Patah hati

15.3K 1.2K 27
                                    


El memutar kursi bar lalu menyelusuri seluruh isi Club malam. Dimana gerangan sang sahabat, Oscar menelponnya tanpa buka suara. Ada apa dengan anak itu? Apa si bos Club itu sakit!
"Dimana bos loe?" tanya El pada seorang bartender laki-laki yang menuangkan segelas martina.

"Tidak tahu, sudah dua hari ia tak pergi ke sini!" El tahu si laki-laki belok arah itu kemana. Tak usah menunggu lama, El langsung bergegas ke lantai atas. Menuju kediaman pribadi Oscar. Tanpa mengetuk atau meminta ijin El masuk begitu saja. Lihatlah walau pemiliknya adalah kaum adam namun kamar Oscar bisa di bilang cukup rapi dan maskulin. Hidangan tertata rapi di meja makan. Lampu redup di pasang di kamar menambah kesan kalau Oscar adalah pribadi yang tenang. Namun sibuk berkeliling, El tak melihat sang pemilik kamar dimana pun. Apa Oscar berlatih gym atau berlatih Tari panas di lantai teratas. Tebakan El salah semua, Oscar sedang melukis di balkon kamarnya.

"Apa loe yang gambar? Atau itu cuma coretan?" Oscar menoleh sebentar lantas melanjutkan karya seni yang ia buat.

"Ini lukisan aliran abstrak El!"

"Sshh... sesuatu yang tidak di mengerti kecuali oleh pelukisnya sendiri. Apa mood loe lagi buruk?" Kebiasaan Oscar bila sedang galau adlah mengambil kanvas serta kuas lalu melukis sesuatu.

"Loe kenal gue dengan baik."

El mengambil kursi plastik lalu duduk di hadapan sang sahabat. "Cerita aja, kalau lagi ada masalah."

"Mac menikah, orang tuanya menjodohkannya." Kesimpulan pertama Oscar merasa patah hati. "Dia gak bisa menolak, keluarganya butuh penerus. Max anak satu-satunya." Semua kembali ke habitatnya, laki-laki menikah dengan perempuan untuk memperbanyak populasi namun yang mereka tak pikirkan adalah bahwa cinta perlu ada untuk membina sebuah hubungan.

"Sperma harus berenang ke indung telur bukan malah mencemari puding tabi." El langsung mendapat cipratan cat air. "Loe harusnya sadar, manusia harus berkembang biak bukan malah suka sesamanya."

"El, jangan ceramah gue yang lagi patah hati." El tetaplah sahabat Oscar. Tanpa canggung ia merangkul pundak sang lawan, walau mereka bersimpangan jenis dan pikiran. "Loe tahu seberapa gede sayangnya gue sama Mac?."

"Yah gede banget." Namun tak melebihi cinta mati El pada Adrian. "Loe bisa kan bareng sama Mac setelah dia nikah." El agak jijik membayangkan kalau lubang vagina di gunakan bersamaan dengan lubang anus hanya demi memuaskan penis.

"Gue gaj mau jadi pelakor El." Astaga sebutan itu apakah pantas. El menahan mati-matian ledakan tawanya. "Tapi gue bakal susah ngelupain Mac." El mengelus kepala Oscar yang bersandar pada dadanya. Betapa malang nasib Oscar harus jatuh cinta pada laki-laki lain soal kalau dia jatuh cinta pada perempuan. Maka El akan dengan senang hati membantunya.

🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀

"Kalau itu gimana?" tanya El ketika melihat seorang laki-laki berperawakan tinggi berkulit putih lalu berjambang tipis. Oscar hanya menggeleng sambil minum sebotol minuman beralkohol. Pikiran pria itu terlalu kacau. Kehadiran El sedikit menghiburnya namun perempuan cantik itu malah menggeretnya ke Club malam.

"Gak El, dia udah punya bini. Bininya galak, kalau loe pacaran ama suaminya. Gue yakin kuku singa bininya itu bakal cakar loe sampai habis. Loe gak sayang sama muka loe yang perawatannya yang jutaan rupiah." El mencebikkan bibir lalu minum di botol yang sama dengan Oscar.

"Kalau cowok berotot dan berkulit coklat tembaga itu?"

"Dia anggota Club gay, dia tak akan bernafsu sma loe!" ujar Oscar bohong karena sahabatnya semakin ngelantur saja. Menginginkan partner one stand night. Bisa-bisa perempuan dengan gaya serba glamor itu terkena penyakit kelamin.

BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang