Semalam ketika sampai di rumah Farel, Ara langsung menuju kamar. Beruntung ketika ia tidak menemukan keberadaan tante Fitta. Mungkin beliau sedang menidurkan Farah karena jarum jam sudah menunjukkan pukul 20.45 Waktu Indonesia bagian Barat.
Selepas mencuci mukanya yang kusut karena habis menagis, Ara memilih merebahkan diri di kasur yang nantinya akan menjadi tempat berbagi tidur dengan Clarissa. Memeluk guling sambil mecoba menerka-nerka kejadian apa yang barusan ia alami. Ia tidak sedang mimpi kan?
Ketika jarum jam menunjukkan tepat pukul setengah sepuluh malam, ia mendapati kedatangan dua sejoli yang di taman kota tadi. Deru motor yang selama ini tidak pernah asing di telinganya terdengar.
Tak berapa lama Clarissa masuk kamar yang membuat Ara dengan sengaja berbalik badan memungkuri bagian pintu. Memejamkan mata dengan selimut sebatas pinggang seperti ia tengah tertidur.
"Lah tumben dia udah molor. Kampret emang, nggak nungguin pula." Ucap Clarissa bersungut-sungut.
Cewek itu terus menggerutu karena ditinggal pulang oleh Ara. Dari dirinya masuk kamar kemudian ke kamar mandi dan balik lagi untuk naik ke tempat tidur, bibir cewek itu terus bergerak.
Ara sendiri mendengar semua yang dikata Clarissa. Ingin sekali ia membalas omongan itu karena tak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi. Meninggalkan? Bukannya terbalik?
Paginya ketika sarapan pun Ara kembali disemprot oleh Clarissa. Cewek berambut panjang itu masih saja mengungkit kejadian semalam.
Ara mengela napas. Telinganya lelah mendengar berbagai ocehan itu sepanjang malam. Ia pun memilih diam tak menanggapi.
"Oh iya, gua ada kuliah hari ini. Jadi, nggak bisa nemenin kalian jalan-jalan."
Ara melirik pada Farel. Tapi cowok itu justru memandangi nasi goreng yang di piringnya. Sedangkan Clarissa mendesah lemah.
"Yaah terus ngapain dong kita, Ra? Yakali keliling Bandung sendirian."
Ara mengangkat bahu, berdiri kemudian membawa piringnya sendiri untuk dicuci.
Setelah selesai, ia berjalan menuju ruang keluarga menemani tante Fitta. Tidak mengindahkan protesan Clarissa yang lagi-lagi berteriak ditinggalkan.
"Farah udah berangkat ya tante?"
Fitta tersenyum dengan anggukan, kemudian menepuk sofa disampingnya untuk mengode Ara.
Ara duduk. Matanya berlarian mencoba membuka percakapan. Ingin sekali ia bertanya pada ibu dari laki-laki aneh itu. Ia rasa memang ada yang aneh dengan Farel. Dan mungkin saja tante Fitta tau.
Tetapi, ia menahan diri. Tidak mungkin juga ia bertanya tentang seseorang ketika orang itu masih ada di sekitarnya.
"Mah, Farel berangkat." Ucap cowok itu yang tiba-tiba muncul lalu mengecup bagian kening ibunya. Tanpa salaman dan kalimat lainnya, laki-laki itu melenggang pergi.
Ia diabaikan?
"Ck anak itu ya, kebiasaan."
Ara menunduk. Kali ini rasanya ia memang bukan siapa-siapa lagi. Laki-laki itu memang berubah. Sangat.
"Ra, ada yang mau tante bicarain sama kamu."
Ara mendongak, duduk miring menghadap wanita paruh baya itu. "Apa tante?"
Fitta berdiri, "kita ngomong di taman belakang aja ya."
Ara mengangguk. Mengekor di belakang Fitta yang berjalan mendekati kursi panjang dekat kolam.
Setalahnya mereka berdua duduk berdampingan. Menghadap selatan agar bisa melihat air kolam yang tenang. Fitta membawa tangan Ara untuk digenggamnya. Ia tepuk-tepuk sembari memikirkan kalimat yang pas.

KAMU SEDANG MEMBACA
About YOU
Novela JuvenilPertemuan yang terjadi antara aku dan kamu, ku anggap bukan sekadar kebetulan. Aku tak menyesalinya, sungguh. Karena kupikir, semua itu adalah takdir yang telah digariskan Tuhan untukku. *Cuma cerita anak sekolahan yang udah banyak di dunia orange i...