Bagian 15

51 6 2
                                    

Hari ini Selda melangkahkan kakinya malas menuju latai bawah, karena kamarnya yang berada di lantai atas. Kejadian kemarin, dimana foto itu beredar membuat Selda tidak bisa tidur semalaman. Ingatan tentang foto itu terus saja melintas dalam pikiran Selda, bebarengan dengan cacian-cacian yang dilontarkan siswa, siswi hampir seantero sekolah. Entah siapa orang jahat yang tega melakukan ini semua padanya.

Selda paling anti dengan yang namanya bullying. Tapi mengapa sekarang malah ia yang menjadi objek bully? Sekarang ia tahu bagaimana rasanya berada diposisi Rafka. Ia lantas berpikir, bagimana Rafka bisa bertahan dengan bully yang ia alami? Bahkan Selda di bully sehari saja rasanya sudah ingin putus asa.

"Pagi Kak," kata Selda dengan tersenyum pada Rafka yang berada di meja makan.

"Pagi Dek," balas Rafka dengan tersenyum.

Selda duduk di sebelah Rafka dengan wajah lesu. Hari ini Arga tidak ikut sarapan karena ada meeting mendadak di kantornya. Hal itu membuat Selda dan Rafka hanya sarapan beruda. Tapi Selda malah bersyukur, karena ia tidak ingin papanya melihat ia dalam kondisi seperti ini. Ia tidak ingin membuat papanya terganggu dalam urusan pekerjaan hanya karena masalah pribadi Selda. Selama ia bisa mengatasi masalahnya sendiri, Selda tidak akan meminta bantuan pada papanya.

"Kamu yakin mau sekolah?" tanya Rafka dengan khawatir.

Yaa, Rafka sudah tahu apa yang terjadi pada Selda. Ia mengetahuinya karena teman perempuannya yang menggosip di kelas. Rafka juga sudah mendengar cerita yang asli dari Selda. Rafka marah dan sedih mendengar berita itu, tapi ia bisa apa? Rafka hanya bisa diam dan menyarankan Selda untuk sabar, karena ia tidak bisa membela Selda. Ia terlalu cupu untuk sekedar membela Selda.

Selda tersenyum. "Iya kak, Selda gapapa kok," ujar Selda.

"Maafin kakak ya dek, kakak gak bisa belain kamu," kata Rafka dengan kepala tertunduk.

Selda menggelengkan kepalanya. "Aku gak butuh di belain kakak. Dengan adanya kakak udah lebih dari cukup buat aku," tutur Selda.

Mendengar ucapan Selda, Rafka lantas memeluk Selda dengan erat. Selda memalas pelukan Rafka dengan memeluknya tidak kalah erat. Ia sangat menyayangi Selda, begitu pula sebaliknya. Mereka berdua memang sudah dekat sedari kecil, membuat mereka tak terpisahkan. Tak jarang mereka juga saling bercerita masalah masing-masing. Hal itu semakin membuat ikatan persaudaraan mereka semakin erat.

"Ini salah kakak," cicit Rafka, tapi masih bisa didengar Selda.

"Ini bukan salah kakak," kata Selda lembut.

Mereka menyudahi pelukannya. Setelahnya mereka kembali melanjutkan sarapan dengan pikiran masing-masing.

***

Seperti kemarin, Selda berjalan melewati koridor tak lepas dari cacian. Selda hanya bisa menundukkan kepalanya dan berusaha menulikan pendengarannya. Agar rasa sakit itu tak terlalu terasa. Ia menuju taman belakang sekolah, masih ada waktu 10 menit sebelum bel masuk. Selda akan memanfaatkannya untuk menenangkan diri sebentar.

Saat melewati koridor yang sepi, Selda tak sengaja mendengar suara dua orang sedang berbicara. Selda mencari sumber suara itu. Ternyata Mareta dan Alta sedang berbicara dengan tatapan yang serius.

"Jadi bener, lo sama teman-teman lo yang udah nyebarin foto itu?" sentak Mareta dengan wajah merah menahan emosi.

Selda terkejut mendengar apa yang di ucapkan Mareta. Selda mengepalkan tangannya menahan emosi. Jadi ternyata Davian dan teman-temannya yang melakukan ini padanya?

Alta mengangguk. "Maafin gue ta, gue gak bermaksut--"

"Gue gak nyangka, ternyata kalian setega ini sama gue," kata Selda dengan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SeldaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang