Tidak tahu apa yang mesti ia pikirkan ke depannya. Begitu banyak hal yang pria itu lakukan untuk dirinya. Memberinya kasih sayang sekaligus cinta, memberinya perhatian penuh serta tak pernah membiarkannya terlantar maupun kesepian. Sekarang Oscar mengorbankan nyawanya untuk perempuan keras kepala seperti El. Sedang yang bisa ia lakukan hanya menangis tergugu sambil menemani Oscar selesai di jahit dan di obati, padahal sang dokter sudah menyuruhnya menunggu di luar ruangan.Mac si gila itu memang berniat menghabisi El serta bayinya. Namun Oscar yang lebih gesit dengan tangan kosong, menangkap pisau Mac. Menghentikan gerakan benda tajam dengan menggenggamnya. Iya Oscar nekat mengorbankan telapak tangannya agar El selamat. Untunglah beberapa orang langsung datang ketika melihat Oscar berteriak kesakitan dan banyak darah berceceran. Mac di bekuk dan di bawa ke kantor polisi.
Demi Tuhan Oscar bukan pemain debus, yang tahan senjata atau murid perguruan silat Banten yang tak akan sakit jika di sayat atau ahli main sepak takrau api. Tangannya terluka dan pastilah tersayat dalam. El menangis kencang tadi tapi untunglah dokter yang menangani Oscar, tak menjahit mulutnya sekalian. Kini tangisnya sudah surut, tinggal Isak kecil yang terdengar. Oscar masih bisa menatapnya dengan pandangan sendu sekaligus lega. Tak apalah tangannya jadi korban, "El...," panggilnya lirih dan membuat El langsung menatap ke arahnya.
El langsung mendekat dan otomatis memeluk Oscar yang masih duduk di atas ranjang rumah sakit. Untunglah biusnya masih bekerja, himpitan perut El jadi tak terasa menyakitkan. "Aku gak tahu harus ngomong apa lagi. Makasih aja gak cukup. Kamu udah melakukan banyak hal hingga aku bingung mau membalasnya sama apa?"
Kemeja Oscar jelas basah, air mata El deras mengalir. Bukan hanya air mata tapi ingusnya juga. "Kenapa kamu baik banget? Kenapa kamu seakan begitu mencintai aku."Oscar tak bisa berbuat apapun. Tangannya mati rasa, membalas pelukan El saja ia tak mampu. Namun entah saat kegilaan Mac tadi berlangsung, ia hanya berpikir El dan bayi mereka harus selamat. Oscar tak peduli dengan nyawanya sendiri kalaupun harus di korbankan. Kenyataannya mungkin memang ia mencintai El, tapi tak sadar jika hatinya telah berbelok ke jalan yang benar.
El melepas tubuh yang di rasanya sudah mulai bergerak tak nyaman dan meringis perih. Harusnya Oscar yang terluka parah lebih keras tangisnya dari pada dia. Dasar cengeng!! Dasar lemah!! Katanya mau mencabik-cabik Mac tapi melihat Oscar di serang sudah menangis.
"Aku gak nyangka, Mac bisa senekat itu." El tak mau berhenti bicara. "Dia melakukan tindak kriminal tanpa berpikir panjang. Katanya dia cinta kamu tapi bisa ngeluarin pisau. Eh dia cinta kamu, sampai mau bunuh aku."
Oscar mendekatkan kepalanya agar menempel pada kepala keras wanita hamil itu. Agar El berhenti bicara. "Semuanya sudah. selesai. Aku benar-benar takut kalau pisau tadi menancap ke anak kita." Dan anak mereka yang terhimpit antara dua badan orang dewasa itu merespon dengan menciptakan sebuah tendangan keras. "Aku ngerasa dia nendang."
"Mungkin dia tadi sama khawatirnya kayak aku." El tak tahan jika mereka berdekatan. Ia mengecup bibir Oscar singkat. Andai tangan Oscar tak berbalut perban pasti pria itu akan dengan senang hati meraih tengkuk El untuk memperdalam ciuman mereka. "Oh ya Mac udah di bawa polisi. Mungkin besok kita baru bisa ke sana untuk memberikan kesaksian."
Oscar mendesah panjang, ia rebahkan punggung pada ranjang yang kepalanya di miringkan. El mengawasinya dengan muka cemberut. "Kenapa kamu gak rela Mac di penjara?"
Tentu tak rela, mantan pacar tersayang akan di tahan di jeruji besi. "Bukan tapi yang terjadi sama kita hari ini. Aku rasanya kurang percaya."
"Dimana letak tidak percayanya? Mac hampir membunuhku. Karena hal itu tak mungkin, Mac kan baik, berhati lembut dan juga penyayang." El sebal, di kepala Oscar itu isinya apa. Tapi kemudian raut mukanya berganti muram dan juga sedih. Ia ingat jika hati pria yang tengah memandangnya ini mungkin masih menyimpan nama Mac.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersamamu
RomansaMikaella Sawitri Hutomo, hidup layaknya tuan putri keluarga Hutomo. Dia di limpahi banyak uang, ketenaran, karier cemerlang, wajah cantik, tubuh indah, tunangan kaya dan juga asal-usul keluarga dari kalangan atas. Namun semuanya itu palsu, tunangan...