5. Setuju pt.2

33 3 0
                                    

Bel istirahat berbunyi lima menit lagi, tapi Jeni dan kawan-kawan sudah berada di kantin. Kesempatan seperti ini jarang didapat, karena kalau bel istirahat sudah berbunyi, kantin pasti akan ramai. Bukannya mereka membolos, melainkan guru yang mengajar sudah selesai lima belas menit sebelum istirahat. Tidak hanya Jeni, teman sekelas lainnyapun ada yang memilih ke kantin.

Di saat tiga temannya mengobrol, Jeni malah terdiam sambil mengaduk minuman Drink Bang-Bang-nya. Dia tidak sedang melamun, melainkan memikirkan tentang challenge konyol yang dibuatnya. Jeni pikir, setelah kemarin sempat membuat vidio mukbang, dia tidak akan terlalu memikirkan challenge itu. Bagaimanapun gadis yang sedang menggigiti es batu itu telah bertanya kepada ribuan penggemarnya. Tidak mungkin kalau dia mengabaikannya begitu saja.

Sebelum-sebelumnya, Jeni memang membuat vidio request-an dari penggemarnya. Mulai dari mukbang, reaction, tutorial, dan Q&A sebelum dirinya benar-benar melaksanakan challenge. Hal itu dilakukan agar dia bisa menghibur penggemarnya meskipun lewat vidio yang berdurasi kurang lebih lima belas menitan. Kalau Jeni tidak membuat konten vidio, dia mau dapat uang dari mana? Hehehe.

"Ya, gak, Jen?" Suara Jihan berhasil menarik kembali Jeni dari dunianya.

Jeni tidak kaget, karena dia tidak melamun. Akan tetapi dia tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan sampai Jihan bertanya padanya.

"Batalin aja," celetuk Jeni yang sebenarnya mengarah kepada challenge-nya itu.

"Apaan, sih, Jen? Lo gak seneng, ya, kalau kumpul di rumah gue? Rumah gue gak ada apa-apanya, kok." Oci langsung menyerbu Jeni dengan pertanyaannya. Dari nada bicaranya, gadis cerewet itu nampak kesal karena mendengar ucapan Jeni.

Sebaliknya, Jeni malah melongo sambil melirik Jihan, Oci dan Shafira secara bergantian. "Eh, gimana, ya?" tanya Jeni. Bukan seperti sedang mempertimbangkan sesuatu, tapi dia meminta penjelasan tentang apa yang Oci bicarakan.

"Ya ampun, Jen. Lo ngelamun?" tebak Shafira.

"E-enggak," tolak Jeni. "Maksud gue, batalin aja challenge-nya."

"Maksud lo apa, Jen? Lo, kan, yang ngadain sendiri." Oci langsung menanggapinya heboh.

"Lagian tinggal nentuin target terus laksanain," sahut Shafira ikut heboh.

Sementara itu Jihan hanya menopang dagu sambil memperhatikan Jeni yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Terus siapa targetnya?" tanya Jeni kesal.

"Gue, kan, kemaren bilang si Radit," jawab Shafira.

"Kan kemaren gue bilang gak mau!" Entah kenapa Jeni merasa kesal jika membahas Radit yang akan menjadi targetnya.

"Lo ngelakuinnya jangan pake hati, Jen." Jihan akhirnya bersuara.

Jeni membenarkan ucapan Jihan. Benar, ini kan hanya permainan, untuk apa dia melibatkan perasaannya? Siapapun targetnya, yang penting challenge konyol itu terlaksanakan.

"Emang lo mau Fero si playboy?" tanya Oci. "Noh, liat. Ibu kantin aja dia godain. Seratus persen gagal!" Oci menunjuk Fero yang sedang menggobali ibu kantin selagi mengantri.

"Ci, tumben lo nyambung," canda Jeni.

"Dia kecanduan kopi tuh. Dari kemaren lagi suka minum kopi," sahut Shafira.

"Gitu, ya, giliran gue nyambung malah gak dianggep!" Oci berlagak ngambek sambil meminum kopi Luak-nya.

"Gini deh, besok sabtu kita kumpul di rumah Oci. Terus kita bahas lagi," ujar Jihan menghentikan perdebatan tiga temannya.

Not Only ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang