2. Rusuh

38 3 1
                                    

"JENITA!!!"

"Apaan, sih?"

Jeni keluar dari kamarnya ketika mendengar teriakan Oci yang terdengar sampai ke lantai dua. Ia menghampiri Oci sambil mengikat rambutnya asal.

Mau IG live aja banyak banget yang gangguin, ya Gusti...

Jeni berdecak sebal. "Jangan teriak-teriak, Ci. Ntar kucing gue kebangun," katanya sambil memperhatikan Oci yang berjalan ke arah dapur.

Oci tidak memperdulikan. Ia menulikan telingannya, mencari sesuatu yang bisa dimakan dari dalam kulkas.

Entah snack, buah, es krim ataupun makanan berat di dalam kulkas, bakal Oci lahap.

Sepulang sekolah, mereka memutuskan main di rumah Jeni. Namun, Oci yang ada urusan tidak langsung ikut. Karena itu, ia baru datang sekarang dan kebetulan perutnya juga lapar. Alhasil Oci langsung menggeledah kulkas di rumah Jeni. Mereka sudah terbiasa akan hal ini, jadi tidak ada rasa canggung atau tidak enak hati.

Jeni juga sudah terbiasa kalau rumahnya sering dijadikan kumpul-kumpul seperti sekarang ini. Kali ini bukan untuk mengerjakan tugas, atau ada kerja kelompok dan semacamnya, namun ini sudah diibaratkan seperti tradisi mereka.

Diam di rumah salah satu dari mereka, sampai senja hilang dari perpaduan, barulah mereka pulang ke rumah masing-masing. Aneh? Itu kenyataan.

"Ci, itu red velvet kesukaan adek gue, jangan diambil!" peringat Jeni ketika Oci hendak mengambil kue red velvet.

Oci nyengir tanpa dosa. "Hehe, abisnya menggoda, sih." Setelah mendapatkan beberapa snack, ia langsung menuju kamar Jeni yang berada di lantai dua.

Sedangkan Jeni yang melihatnya hanya bisa menghela napas dan ikut masuk ke kamarnya.

📷📷📷

"Ci, udah, Ci. Lo kalo laper mending ke warung aja sana. Kita lagi nonton drakor jadi kurang konsen ngedenger lo berisik terus," celoteh Jihan karena suara Oci yang sedang memakan keripik mengganggunya sejak tadi.

Oci cemberut. Ia menatap Jihan dengan tatapan tidak suka.

"Gue juga gak konsen, Ji, kalo gak makan. Mau nonton gimana coba?!" balas Oci tidak mau kalah.

"Otak lo makanan mulu," sungut Jihan. "Gue juga mau kali. Jen, beli ciki dong. Si Oci ngabisin semuanya kayak orang gak dikasih makan."

"Heh! Gue nih mau IG live gak jadi mulu gara-gara lo berdua rusuh banget dari tadi." Jeni melirik tajam Jihan dan Oci yang berada di kasurnya. "Ci, awas, ya, kalo ntar malem gue tidur disemutin."

Sedangkan yang ditatap hanya memasang muka biasa-biasa saja seolah tidak pernah berbuat keributan. "Nih, gue mau beli ciki dulu buat kalian semua. Awas lo semua macem-macem sama kamar gue," ucap Jeni.

"Sumpah, berisik banget, ih. Jen, rumah lo banyak penunggunya, ya?" Shafira pura-pura tidak tahu apa yang diperdebatkan mereka berdua. Cewek itu tengok kanan kiri seperti mencari sesuatu.

"Oci mana? Kok gue gak liat, sih? Tuh anak belom nyampe juga ya?" Shafira berlagak tidak melihat kehadiran Oci.

Anjir! Yang sabar, Ci.

Sontak Jeni terkekeh ketika hendak membuka pintu. Oci yang mendengarnya memilih merapatkan bibir lalu kembali mengunyah sisa makanan yang diambilnya. Capek rasanya capek.

Bully saja terus. Oci kuat, kok. Kalian suci Oci penuh makanan.

"Nah, lho... Oci ngambek tuh..." Jeni memprovokasi.

Not Only ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang