Jeni masih mengingat perkara pembajakan kemarin. Buru-buru ia menghapus postingan itu dan mengklarifikasikannya lewat insta story.Dia masih marah tentunya. Bahkan hari ini Jeni akan mendiamkan tiga sahabat sialannya itu. Kalau mereka membajak ponsel Jeni masih di batas wajar, cewek itu tidak akan marah. Namun, mereka sudah membuat postingan tanpa persetujuannya terlebih dahulu.
Ya jelas kesel lah, Bos!
Dari parkiran, cewek itu berjalan sesantai mungkin. Sekesal apapun, wajah harus tetap tersenyum ketika berpapasan dengan adik kelas. Biar dia bisa jadi kakak kelas yang patut dicontoh. Tepuk tangan, dong, buat Jeni.
Untuk menuju kelasnya, sudah pasti harus melewati koridor kelas sepuluh. Jeni melihat dedek-dedek gemes, eh, maksudnya adik kelas yang masih polos--gak tau kalo aslinya--sudah ada yang ngerumpi pagi-pagi begini. Tapi cewek itu hanya melihat punggung adik kelasnya, karena posisi mereka itu menghadap ke lapangan.
"Serius, lo?!"
Aduh! Itu adik kelasnya kok ngegas? Jeni kan jadi penasaran. Alhasil ia memelankan langkahnya agar bisa sedikit mendengar percakapan mereka. Nguping gampangannya.
"Ya iya, lah! Gue kan, fans-nya Kak Jeni. Kalo gue sekolah di sini, gue bisa ketemu sama dia, terus minta fotbar. Uughh! Bahagia banget hidup gue."
Namanya disebut-sebut, Jeni malah menghentikan langkahnya. Ia mendengar jelas cerocosan adik kelas berambut panjang itu. Gila, sih, kok dia niat sekolahnya gitu amat. Jeni masih terdiam mendengarkan obrolan mereka, walaupun pandangan di sekitar kini tertuju padanya.
"Ya ampun, beruntung banget sistem zonasi ini gue bisa satu sekolah sama Kak Jeni." Adik kelas berambut panjang itu mengadahkan kepalanya berkhayal.
"Eh, iya, tuh. Temen SMP gue juga pengen masuk sini. Tapi karna sistem zonasi, jadinya gak bisa. Ya, itu, gara-gara ada Kak Jeni," sahut temannya.
"Dek," panggil Jeni dengan santai. Ia bahkan melupakan amarahnya kepada tiga sahabat sialannya.
Kelima cewek yang mengobrol itu langsung menengok ke belakang. Mereka terkejut atas kehadiran Jeni, seolah tertangkap basah melakukan tindak kriminal.
Tercyduk kau, Maemunah.
Apalagi cewek berambut panjang yang langsung gelisah galau merana mendapati Jeni menatapnya. "Hai, Kak Jeni," sapanya tanpa dosa. Padahal tadi ngomongin Jeni.
"Hai," balas Jeni tak lupa memberikan gummy smile-nya. "Mau minta fotbar?" Jeni terus menatap cewek itu yang kini gelagapan.
Jeni sudah bisa menebak, pasti cewek itu sedang merasa tercyduk. Sengaja ia menawarkan hal itu dan pura-pura tidak tau apa-apa.
Kelima adik kelas itu hanya terdiam saling melempar tatapan. Nyatanya hanya sebatas itu nyali mereka.
"Adik kelasku yang baik, niat sekolahnya diubah dulu, ya? Kasian Mak Bapak kalian nyari duit buat sekolah, eh, malah niatnya ketemu idola." Ucapan Jeni membuat kelima cewek itu, termasuk si rambut panjang gelagapan tidak berani menatap Jeni.
"M-maaf, Kak," cicit cewek itu.
Udah segini doang nyalinya?
"Minta maafnya sama Mak Bapak kalian, ya?" balas Jeni. "Dadah, adik kelasku. Belajar yang rajin, ya!" Jeni melangkah meninggalkan kelima adik kelas itu sambil melambaikan tangannya.
📷📷📷
Setelah waktu istirahat, kelas Jeni kebetulan jam kosong. Surga sekali karena saat itu merupakan pelajaran guru horor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Only Challenge
Teen FictionBerawal dari challenge konyol yang membuat Jelita mengerti bahwa tidak selamanya menjadi youtuber itu selalu enak. 2019