Chapter 43

22 8 1
                                    

Tok-tok-tok!

"Assalamualaikum, ma? Mama?"

Ketukan pintu itu terus Farel lakukan dengan tidak sabarnya. Laki-laki itu terlalu bersemangat sampai-sampai enggan untuk menyelonong masuk seperti biasanya.

"Mama?" Kembali lagi ia ketuk pintunya.

"Waalaikumsalam," Fitta keluar dari pintu dengan terburu-buru. "Ya ampun Rel, tinggal masuk kenapa sih? Biasanya juga nyelonong."

Farel hanya tersenyum dengan tatapan berbeda. Senyuman tak biasa itu membuat Fitta mengernyit bingung.

"Bentar deh, ini ada yang aneh. Kamu kenapa sih senyum-senyum gitu?"

Farel masih bungkam. Alisnya ia naik-turunkan guna menggoda ibunya. "Coba tebak Farel bawa siapa."

Digoda sedemikian rupa, Fitta menggeser paksa tubuh putranya. Kepalanya ia longokkan pada dua perempuan yang berada dibelakang putranya itu.

"Ara!?"

Senyum Ara mengembang. Tidak menyangka bila kehadirannya begitu disambut dengan senang. Ibu dari laki-laki yang saat ini ia anggap berubah tidak ikut berubah seperti anaknya.

Ara membalas pelukan hangat dari mama Farel. Rasanya nyaman sekali seperti pelukan bundanya.

"Ara apa kabar sayang?"

Terlepas sudah pelukan dua wanita berbeda usia itu. "Baik tante, tante apa kabar?"

"Tante baik. Ini baru sampai apa gimana?"

Farel yang mendengar rentetan pertanyaan ibunya itu sedikit kebingungan. Loh bukannya--

"Udah tadi pagi kok tante. Oh iya ini kenalin, Clarissa temen Ara. Temen Farel juga sih."

"Clarissa tante."

"Mamanya Farel." Ucap Fitta sembari tersenyum hangat.

"Eh iya ayo masuk dulu. Tante sampai lupa."

Ara dan Clarissa mengikuti si tuan rumah yang berjalan mendahului. Sambil berjalan, Ara menamatkan pandangan pada satu potret dua dimensi yang terpajang di sudut dinding. Foto kelulusan Farel sewaktu SMA. Ah Ara ingat, foto itu diambil oleh dirinya dengan kamera milik laki-laki itu. Tanpa sadar Ara mengulum senyum samar. Ditengah lamunannya tangan Ara dicekal oleh Clarissa. Perempuan itu memaksa langkah Ara yang tadinya berhenti untuk kembali mengikuti si tuan rumah.

Tak disangka keduanya langsung digiring Fitta ke ruang keluarga yang disana sudah ada satu gadis cilik yang sedang mencoret-coret kertas putih dengan krayon warna.

"Mama! Farah nggak bisa, ini warna ap--a."

"Hai Farah!" Ucap Ara mendekat pada Farah lalu menyusulnya duduk di karpet bulu tepat disamping gadis cilik itu.

Alis Farah bertaut, "kakak siapa?"

Ara tersenyum, "Farah nggak inget sama kakak? Yahh padahal kita dulu sering main bareng loh."

Gadis cilik itu menggeleng sambil berpikir. Rambut kepang duanya menyibak dengan lucu. "Farah nggak pernah main sama kakak kok."

"Yah nggak inget ya, Farah masih kecil sih dulu. Yaudah nggak papa. Eh ini lagi ngapain kamu?"

"Tadi di sekolah sama bu guru disuruh mewarnai pelangi ini." Tunjuk gadis kecil itu pada selembar kertas dihadapannya. "Tapi Farah nggak tau warnanya apa."

"Ohh gitu, mau kakak ajarin?"

Walaupun masih belum mengingat siapa kakak yang baru saja mengaku pernah main dengannya itu, Farah tetap mengangguk. Gadis cilik itu mengikis jarak sampai kedua lengan mereka menempel. Kemudian menggeser kertas bergambar pelangi itu diantara dirinya dan Ara.

About YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang