Chapter 24

15 9 3
                                    

"Farel? Ngapain?"

Bukannya menjawab, sang empunya nama justru lebih terfokus pada laki-laki yang berada tepat di depan Ara. Pandangannya tak lepas dari sana karena tak suka. Siapa dia?

"Woi!" Ara menabok lengan Farel yang masih saja berdiri di sampingnya.

"Siapa?" Tanya Farel pada Ara.

Di tempatnya, Ara memandang bergantian ke arah Farel dan juga Arga. "Oh-"

"Gue Arga. Oh jadi elo yang namanya Farel." Ucap Arga dibarengi dengan uluran tangannya--ala lelaki yang mengarah pada Farel.

Alis Farel terangkat sebelah. Siapa cowok ini, kenapa kenal dirinya? Apa jangan-jangan Ara yang cerita? Dipandanginya Ara yang berada tepat di sampingnya.

Dipandang seperti itu, Ara mengangkat bahunya sebagai jawaban.

Arga tersenyum kecil--entahlah mungkin juga tidak suka dengan keberadaan Farel. Apalagi uluran tangannya yang tidak disambut baik.

Ara berdiri, kemudian berpindah duduk ke samping dan meminta Farel untuk duduk di tempatnya tadi.

Arga yang melihat Ara mengalah untuk tempat duduk itu pun tersenyum miris. Ia merasa sudah sedikit kalah. Sepertinya Ara ada sesuatu dengan Farel, pikirnya.

"Ngapain kesini?"

"Harusnya lo bilang kalo di mallnya sama cowok lo. Kan gue nggak perlu repot buat nyusul."

Hah? Ara berusaha mencerna apa yang dikatakan Farel itu. "Lo kok jadi songong. Pertama, Arga bukan cowok gue. Kedua, gue juga nggak minta lo nyusul kesini kan? Dan ketiga, Nggak usah sok tau." Ara mendengkus sebal pada Farel. Bisa-bisanya cowok itu seperti itu.

                            ***

Di dalam toko pakaian Clarissa masih saja dibuat bingung dengan pakaian untuk Ara.

Sekarang sudah setengah jam dirinya berkutat dengan pakaian-pakaian ditemani Febby. Memang semenjak Febby keluar dari Fitting room tadi ia ditarik Clarissa untuk diminta mencarikan pakaian untuk Ara.

Febby sudah menolak. Tetapi apalah dayanya yang kalah berdebat dengan Clarissa. Cewek satu itu pasrah mengikuti kemanapun Clarissa melangkah.

Hingga akhirnya mereka sudah menemukan pakaian yang sekiranya cocok untuk Ara. Tetapi saat itu juga keduanya sadar akan keberadaan Ara.

Keduanya saling pandang. "Lah Ara mana?" Berucap bebarengan dengan kata-kata yang sama persis.

"Mampus pasti ngambek dah tu anak."

Febby buru-buru merogoh ponselnya. Menyambungkan telephone pada Ara. "Elo sih!"

"Lah kok gue?"

"Ya gara-gara elo. Coba kalo lo nggak ribet cariin baju buat gue sama Ara pasti itu anak nggak ngilang. Ara juga, suka banget sih ngilang."

Tut-tut-tut.

"Ha-halo Ra? Ra, lo dimana sih?"

Disini Febby bisa mendengar dengkusan Ara yang berada di seberang sana.

"...."

"Cafe? Cafe mana? Ah elo. Tunggu disana gue sama Cla kesana."

Tut-tut-tut.

Febby pun buru-buru menarik lengan Clarissa dan menggeretnya menuju tempat dimana Ara berada.

"Eh-eh mau kemana? Buset dikira kambing apa gue!"

Febby tak menggubris ocehan Clarissa yang bisa menambah pusing kepalanya. Clarissa terus saja meronta minta dilepaskan sepanjang perjalanan, tetapi cengkraman Febby yang begitu kuat tidak dapat terlepas. Mungkin mereka berdua kini sudah menjadi pusat perhatian di sana.

About YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang