Sidik Jari

2 1 0
                                    

Aku mencengkram pelipisku erat, rasanya aku benar-benar tak percaya ini. Perasaanku cukup tercampur aduk, kepalaku semakin sakit.

Aku terus mendongakkan wajahku, terus memikirkan apa yang akan terjadi lagi sekarang? Aku memondar mandirkan tubuhkh bimbang.

Hingga diujung lelah tak berdaya aku menjatuhkan tubuhku ke kasur. Melepaskan semua energi yang menguasai.

"Aku bersumpah, Kim. Aku meletakannya di kasur," ucap Leon terus memastikan.

Aku memejamkan mataku, tanpa merespon apapun yang Leon katakan. Aku sudah cukup lelah dengan semua ini.

Leon yang melihatku tak bergumam ikut membaringkan diri di sampingku. Berusaha membujukku untuk tidak lagi larut dalam emosi.

"Kim, kita lihatkan bahwa buku itu menunjukkan tempat yang salah dimana Jack David terbunuh, buku itu menunjukkannya di lab biologi. Tapi nyatanya? Dia justru ditemukan oleh si kembar di Lab Kimia. Sudah jelas buku ini, bukan sebuah petunjuk yang bisa ikuti, atau sebuah takdir yang perlu kita takuti. Tidak ada yang tau pasti, sekarang kita tak perlu lagi mencari buku itu."

"Stop, Leon!" bentakku.

Aku tidak bisa berfikir jernih sekarang. Buku itu adalah satu-satunya petunjuk. Meskipun Leon membantahnya, dan memang benar bahwa hari ini tulisan di buku itu tidak sesuai dengan realita yang ada. Tapi mungkin saja jika kita baca halaman selanjutnya dibuku akan tertulis demikian. Bahwa kami salah mengira tempat Jack David terbunuh di ruang biologi, padahal dia sudah ada dilab kimia sebelumnya.

Aku yakin, orang dibalik semua ini sudah merencanakan hal ini dengan sangat teliti. Dia mengatur dan tahu cara berfikir kita semua. Arrggghh!

Bagaimana mungkin tindakan kami semua bisa sedemikian rupa dengan yang ada di buku itu. Padahal bisa saja ada 1 kesalahan kecil yang tidak aku lakukan sesuai yang di buku.

Sebenernya siapa penulis buku itu? Apa tujuannya? Aku yakin buku itu adalah petunjuk untuk mengetahui siapa aku sebenarnya, terlihat bagaimana cara Professor Anderson yang seakan-akan memintaku untuk mencari tau siapa aku... apakah ini ulahku? Apakah aku penulis itu? Atau aku yang ada di balik kejadian ini? Sial kenapa buku itu menghilang!

Jelas aku menyalahkan Leon. Aku memintanya untuk mengganti sandi kunci itu supaya hanya aku dan dia yang tau. Tapi apa sekarang aku justru kehilangan petunjuk itu.

Aku memandang langit-langit kamar. Kembali mengingat-ngingat apa yang terlewat. Masa laluku, bahkan sebulan yang lalu. Apa yang terjadi?

"Please Leon, tinggalin aku," ucapku memohon. Kini air mataku menetes membasahi pelipisku.

Entah kenapa aku secengeng ini. Rasanya ada rasa sakit yang terpendam. Ada luka yang tak bisa kulihat. Meskipun saat ini seakan tidak ada sesuatu yang melukaiku hingga membuatku merasa perih, tapi entah bagaimana air mata ini meluncur tak terkendali. Aku seperti menangis tanpa sebab. Hanya saja, sungguh aku merasa sangat sakit kali ini.

Apa karena Leon? Apa ini karena dia yang terlalu berlibihan mencintaiku? Bukankah harusnya aku senang kalau dia bisa mencintaiku dan melakukan apapun untukku? Tapi... bagaimana jika dia melakukan semua ini hanya karena aku... terlebih setelah aku membaca buku itu, saat Leon harus mengamuk di ruang komputer hanya karena CCTV menunjukkan aku diperlakukan tidak adil.

Leon... apa hanya karena itu, kamu balas dendam dan melakukan hal sekeji ini. Jangan bilang... ini semua ulahmu.

"Kim?" sergah Leon dengan suara paraunya.

"Aku ga mau kamu terobsesi denganku, Leon. Kamu... tidak mencintaiku..." ucapku terbata, bahkan aku tak kuasa mengucapkannya. Tentu saja karena aku pun sangat mencintainya, tapi rasanya... apa aku salah bila aku mencurigainya? Apa aku salah bila berfikir dia melakukan itu semua hanya karena aku dihina.

Leyl The WriterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang