Asrama, 09.00 pm.

18 4 0
                                    

Lantai 10, suara ketukan dinamis dari highheels berwarna hitam memecah keheningan lorong asrama guru. Dia, Delyna Lukas. Berjalan elegan dan anggun di sepanjang lorong dengan jumlah genap 50 ruangan. Di ujung lorong terdengar hentakkan kaki yang lebih keras dan berirama tak beraturan saling tumpang tindih. Delyna memiliki firasat janggal dengan hal tersebut. Dia membalikkan badan mengejar suara yang dihentikan seperti orang berlari. Damn!

Dia menemukkan bocah pembuat onar telah main petak umpet di jam seperempat malam. Kelakuan Carrol memang terlihat seperti anak-anak. Tapi Charyl? Bukankah seperti jalang muda dalam penampilannya dan gaya berpakaiannya. Bermain permainan anak-anak adalah hal yang tidak masuk akal.

Kedua gadis itu diam setelah, Cheryl mengatakan kena kepada Carrol. Dengan begitu Delyna segera menyadarkan mereka. Seperti ikut dalam permainannya dan mengatakan,

"Kena!"

Keduanya kaget! Seperti tertangkap basah dalam sebuah misi persembunyian. Takut dan gemetar. Kemudian tersenyum kikuk, malu karena ketahuan bermain konyol di lorong lantai 10.

"Sedang apa kalian di sini?"

"Ka.. kami sedang bermain, Ms. Delyna," jawab Carrol terbata.

Perhatian detektif berusia 20 tahun tertuju pada Cheryl yang memakai singlet crop top yang menampilkan perutnya dan di sana terlihat luka goresan.

"Apa ini?"

Tanya Delyna pelan, seraya menunjuk lukanya tanpa langsung menyentuhnya.

"Ah! Ini. Eeem. Tadi... Ah itu saat bermain petak umpet dengan Carrol aku berlari dari elevator Karena terburu pintu segera tertutup akhirnya aku berlari dan perutku tergores pintu elevator"

Gadis British kembaran Carrol jauh lebih panik saat ditanya. Gadis pemberani yang biasanya bahkan ditakuti di kelas kini menjadi ayam setelah dituduh sebagai tersangka. Dan jelas psikolog itu mengetahui kebohongannya. Matanya memutar saat berbicara, memilih bayangan kebohongan untuk diungkapkan. Dan ketemu, pintu lift yang memiliki permukaan halus dituduh menyebabkan luka goresan pada perut gadis bertubuh mulus.

Mereka segera berlari setelah pintu lift terbuka. Berpapasan dengan Nyonya Emma. Mereka segera masuk lift dan menutupnya hingga nyonya Emma menarik nafas kesal. Tentu saja sebagai guru yang juga mengajar dua gadis kembar itu mengerti sikap keduanya.

Setelah berkutat dengan pemikirannya sendiri, wanita berambut blonde pendek dengan gaya seperti legendaris Merlyn Monroe menyadari ada yang memperhatikannya di sebuah space kecil untuk menuju tangga darurat yang tadinya digunakan untuk mengumppat Carrol yang akhirnya ditemukan Cheryl. Keduanya saling mengadu mata. Lalu nyonya Emma dengan sombongnya membuang muka dan berjalan seakan enggan menyapa guru muda baru yang sok-sokan menjadi detektif.

"Nyonya Emma. Please! Beri saya waktu mengobrol sebentar," tegurnya seraya melangkahkan kaki untuk mengikuti dan sejajar dengan wanita yang kini tak tertarik dengan obrolannya.

"Aku sibuk untuk ikut andil dalam urusan ini, Delyna. Aku tidak pernah melakukan pembunuhan dan tidak akan pernah melakukannya. Tidakkah itu cukup untukmu!"

Detektif itu tertawa geli, menghadapi wanita tua sok pintar.

"Pernah dengar pepatah jika maling mengaku penjara penuh? Apa anda mau membuat pepatah lain jika ada pembunuh mengaku maka detektif tidak akan bekerja?"

Wanita bergaya Merlin Monroe itu menghentikan langkahnya, memandang detektif yang kini lancang menertawainya.

"Apa yang kamu inginkan, Delyna?" tanyanya tegas. Menghembuskan nafas kesal.

"Aku melakukan tugasku, mencari tahu siapa pembunuh sebenernya. Dan ngomong-ngomong bukankah di lehermu ini luka cakaran? Nyonya Emma?"

Dia tersentak dan menepis tangan gadis berusia 20 tahun untuk tidak menyentuhnya.

Leyl The WriterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang