"Saat kau muncul di hadapanku sembilan tahun silam, kau tidak bilang kau adalah Bae Suzy. Kau bilang, kau adalah wanita yang akan menjadi idol masa depan yang bisa mengubah dunia, Debbie."
"Aku? Idol masa depan? Mengubah dunia? Maksudmu, mengubah duniamu seorang, huh?"
"Bukankah aku adalah pembunuhmu di masa depan?"
***
Tersisa tak lebih dari 11 bulan lagi Myungsoo menemani kami di sini. Kurasa, dia akan pergi setelah Ujian Kelulusan—di bulan Februari tahun depan—seperti katanya.
Aku memandang kosong ke luar jendela. Nama Myungsoo selalu bergelung dalam benakku akhir-akhir ini. Apalagi setelah mengetahui penyakit yang dia derita.
Skizofrenia. Terdengar sangat memprihatinkan. Aku jadi belajar sedikit tentang penyakit ini melalui buku yang ada di perpustakaan sekolah.
"Suzy!" Hyunjin tiba-tiba muncul dan menepuk pundakku. Bel istirahat masih lama berdering, kelas sedang sepi. Mereka semua berhamburan keluar. Ada yang ke kantin, dan yang lainnya mungkin sedang berpacaran ria di suatu tempat di sudut sekolah.
Taehyung sedang berada di perpustakaan seperti biasa, Mark ngeloyor entah kemana, dan Jungkook, dia mungkin sedang berada di kantin.
Dan Myungsoo...
Sebut saja sudah seminggu ini Myungsoo tidak masuk sekolah setelah pulang dari Seoul. Aku sangat ingat apa yang telah terjadi di kota itu. Myungsoo meminta maaf kepada Mark dan yang lainnya. Lalu kami berjalan-jalan mengelilingi Seoul. Dia terlihat sangat ceria saat kami berdoa bersama di sebuah kuil terbesar di Seoul kala itu. Atau saat kami berbincang santai di sebuah bangku taman dekat Han River. Menikmati teh chamomile dan cookies mentega yang dibelinya di sebuah supermarket secara mendadak sembari bercerita tentang buku thriller yang kami baca.
Aku jadi tak mengerti kenapa setelah kami kembali ke Busan, Myungsoo malah menghilang.
Lagi.
Apanya dengan takut menyakitiku?
Bukankah bersikap seperti ini sudah sangat menyakitiku?
Dia harus tahu bahwa menghilang tanpa kabar benar-benar bisa menyakitiku juga.
Meski tak ada hubungan spesial, sikapnya yang seperti ini bisa membuka luka lama yang dulu.
Tentang perkara ditinggalkan begitu saja tanpa kata.
Oleh seseorang yang kuanggap berharga.
Seperti katamu Myungsoo, you are indeed precious.
To me.
"Kenapa wajahmu kusut begitu?"
Aku terdiam. Masih melamun. Kata-kata Hyunjin lewat begitu saja. Padahal suaranya sangat jelas di gendang telingaku. Aku hanya malas berbicara.
Aku menatap Hyunjin datar, lalu kulihat ia membalasnya dengan sebuah senyum simpul.
Dia mengelus-elus pucuk kepalaku sembari bersenandung pelan. Entah lagu apa yang ia dendangkan. Terasa merdu di telingaku. Mataku tertutup. Mencoba meresapi iramanya yang bertalu-talu pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Bucket List
FanfictionSeseorang yang mengaku dari masa depan muncul untuk memperingati pria itu, "Kau akan mati satu tahun lagi. Kuharap kau bersenang-senang mulai sekarang. Waktumu tak banyak, bukan?" Apa yang dia lakukan setelah mendengarnya? "Kenapa kau tak menyelamat...