Part 10

1.5K 131 35
                                    


Sorry for typo, don't forget to vote and comment.

______________

Mean masuki apartemenya, ia terlihat marah pada dirinya sendiri. Kenapa ia bisa begitu bodoh karena sesaat terpesona oleh wajah cantik seorang Plan Rathavit Kijworalak.

"Bodoh! Bodoh!" kata Mean memukul kepalanya beberapa kali. Ia merutuki perbuatannya karena mencium Plan barusan.

Bagaimana bisa? Mean secara refleks mencium pipi Plan. Bahkan bukan hanya di pipi Mean mencium Plan tapi juga di keningnya Plan dan itu sangat lama.

"Aku pasti sudah gila! Kenapa bisa aku menciumnya? Arghhh ....!" kata Mean sambil memukul kepalanya.

"Saint. Ya aku harus bertemu dengan Saint."

Mean mengambil benda pipihnya dan menekan tombolnya lalu ia pun terlihat sedang menelpon. Cukup lama Mean menghubungi Saint tapi panggilannya belum juga diangkat. Tidak biasanya Saint seperti itu, biasanya ketika Mean menelpon Saint, Saint selalu paling cepat mengangkat panggilan darinya. Tapi entah kenapa, panggilannya kali ini tidak diangkat. Mean bahkan sudah lima kali menghubungi Saint.

"Kamu ke mana, Saint? Kenapa tidak mengangkat panggilanku?"

Mean pun menaruh ponselnya dan berjalan ke kamar mandi, ia harus membersihkan tubuhnya yang lengket terlebih lagi tadi ia mencium Plan. Sungguh membuat harinya semakin buruk.

Mean memasuki kamar mandinya, ia melihat pantulan dirinya di cermin dan pandangannya tertuju pada kalung yang melingkar di lehernya.

"P," kata Mean sambil memegang liontinnya. "Kenapa Mommy memberikan ku kalung ini? Dan siapa itu, P?"

Pikiran Mean selalu saja tertuju pada siapa itu P, si pemilik inisial di lehernya itu.

.
.

Plan memasuki kamarnya, wajahnya masih memerah karena menahan malu karena Mean menciumnya tadi. Ia segera melempar tubuhnya di kasur king sizenya.

"Aaa ..." teriak Plan bahagia di dalam kamarnya. Ia segera menenggelamkan wajahnya di bantal tempat tidurnya.

"Mean menciumku," cicit Plan. "Ini seperti mimpi." Ulangnya lagi.

Plan membolak-balikkan tubuhnya di tempat tidur itu, ia begitu bahagia. Bibirnya terus saja ditarik ke atas membentuk sebuah senyuman, ia berharap kebahagian itu akan bertahan untuk waktu yang lama.

Plan begitu bahagia tapi tidak dengan pria cantik yang satunya, Saint terlihat berantakan. Ia terus saja menangis, bahkan selama setahun belakangan ini ia hanya bisa menangis dan menangis ketika melihat orang yang paling dicintainya selalu bersama dengan kekasih barunya. Ia yang menjadi kekasih pertama dari Mean tapi kenapa ia yang harus merasakan sakit. Sakit, hancur ... pasti. Siapa yang tidak merasakan sakit ketika melihat kekasihnya bersama dengan orang lain, perasaan yang ia bangun selama empat tahun itu harus hancur karena ulah Mean yang lebih mementingkan dendamnya daripada cinta tulus yang ia berikan.

"Kenapa, Mean? Kenapa kau melakukan ini padaku?" kata Saint berteriak di dekat taman itu. "Apa salahku padamu, Mean. Katamu kau mencintaiku tapi kenapa kau malah menyakitiku? Hiks .... hiks ...."

Saint memukul dadanya yang terasa sesak, ia bahkan memukul dadanya dengan keras beberapa kali. Ia berharap dengan memukul dadanya maka rasa sakit itu akan hilang detik itu juga tapi nyatanya ia justru malah semakin merasakan sakit.

Ketika Saint sedang menangis di taman itu tiba-tiba ponselnya berdering, Mean tertera di sana. Tapi Saint justru malah mengabaikan panggilan dari Mean. Mean beberapa kali menghubunginya tapi Saint malah melihatnya dengan rasa kecewa.

Darkside Mean Phiravich ✔ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang