Bagian 14

34 5 0
                                    

Selda, Abel dan Mareta berjalan dengan dengan kesal sepanjang koridor kelas. Terutama Selda yang mendengarkan suara cacian yang di lontarkan padanya. Mengapa orang hanya mampu mencaci tanpa ingin tahu kejadian sebenarnya. Mengapa mulut mereka hanya di gunakan untuk melontarkan kata-kata pedas tanpa mencari faktanya terlebih dahulu.

Saat melewati mading sekolah, mereka melihat banyak murid yang bergerumbul. Sepertinya mereka sedang melihat suatu informasi yang menarik perhatian atau mungkin sesuatu yang menarik untuk di gosipkan?

"Sel, kita lihat dulu ya, gue penasaran mereka lagi liatin apa," ucap Abel.

Mereka bertiga berjalan melewati kerumunan, melihat informasi apa yang menarik perhatian mereka. Semoga apa yang ada di pikiran mereka tidak terjadi.

Deg.

"Sel," Mareta memegang lengan Selda.

Ternyata benar dugaan mereka bertiga. Selda mengepalkan tangannya menahan emosi, sedangkan Abel dan Mareta menatap Selda iba.
Tatapan murid yang berada di depan mading tiba-tiba mengarah pada Selda.

"Ngapain kalian semua liatin gue? Gue gak seperti apa yang kalian pikirkan, foto ini gak sama kayak kejadian sebenarnya," teriak Selda.

"Bubar kalian semua," ucap Abel.

Akhirnya mereka bubar, dengan meninggalkan cacian pada Selda. Selda mengepalkan tangannya erat mendengarkan cacian dari mereka.

Dengan gerakan yang cepat Selda menarik semua foto yang memenuhi mading. Abel dan Mareta juga membantu Selda, karena jumlahnya yang banyak.

"Percuma, meskipun lo sobek sekalipun. Beritanya juga udah nyebar satu sekolah," ucap seseorang yang tiba-tiba berada di belakang Selda.

'Belfina' batin Selda.

Bukan hanya Belfina, karena di samping Belfina juga ada dua antek-anteknya, Amanda dan Alda. Terkadang Selda bingung bagaimana bisa mereka bertiga yang sama-sama memiliki mulut pedas bisa berteman dekat. Bagaimana jika mereka bertengkar? Sudah pasti akan adu mulut.

"Jangan-jangan ini semua kerjaan lo," ucap Abel curiga.

"Gak usah nuduh gue sembarangan," sentak Belfina.

"Segitunya belain temen lo yang jalang itu," sinis Amanda.

"Jaga mulut lo," teriak Selda.

"Emang ucapan Manda ada yang salah?, gue rasa gak deh," sahut Alda.

"Ternyata selain sok jagoan, lo juga murahan ya," ujar Belfina.

Selda hendak menyaut ucapan Belfina, tapi Mareta memegangi punggungnya seolah mengingatkan Selda agar tidak terpancing emosinya.

"Gak perlu di tanggepin, percuma ngomong sama orang yang otaknya gak penuh," ucap Mareta.

Selda, Abel dan Mareta melenggang pergi, membiarkan Belfina dan kedua temannya mengumpti mereka.
Cukup sudah, mereka tidak ingin terpancing emosi karena Belfina dan kedua temannya. Apalagi tidak ada untungnya berdebat dengan orang seperti mereka, orang yang hanya bisa mencaci tanpa tahu kejadian sebenarnya.

Selda, Abel dan Mareta menuju ke taman belakang sekolah. Tempat yang jarang sekali di kunjungi. Mereka sengaja mengunjungi tempat ini karena disinilah tempat dimana Selda tidak akan menerima cacian. Kedua teman Selda cukup mengerti perasaan Selda saat ini, tapi mereka tidak bisa membantu Selda, mereka hanya bisa memberikan dukungan dan kepercayaan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Siapa sih Sel yang tega ngelakuin ini semua sama lo?" tanya Abel.

"Kalo gue tau, pasti udah gue kasih pelajaran orangnya Bel," ucap Selda lemas.

SeldaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang