03

43 15 1
                                    

"Seorang pembunuh sejati tak akan mengatakan hal ini pada objek yang dibunuhnya. Apakah kau benar-benar akan membunuhku, Suzy?"

Myungsoo, korban pembunuhanku di masa depan, beretorika ria dengan kalimatnya yang terasa sarkastik.

"Kau bahkan belum menjawab pertanyaanku yang sebelumnya, Suzy..."

"Jadi... kau membunuhku seperti apa di masa depan?"

***

"Kau juga harus tahu, aku mengatakan kepada mereka bahwa kau-lah yang akan meninggalkan dunia ini satu tahun lagi karena penyakit. Aku memanfaatkan kebiasaanmu membolos ke UKS dan mengarangnya untuk kepentingan pribadiku. Karena itulah mereka dengan cepat memutuskan masuk ke dalam klub. Mereka benar-benar orang baik, huh? Padahal aku telah berbohong pada mereka."

Aku mulai berfikir bahwa apa yang telah dikatakan Myungsoo tadi adalah sebuah kepura-puraan. Dia sangat mudah berbohong, jadi mungkin saja dia mengada-ngada agar aku tak keluar.

"Aku tak bisa menjelaskan padamu alasan kenapa aku akan meninggalkan dunia ini satu tahun lagi. Meski begitu, bolehkah aku meminta kau untuk tetap lanjut?"

Pria ini seperti bisa membaca isi kepalaku.

"Aku tak akan keluar." Hanya itu yang bisa kukatakan. Dadaku terasa sangat sesak. Aku bingung. Ada apa dengan perasaan asing yang tiba-tiba ini? Kenapa Myungsoo terlihat sangat yakin?

Mereka bilang, mata berbicara lebih banyak daripada bibir. Sorot yang terpancar di mata hitamnya tampak sangat rapuh. Tak ada kebohongan di dalamnya.

Haruskah aku percaya?

Kulihat ia tersenyum.

Benar-benar tersenyum.

Kenapa kau tersenyum?

Senyum itu menggangguku.

Sangat menggangguku.

***

Aku masih menunggu si bangsat Jungkook di dalam koridor sekolah. Katanya hari ini dia sedang ada rapat OSIS. Aku baru tahu kalau si brengsek itu adalah anggota OSIS. Ah, aku baru ingat Taehyung dan Jungkook bergabung dengan OSIS di kelas dua. Tepatnya saat pergantian semester di awal bulan Januari. Ternyata dia sibuk juga. Menyedihkan sekali karena harus bergabung dengan klub aneh Myungsoo ditengah kesibukannya.

Wajahku langsung murung ketika nama Myungsoo terlintas lagi di benakku. Ekspresi yang ditampilkannya tadi memunculkan lubang aneh di dadaku.

Entah mengapa, kata hatiku seperti memaksa untuk menuruti keinginan-keinginan pria itu.

Aku menggeleng. Menepuk kedua pipiku. Mencoba menepis bayang-bayang Myungsoo dari kepalaku.

Jam di pergelangan tanganku sudah menunjukkan angka tujuh. Kupikir ini sudah terlalu lama. Seharusnya aku bisa pulang sendiri, tapi kata Jungkook, dia akan menjemputku di rumah besok. Agenda pulang bersama hari ini sekadar untuk mengetahui alamat rumahku. Dan sial, aku harus menunggunya.

His Bucket ListTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang