagi Selda.

Roy menghela nafas lelah. "Saya minta maaf atas kelakuan cucu saya, sebenarnya guru-guru sering melapor pada saya bagaimana kelakuan Davian saat di sekolah, saya juga sudah menasehati Davian berulang kali, tapi hasilnya nihil, ia tetap kepala batu," ucap Roy dengan sendu.

"Saya sudah memaafkan Davian pak, tapi apa boleh jika saya minta Davian dan teman-temannya di beri hukuman?" tanya Selda dengan sopan.

"Tentu saya akan memberikan hukuman pada Davian dan teman-temannya, tapi saya tidak bisa menjamin Davian akan berubah," ucap Roy.

"Maaf pak sebelumnya, tapi mungkin Davian akan berubah jika orangtuanya yang menasehati," saran Selda.

Selda merasa salah dalam berbicara, karena ia melihat wajah Roy yang menampilkan mimik luka. Selda menundukkan kepalanya.

"Sepertinya tidak akan, karena sebenarnya Davian menjadi nakal karena ia ingin mencari perhatian orangtuanya," Roy menjeda ucapannya, "Selama ini orangtua Davian selalu sibuk dengan pekerjaannya sampai lupa jika Davian juga membutuhkan perhatian dari mereka. Davian berfikir jika ia menjadi anak yang nakal akan membuat orangtuanya memperhatikannya, tapi orang tuanya malah memarahinya dan semakin tidak perduli padanya, karena itu Davian semakin menjadi, sebernya kelakuan Davian lebih parah jika di luar sekolah," lanjut Roy dengan guratan kesedihan di matanya.

Selda tertegun mendegar pernyataan Roy barusan, ia merasa iba dengan apa yang di alami Davian. Ia baru tahu jika di balik semua kenakalan yang di lakukan Davian hanyalah untuk mencari perhatian orangtuanya.

"Maaf saya jadi menceritakan apa yang belum tentu ingin kamu dengar," ucap Roy dengan tidak enak, bagaimanapun ia baru saja mengenal Selda. Tapi, entah mengapa hatinya tergerak untuk menceritakan itu semua pada Selda, ia merasa Selda adalah gadis yang baik.

"Tidak masalah pak, lagipula saya jadi mengerti mengapa Davian bersikap seperti itu," ucap Selda, "saya yakin Davian akan berubah, atau mungkin nantinya akan ada seseorang yang bisa mengubah Davian" lanjut Selda dengan tersenyum.

"Saya harap kamu yang akan merubah Davian"

***

"Halo Bel" ucap Selda saat menjawab telfon dari Abel.

Kini Selda sudah berada di rumahnya, setelah tadi menemui Roy ia langsung pulang dan istirahat di kamarnya.

"Sel tadi bagaimana?, lo di usir?, lo udah ketemu sama pak roy?, lo udah ngomong sama dia?, pen--" Selda langsung mematikan telfonya.
Ia sedang lelah, dan malas untuk menjawab semua pertanyaan Abel yang tidak akan ada habisnya. Ia lebih memilih untuk bercerita besok saat di sekolah.
Handphone Selda bergetar menandakan notifikasi Line masuk.

Abel_deasya19
P
Sel
Jahat lo sel main matiin telfon gitu aja
Woy
Gue mau dengerin penjelasan lo
Bangke!

Selda mengehela nafas sejenak. Beginilah Abel jika sudah kepo, pasti ia akan menelfon atau spam chat.

Selda_Sykl
Bacot lo Bel!, besok aja gue ceritain di sekolah.

Setelah membalas pesan dari Abel, Selda menyimpan handphonnya di nakas lalu bersiap untuk terjun ke alam mimpi.

Jangan lupa VotMen😊

SeldaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang