Chapter 38

28 7 3
                                    

Tok! Tok! Tok!

Ketukan pintu itu terus terdengar sejak setengah jam lalu. Tapi sang empunya kamar tetap diam tak mau beranjak dari posisinya.

Dirinya lelah. Satu hari suntuk ia habiskan untuk membuang air mata. Tidak tidur, tidak makan, intinya dia tak ingin keluar dari kamar.

"Sayang, buka dulu dong pintunya."

Suara lembut itu justru membuat aliran air dari matanya kembali basah. Padahal tadi sempat mengering dengan sendirinya ketika kamarnya senyap.

"Kamu dari pagi belum makan loh sayang."

Ara tidak peduli. Ara tidak lapar. Ara hanya ingin berhenti menangis. Ia lelah. Tapi kenapa air matanya justru kian bertambah. Apa tidak habis dari tadi malam sampai sore ini ia keluarkan?

Ara tambah terisak. Pilu sekali hingga terdengar sampai luar pintu.

"Sayang, keluar dulu ya. Cerita sama Ayah sama Bunda."

Sang bunda sudah menangis dipelukan suaminya sekarang. Tidak tega mendengar isakan yang terus keluar dari dalam kamar.

Tadi malam, setelah acara prom night bubar, putrinya pulang langsung naik ke kamar. Tidak berkata atau bercerita apapun. Senyum yang semulanya Ara biarkan tak luntur saat berangkat, tiba-tiba berubah sendu ketika pulang. Bahkan tak lama setelah itu Febby datang bersama Clarissa dengan terburu-buru.

"Yah, Bun, Ara mana?"

"Sebentar, ini ada apa sebenarnya?"

"Nggak tau bun, tadi itu tiba-tiba Ara nangis terus langsung pulang waktu acara selesai. Padahal kita belum foto-foto."

Sepasang suami istri itu saling berapandangan. "Nangis?"

"Iya, Bunda, padahal tadi itu ada adegan romantis." Gio dan istrinya masih menunggu penjelasan dari Clarissa yang setengah-setengah. "Tadi di akhir acara ada cowok yang nembak Ara. Namanya Redo, anak Ipa 5. Tapi bukannya diterima, Ara malah nangis dan langsung pergi gitu aja."

"Redo?"

Febby dan Clarissa kala itu menangguk. Layaknya bertelepati, selasang suami istri itu membatin, terus Farelnya gimana?

"Terus Ara tadi pulang diantar Farel?"

Febby mengerutkan keningnya, begitu juga dengan Clarissa. "Farel aja enggak dateng, Yah, Bun." Ucap Febby.

Tok! Tok! Tok!

"Ara, dibuka dulu ya pintunya. Ayah mau ngomong sebentar."

Masih tidak ada jawaban dari sang empunya kamar. Tetapi isakan itu perlahan mulai tak terdengar. Gio yang panik pun buru-buru mendobrak pintu itu. Dirinya tak kuasa menahan lagi, ia takut terjadi apa-apa dengan keadaan putrinya.

Brak!

"Ara!?"

Bunda langsung berlari ke kasur dimana putrinya berada. Mendapati bundanya yang saat ini memeluknyan Ara masih belum bergerak. Bahkan suara dobrakan pintu yang Ayahnya lakukan tadi tak diberinya respon apa-apa.

"Sayang," dengan cucuran air mata, bunda terus memeluk Ara yang tak punya pandangan. Matanya kosong. Seperti ada yang hilang dari diri putrinya itu.

Mendengar isakan bundanya, Ara kembali menangis. Sakit sekali rasanya.

Gio masih berdiri. Menatap dua wanita yang sangat ia sayang dengan sendu. Dirinya ikut sakit ketika melihat keduanya menangis.

"Sayang, Ara, Ara kenapa? Hiks, putrinya bunda kenapa?"

About YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang